17. Rapuh

752 92 0
                                    

Seorang gadis yang masih lengkap dengan pakaian sekolahnya yang basah, kini sedang berjalan sambil memegangi perutnya yang terasa sakit. Gadis itu adalah Rara Anggeline.

Berjalan tanpa arah dan tujuan, itulah yang tergambar sekarang ini, dengan air mata yang tak mau berhenti, dengan kondisi yang lemah karena maag nya kambuh.

Rara pun memutuskan untuk berhenti sejenak, lalu berjongkok di tepian jalan raya yang sudah sepi, hembusan angin malam menerpa badannya membuat tubuhnya menggigil.

Kini entah harus kemana dia, tak ada lagi harapan untuk bertahan, tak ada lagi alasan untuk tetap ada, hanya satu terlintas di pikirannya.

Jikalau memang benar bahwa kedua orangtua kandungnya sudah meninggal, Rara mengharapkan yang sama terjadi padanya.

"Tuhan, cabut nyawaku saat ini juga," lirih Rara sambil memegangi perutnya.

"A-aku g-gak sang-gup begini terus," lirihnya lagi dengan terbata-bata.

Suara motor berhenti tepat di samping Rara, namun Rara hanya menunduk tanpa ada niatan melirik sang empunya.

"Loh Ra lo kenapa di sini," panggil seseorang yang tak lain adalah Dafi.

Rara pun menengadahkan kepalanya menatap wajah Dafi yang kini menatapnya, dengan penuh rasa iba.

"Ikut gue sekarang juga." Dafi pun menggenggam tangan Rara, lalu berniat membawa Rara ikut bersamanya. Namun kaki Rara tak ingin melangkah.

"Kenapa Ra?" tanya Dafi saat Rara hanya diam.

"Biarin gue di sini Daf, biarin gue menunggu sampai ajal menjemput gue," balas Rara dengan bibir pucat itu.

"Lo kenapa jadi lemah gini sih hah! Rara yang gue kenal bukan begini," sarkas Dafi, memandang Rara dengan tatapan tak percaya.

"Percuma gue kuat, gak ada lagi alasan buat gue bertahan di dunia ini."

Apakah Rara serapuh itu?

"Kalo gitu jadikan gue, alasan buat lo bertahan." Dafi pun membawa Rara menaiki motor matic yang ia pakai tadi.

Hanya keheningan yang terjadi saat di perjalanan, lalu sampailah kini mereka di rumah mewah, berwarna putih, dengan gerbang besi bak istana.

"Daf ini rumah siapa?" tanya Rara lalu turun dari motor matic, bersamaan dengan Dafi.

Dafi pun membuka gerbang yang tidak di gembok itu, "Ini rumah ketua."

"Ketua?" Rara bertanya, dengan berusaha menyembunyikan rasa sakit di perutnya

"Udah deh Ra masuk aja dulu."

Rara dan Dafi pun berjalan menuju pintu masuk rumah itu, lalu Dafi langsung membuka rumah itu yang emang tidak di kunci.

"KETUA!" Suara Dafi menggema di dalam rumah besar nan mewah itu, Dafi terus mencari seseorang dengan di ikuti Rara di belakangnya.

Rara dan Dafi pun berhenti di area ruang tamu yang terdapat lima orang di sana, ada yang sedang bermain PS, dan ada juga yang sedang bermain ponsel.

"Andra," panggil Dafi yang membuat seseorang yang duduk di sofa menoleh.

"Anjir, ngapai lo bawa anak gadis orang ke sini?" tanya orang itu, yang membuat empat orang lainnya menoleh ke arah Rara.

"Buset abis lo apain Daf? Kok basah?" sahut seseorang.

"Ini loh, dia mau gabung ke geng Raxic."

Seketika mata Rara melotot sempurna saat mendengar kata Raxic, siapa yang tidak tahu geng Raxic, seantero Jakarta pun sudah tau.

Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang