26. Pasar Malam

65 19 5
                                    

Vote sama komennya jangan lupa XD

26. Pasar Malam

Sejak tadi Luvina terus meneleng-nelengkan kepalanya, memindai sekitar. Meski bukan hari libur tempat ini cukup padat pengunjung, Vina tidak menyangka Sultan akan mengajaknya ke tempat seperti ini.

Walau begitu, dia tetap senang diajak ke tempat ramai. Di sini banyak jajanan yang jarang sekali Vina makan, lampu-lampu dengan banyak warna terlihat sangat indah di malam hari dan saat mendongak lampion-lampion menghias di sepanjang jalan. Benar-benar suasana yang menyenangkan.

"Kenapa tingkahmu menjadi norak seperti ini Nona Fernandez? Belum pernah pergi ke pasar malam heh?" celetuk Sultan menyebalkan.

Vina menoleh dengan gerakan lambat, ternyata selain cuek dan judes tunggal Leonardo ini memang memiliki mulut setajam silet.

"Ini kedua kalinya aku benar-benar ingin mencakar wajah tampanmu," geram Vina kesal. Sultan terkekeh.

"Ayok jalan lagi."

Si cewek Cacophobia mendesah sebal. "Tidak bisakah kita duduk sebentar? Kakiku bisa copot jika harus berjalan lagi," keluh wanita itu. Kakinya memang sudah sangat pegal karena terus berdiri saat di dalam kereta.

"Aku butuh makan, bagaimana jika kau duduk di sana dan aku membeli makanan sebentar," usul Sultan sembari menunjuk kursi tunggal di dekat komedi putar.

"Kau tega meninggalkan aku sendiri?" Wanita bersurai hitam mencebikan bibir. Niatnya mengajak Sultan jalan-jalan adalah untuk bersenang-senang, tapi pria itu terus-menerus membuatnya kesal.

"Tega," jawab Sultan cepat. Luvina langsung menubruk pria itu hingga nyaris terjengkang.

"Kau benar-benar menyebalkan! Tapi aku tidak tega mencakar wajah tampanmu, sialan!!" maki wanita itu dengan mata berkaca-kaca.

Ah, sepertinya Sultan kali ini sudah keterlaluan. Vina sampai mengamuk seperti ini, artinya wanita itu benar-benar kesal setengah mati.

"Hei, hentikan. Saya minta maaf." Luvina berhenti memukul lengan Sultan, wajahnya masih menekuk kesal. Sementara Sultan mengulas senyum. "Sudah jangan menangis nanti kamu diculik alien, alien sangat suka pada gadis cengeng."

"AKU BUKAN ANAK KECIL!!" teriak Vina histeris. Tangisnya kian menjadi, bahkan sampai meraung-raung. Sultan menuntup mulutnya dengan punggung tangan, menahan tawa.

"Oke, oke--Mppth!" Sultan justru terbahak, tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Vina langsung membalik badan, enggan menatap wajah Sultan. Dia menyusut air matanya dengan kasar, sedikit berlari untuk sampai di kursi yang tadi ditunjuk oleh Sultan.

Mati-matian Sultan menghentikan tawanya, lalu melangkahkan kaki untuk menyusul Luvina. Wajah Luvina saat kesal benar-benar menggemaskan, apalagi saat hidungnya memerah, Sultan tidak tahan ingin menggigitnya.

Tunggal Leonardo berjongkok di depan Vina yang sesegukan. "Saya benar-benar minta maaf, tolong jangan menangis lagi."

Vina langsung memalingkan wajah. Bibir merah jambunya terkantup rapat.

Sultan bergeser demi menatap wajah Luvina, tapi wanita bermanik hijau itu terus menghindar. Akhirnya Sultan memilih untuk berdiri, sedikit membungkuk untuk menangkup kedua sisi pipi Luvina.

Vina tidak bisa mengelak lagi, kini netranya saling bertumbuk pandang dengan netra milik Sultan.

"Su-Sultan?" Vina tergagap saat Sultan mengikis jarak di antara mereka, bahkan napas hangat cowok itu begitu jelas menerpa wajahnya, membuat Vina refleks memejamkan mata.

Darahnya berdesir ketika Sultan mengecup satu per satu matanya yang tertutup.

Sultan memberi jarak, menghembuskan napas yang beberapa saat lalu ia tahan. Luvina pun melakukan hal yang sama, namun wanita itu masih memejamkan matanya sembari mengigit bibir bagian bawah.

Sultan bisa melihat bulu mata lentik itu sedikit bergetar, sebelum akhirnya tirai mata Luvina terbuka menampilkan manik hijaunya yang berbinar cerah.

"Senang huh?" goda pria itu jail. Luvina mendengkus.

"Mau lagi," ucapnya tanpa tahu malu. Sultan memutar bola mata. Baru kali ini Vina melihat Sultan sesantai ini saat bersamanya, apa pria itu mulai merasa nyaman? Semoga saja.

Sultan kembali berjongkok di depan Luvina untuk yang kedua kalinya, bedanya kali ini posisinya memunggungi wanita itu.

"Naik, kita cari makanan." Tiga detik kemudian Vina melompat ke punggung Sultan sembari cekikikan. Sultan berdecak-decak, nyaris saja dia mencium tanah.

Kini pria itu berjalan dengan Luvina yang terus berceloteh di dalam gendongannya.

"Laksa sepertinya enak. Kau suka?" tanya Luvina saat membaui aroma Laksa, air liurnya nyaris menetes saat melihat seorang pria memakan udang yang menjadi toping Laksa itu. "Aku ... mau Laksa. Mau Laksa." Vina adalah spesies manusia yang paling tidak bisa menolak sea food. Dia menyukai semua jenis makanan laut yang kebanyakan memiliki rasa manis gurih yang khas.

"Baiklah, kebetulan saya juga suka."

Wanita bersurai hitam bersorak kesenangan, dia langsung berlarian untuk memesan Laksa saat Sultan menurunkannya.

"Aku pesan dua," ujar Vina riang. Dia memesan langsung pada kokinya, karena menolak untuk mengantre bersama orang-orang yang mungkin saja salah satunya memiliki wajah jelek.

Sang koki mengulas senyum tipis. "Silahkan pesan pada wanita di sebelah sana ya Nona," kata koki itu sembari menunjukkan di mana Vina harus memesan.

Vina menggeleng. "Tidak mau, aku tidak mau mengantre." Dia ngotot. Sampai Sultan harus turun tangan untuk berbicara dengan koki itu, bahaya jika si koki diajak Vina tawuran di kedainya sendiri.

"Sekarang duduk, tunggu makanannya," titah Sultan dengan nada galak. Vina cepat-cepat mencari tempat duduk.

"Luvina ...."

Vina yang nyaris mendaratkan bokongnya, kembali berdiri tegak.

"Xavier, sedang apa kau di sini?"

Pria bernama Xavier itu mengukir senyum lebar. Tampak sangat senang bertemu wanita incarannya. Lalu secara bersamaan gawai di dalam tas Luvina berdering singkat, menandakan ada pesan masuk.

From: Momy

Kau di mana Luvina? Malm ini kamu harus menemani momy ke rumah sakit.

Memutar bola mata malas. Vina bahkan sampai meludah sembarangan, membuat Sultan berteriak menegurnya, sementara Xavier justru terbahak-bahak.

"Aku tidak sudi walau sekadar melihat wajah bajingan itu!" desis Vina.

"Aku tidak sudi walau sekadar melihat wajah bajingan itu!" desis Vina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cacophobia [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang