Mari ramaikan lapak perwattpadan ini, agar saya semangat nulis dan bisa memenangkan Challenge wkwkwk
21. Long Time No See
"Hai ...," sapa Andre. Pria itu melangkah menghampiri Luvina. "Lama tidak berjumpa," ujarnya dengan sunggingan lebar.
Vina tidak bisa berkata-kata.
Andre membelai rambut Vina. Vina melangkah mundur dengan kaki gemetar. Helena yang menyadari eksistensi Andre segera memasang badan, melindungi si cewek Cacophobia.
Helena sedikit menoleh, di belakangnya Vina masih memasang wajah syok. "Lari Luvina!"
Tersadar.
Vina mengangguk dan langsung berlari pontang-panting, mengikuti instruksi Helena.
"Menyingkir dari hadapanku," desis Andre sembari mendorong bahu Helena. Pria itu lalu berlari mengejar Luvina.
"Andre!" teriak Helena histeris.
Vina terus berlari seperti orang kesetanan. Dia bahkan beberapa kali mendorong orang-orang yang menghalangi jalannya sampai terjengkang, saat mendengar derap langkah di belakangnya.
Andre pasti mengejarnya.
Tubuhnya sudah banjir keringat, tapi dia tidak bisa berhenti barang sejenak saja.
"Hei, mau lari ke mana?" Andre berhasil menangkap tangannya. Wajah pucat Vina berubah pasi.
"Le-lepaskan."
"Tidak mau. Nanti kau kabur lagi."
"Lepaskan."
"Tidak mau."
Vina meneguk ludah sudah payah, perutnya kembali bergejolak. Dia berjongkok kemudian memuntahkan seluruh isi perutnya.
Vina menatap tangannya dan wajah Andre bergantian. "Tolong lepaskan." Tubuh Luvina bergetar hebat.
"Baiklah." Andre mengangkat kedua tangannya, menyerah. Dia juga mulai menjaga jarak.
Sebenarnya dia senang karena akhirnya bisa bertemu lagi dengan Luvina setelah beberapa tahun lamanya.
Dia ingin meminta maaf dan memperbaiki semua kesalahannya di masalalu. Andre benar-benar menyesal dan merasa sudah menjadi manusia yang sangat jahat. Tapi ....
Vina bahkan sudah tidak bisa melihatnya lagi. Bertemu dengannya Luvina akan menderita.
Padahal dia sengaja kembali untuk Luvina. Dia tidak bisa diam saja saat tahu Luvina menderita Phobia langka, Cacophobia. Phobia yang benar-benar mengerikan.
Kini karena dia menjadi penyebab Cacophobia yang Vina derita, Vina kambuh setiap kali melihatnya walaupun dia memiliki wajah yang sangat tampan.
Andre menatap wanita cantik di hadapannya sedih.
"PERGI! JANGAN MENGGANGGUKU LAGI!!" Vina menangis histeris. Dadanya benar-benar sesak.
Ah, Andre memang terlalu brengsek. Hanya karena ego dan nafsu, dia menyakiti Luvina sampai sejauh ini.
"Baiklah aku akan pergi. Maafkan aku Luvina," lirih pria itu. Kaki panjangnya berderap meninggalkan Luvina sembari sesekali menoleh menatap wanita itu. "Sampai jumpa," ucap pria itu nyaris seperti bisikkan.
***
"Berikan ponselmu, biar aku menghubungi dokter Clara."
"Tidak perlu," sahut Luvina cepat. Membuat Helena membuang napas kasar.
Vina memang sudah lebih tenang, namun jelas kondisinya masih belum membaik. Andre adalah pemicu Phobia-nya, tentu saja berhadapan dengan pria itu adalah bencana bagi Luvina.
"Antar aku pulang."
"Hm," sahut Helena pasrah.
Lima belas menit kemudian mereka berdua sampai di kediaman Fernandez. Vina masuk dengan Helena di belakangnya. Pelayan yang melihat kedatangan si cewek cacophobia membungkuk. Vina mengibaskan tangan, mengusir mereka.
"Hai, Luvina."
APA LAGI INI, TUHAN?!
Rasanya Vina ingin sekali membenturkan kepalanya sekeras mungkin. Setelah Andre kini dia harus berhadapan dengan si bajingan Alex.
"Ada urusan apa kau di rumahku?" tanya Vina sengit, dia bahkan sengaja mengangkat dagunya--menantang pria itu.
"Luvina." Seperti biasa, momy-nya akan menegur Vina. Vina memutar bola mata menanggapi itu.
"Kemarilah," ucap Safira melembut. Dia menggerakan tangan, memberi isyarat agar Luvina mendekat.
Cewek bermanik hijau berdecih. "Jangan harap aku mau menuruti perintahmu," tajam Vina.
"Di mana sopan santunmu Fernandez?!" Jika Safira sudah menyebut nama belakangnya, berarti wanita itu sudah sangat marah.
Vina tersenyum miring. "Yang pasti sopan santunku tidak untuk ditunjukkan pada kalian," ujar Luvina sembari menatap Safira dan Alex tajam.
"Kau!"
"Sudahlah, berhenti bersikap menyebalkan!" Lalu Luvina melenggang pergi ke kamarnya.
"Terserah! Aku sudah berusaha bicara baik-baik, tapi kau tidak mau mendengar!" Safira mengambil napas sejenak. "Suka tidak suka minggu depan aku akan menikah dengan Alex!"
Vina berhenti pada anak tangga ke enam. Dia menoleh, sedikit menelengkan kepala, manik hijaunya menatap sang momy terluka.
Safira menghela napas. Tidak mampu berkata-kata melihat tatapan penuh luka yang ditunjukkan puterinya.
Wanita itu menoleh saat merasakan tangannya digenggam dengan erat.
Alex.
Pria itu menatap Safira menenangkan. Safira tersenyum kemudian memeluk calon suaminya. Sementara itu, di balik punggung Safira, Alex mengukir senyum samar.
***
Vina memang sangat kecewa dengan keputusan Safira, karena momy-nya tetap keras kepala ingin menikah dengan si bajingan Alex.
Tapi Luvina sama sekali tidak terpengaruh, dia tidak akan bersedih ataupun merasa frustasi atas keputusan sang momy. Lihat saja, akan dia buat pesta pernikahan Safira semakin 'meriah'. Bibir Luvina menyungging setan. Manik hijaunya bahkan terlihat berbinar-binar.
"Tidak akan aku biarkan kau menjadi bagian dari Fernandez ... ba-ji-ngan."
See u❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Cacophobia [COMPLETED]
Romance[Jangan lupa follow ya teman!] CERITA INI DIIKUT SERTAKAN DALAM CHALLENGE MENULIS BERSAMA MAGEIA PUBLISHER DAN LENTERA SASTRA CAKRAWALA Bagaimana rasanya jika mengidap fobia langka? Misalnya mengidap Cacophobia seperti Luvina Fernandez, mahasiswi se...