24. Tersakiti

797 88 3
                                    

Suara riuh mengiringi permainan basket di SMA Labschool, hanya sekedar bermain, bukan pertandingan. Dua lapangan basket itu sama-sama dipakai oleh para pemain, maupun mereka yang sekedar menonton.

Kedua lapangan itu dipakai oleh kelas Rara, yaitu XII Mipa 2, satu lapangan basket dipakai oleh siswa perempuan, dan lapangan yang ada di sebelahnya dipakai laki-laki.

Sedari tadi Rara selalu berhasil menshooting bola ke dalam ring, banyak helaan nafas dari teman bermainnya, karena tak pernah mendapatkan bola.

"Hadehh, mampus deh gue capek," keluh salah satu perempuan yang ikut bermain. Lalu ia berjongkok di lapangan sedangkan Rara tak menghiraukan helaan satu persatu dari lawannya.

Dan tinggallah Rara yang asyik mendribble bola, saat tersadar bahwa para pemain yang lainnya sudah terduduk lemas, barulah ia berhenti bermain, dan memilih berdiri didepan mereka.

"Dasar! Pada lemah lo semua," hina Rara.

"Malas aja ngelawan lo, ntar nangis lagi," balas seseorang yang tak lain.

"Hah gak kebalik?" tanya Rara lalu berbalik, hendak menuju ring basket.

Brak

Sialnya bertepatan dengan itu, sebuah bola voli dengan sangat kuat menghantam hidung Rara. Rara terhuyung ke belakang, lalu ia bersimpuh memegangi hidungnya yang sakit.

"Akhh, gila siapa nih yang lempar!?" tanya Rara tegas sambil memperhatikan sekelilingnya, terlihat banyak pasang mata yang memperhatikannya terutama Angga.

Nafasnya memburu saat tau siapa yang melempar bola itu. Ia pun berdiri sambil memegangi hidungnya. Mendekati sang pelaku yang mematung.

Sebelum ia benar-benar bertindak, darah kental terlebih dahulu telah keluar dari hidungnya. Rara mengumpat kesal lalu memilih berlari menuju wc.

"Kurang ajar!!!" umpatnya kesal saat ia telah masuk ke wc. Rara pun mulai membasuh hidungnya.

Setelah ia rasa tak ada lagi darah dihidungnya, barulah ia keluar dari wc itu dan berjalan menuju kelasnya.

Hanya hening di dalam kelas tak ada satu pun orang, hanya ada Rara di sana. Dengan malas ia pun menuju mejanya, berencana ingin mengganti baju. Namun nada dering ponselnya, membuat ia kembali memutar bola matanya malas.

Benda pipih itu ia ambil dari dalam tas berwarna hitam, bercampur putih. Lagi dan lagi Rara memutar bola matanya saat melihat nama orang yang memanggilnya itu.

"Apa!" tanya Rara cepat saat panggilan itu sudah di angkat.

"Sekarang juga lo ke basecamp," suruh orang di sana.

"Apaan! Gue gak bisa, gue ada praktek nanti," jelas Rara sambil menekuk wajahnya. Apa tidak bisa hidupnya tenang terkadang Rara bosan berantam.

"Gak ada penolakan! Atau lo tau akibatnya!"

"Hidup gue bukan hanya untuk geng, gue juga pengen hidup tenang," kekeh Rara.

Panggilan itu mati, Rara menggenggam ponselnya lebih kuat, dadanya bergemuruh. Kenapa selalu saja begini. "Dasar kapten sampah!" Rara bergumam, lalu menyampirkan tas hitamnya.

••••

"Dasar lo itu kapten sampah!"

Perempuan berbandana hitam itu memaki dengan hebatnya, tak peduli bahwa ia akan menjadi tontonan anggota lainnya.

"Maksud lo apa!" balas Andra sang kapten Raxic.

Rara maju lalu mencekram kerah jaket Andra. Semua orang di sana mencoba melerai namun apalah daya, jika ego mereka sama-sama tinggi susah untuk dipisahkan.

"Lo nyuruh gue datang cepat ke sini, tapi apa! Kalian malah santai!" bentak Rara, sambil mempererat cengkeramannya. "Hidup gue bukan tentang geng aja, tawuran, berantam. Gue juga butuh masa depan!"

Tak ada jawaban dari Andra, Rara membanting tubuh Andra ke tembok. Lalu dadanya naik turun, keadaan kini begitu emosional. Seharusnya praktek puisi yang dilaksanakan hari ini, batal nanya karena keegoisan Andra.

"Kalo lo gak mau diperintah jangan masuk geng ini!" bentak Andra sambil memegangi dadanya yang kesakitan karena Rara.

"Dasar lo ketua sampah!" sergah Rara hendak maju untuk memukul Andra. Namun tangannya ditahan oleh Dafi dan Fasya.

"LEPAS GUE! LEPAS!" erang Rara sambil mencoba mendekati Andra yang menyeringai tajam. "DASAR LO KETUA SAMPAH! LO GAK PANTAS JADI KETUA!"

Plak

Satu tamparan mulus berhasil mendarat dipipi Rara, seketika keheningan terjadi di sana. Gigi Rara semakin mengerat, tangan Dafi dan Fasya yang sedari tadi menahan meluruh.

Dengan tergesa-gesa ia melepas tasnya, bandana, dan mengambil ponsel dari kantong celananya. Tepat di depan Andra benda pipih berlogo apel itu pecah, bersamaan dengan tas dan bandana yang dilempar Rara.

"Gue keluar dari geng ini!" Setelah itu badannya yang masih memakai baju olahraga itu benar-benar tak tampak lagi dari sana.

📓📓📓📓

Hello everyone

Akhirnya bisa up,
Maaf yaa lama author kemaren gak ada imajinasi
Ini aja udah dipaksakan
Makanya katanya sedikit
Jangan lupa Vomment, dan sarannya
Terimakasih yang sudah membaca

Salam

Lyra

Next....



Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang