16. Sakit Tak Berdarah

814 91 5
                                    

"Huh..."

Rara menghela nafas untuk ke sekian kalinya, sungguh melelahkan, berjalan kaki dari sekolah menuju rumah Airin.

"Aduh, gila capek banget," gumamnya saat di tengah perjalanan.

Ia pun mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru jalan yang terlihat ramai dengan pengendara, tatapannya menuju pada motor ninja yang baru saja berhenti di depan toko penjual Sandwich.

"Kesempatan gue nih," ucapnya sambil menunjukkan seringainya.

Rara pun menyebrang jalan menghampiri seseorang yang baru saja keluar dari toko Sandwich itu.

"Angga!" panggil Rara girang, sedangkan Angga hanya diam saja.

"Angga kaki gue sakit banget Ga, gue numpang ya," mohon Rara.

"Nggak."

"Ngga please Ga, gue gak punya uang."

Angga pun menatap ke arah Rara cukup lama, lalu ia pun segera menaiki motornya.

"Ga?"

"Lo Kaya," jawab Angga singkat.

"Lo kenapa sih Ngga hah? Aneh lo," sarkas Rara sambil mengepalkan tangannya.

Sedangkan Angga tidak menghiraukan omongan Rara, ia pun menctater motor ninja itu, lalu segera ingin pergi meninggalkan Rara, namun sebelum itu terjadi Rara sudah menghadangnya di depan.

"Lo gak bisa kaya gini Ngga, lo udah bikin gue baper, lo gak bisa ninggalin gue begini," tegas Rara.

"Gue pura-pura suka sama lo."

"Nggak gue gak percaya!"

"Bodoh!"

Angga pun menjalankan motornya lewat samping Rara, sedangkan Rara hanya diam mematung.

••••

"Hadeh gini amat hidup gue," keluh Rara saat hanya menerima gajinya dari grosir koran.

Rara hanya mendapat gaji dua puluh ribu, ya jelas saja Rara hanya dua hari mengantarkan koran. Kesengsaraan nya semakin bertambah saat ia di pecat dari pekerjaan itu.

"Dua puluh ribu dapat apa?" gumamnya, lalu duduk di rerumputan taman.

"Hah gak tau ah! dua puluh ribu bisa beli tiket masuk surga gak ya?" Rara kembali memikirkan hal yang aneh.

Rara pun kembali hanyut dalam pikirannya, setelah lama berpikir belum juga terlintas dalam pikirannya pekerjaan apa yang bagus.

Rara pun membaringkan badannya di rerumputan itu, sambil memandang langit yang cerah dan di penuhi awan.

"Woi Beb, ngelamun bae," sarkas seseorang sambil menutupi pemandangan Rara, siapa lagi kalau bukan Dafi.

"Ah ini lagi, ngerusak pemandangan aja lo!" sambar Rara.

"Yaelah gitu amat lo yang," timpal Dafi masih tetap dengan posisi yang sama.

"Yang, yang, Bapak lo yang, yang!"

"Sok lo, padahal dulu aja manggil Beb." Dafi pun ikut berbaring di rerumputan itu, tepatnya di samping Rara.

"Kenapa sih Ra?"

Dafi pun mulai membuka suara, namun Rara terlihat sedang berpikir, apa yang harus dia katakan.

"Daf lo punya pekerjaan yang banyak menghasilkan uang gak?" tanya Rara.

"Beuh ada, tapi lo masuk dalam geng," jawab Dafi antusias.

"Gue gak mau kalo masuk geng!" hardik Rara.

Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang