29. Diam Bukan Berarti Rela direndahkan

832 93 17
                                    

"Rara Angeline dipanggil ke BK." Seorang laki-laki yang menduduki jabatan ketua osis masuk ke dalam kelas XII MIPA 3, dan langsung memanggil nama Rara.

Semua murid di dalam kelas menoleh ke arah laki-laki yang sedang berdiri di depan pintu itu. Mereka hanya mengenal laki-laki itu karena jabatan ketua osis.

Rara menatap laki-laki itu sinis, padahal saat ini sedang jamkos. Karena guru yang mengajar, yaitu Pak Yuda sedang melangsungkan pernikahan. Sungguh tak santai muka Rara menatap Chandra.

"Biasa aja mukanya," cerca Chandra saat Rara berjalan mendekatinya. Sedangkan Rara mengumpat kesal dalam hati, ternyata zaman ke zaman, adik kelas semakin tak ada akhlak.

Rara berjalan santai di ikuti Chandra disampingnya, sesekali Chandra melirik Rara sekilas. "Mampus lo dipanggil, makanya jangan bolos." Kata-kata mengejek itu terlontar dari ketos yang sering disebut Rara banci.

Rara tetap diam, pandangannya fokus ke depan. Menuju ruang BK yang cukup jauh dari kelasnya.

"Ntar pasti lo dihukum." Chandra tergelak sebentar. "Kalo lo dihukum jangan minta bantuan gue ya, gak sudi." Chandra kembali tergelak padahal tak ada yang lucu.

Rara tetap diam, sambil berjalan santai tanpa berniat meladeni bocah di sampingnya itu.

"Jangan salahin gue ya kalo lo dihukum, siapa suruh lo bolos," tukas Chandra lagi, sambil memasukkan tangannya ke kantong celana.

Saat ruang BK sudah tepat di depan mata, Chandra kembali berujar. "Mampus lo, nyawa lo ada di ujung tanduk. Masa depan lo bakal sirna."

Rara diam, lalu ia menghadap ke samping, menatap Chandra datar. "Oh."

Hanya itu kata yang keluar dari mulutnya, setelahnya ia masuk ke dalam ruang BK. Sedangkan Chandra menahan amarahnya mati-matian.

"Permisi Buk," salam Rara sambil mengetuk pintu ruang BK, setelahnya ia langsung duduk di kursi yang tepat berhadapan dengan Buk Ria - Guru BK -

"Jadi langsung aja Ra." Ibuk Ria lalu menghidupkan komputernya.

"Di sini terhitung hanya dua bulan uang sekolah yang telah dibayar. Padahal sekarang bulan keempat akan berakhir." Jelas Ibuk itu dengan pandangan yang tak terlepas dari Komputer.

Ibuk Ria lalu mengalihkan pandangannya ke Rara. "Jadi bagaimana Rara? Biasanya orang tua kamu akan selalu mentransfer ke Ibuk. Dan akan langsung di lunasi."

Rara bungkam, apa yang harus ia katakan. "Mung-kin me-mereka lupa buk," jawabnya gugup.

Guru di depannya itu menghela nafas panjang, "kalo kamu ada masalah keluarga bisa cerita dengan Ibuk sekarang juga."

Rara kembali terdiam, ia memandang guru yang ada di hadapannya ini bingung. Ia tak ingin menceritakan semuanya, ini terlalu rumit. Tak ada penjelasan pasti tentang semuanya. Semua seperti semilir angin yang cepat berhembus, namun meninggalkan luka mendalam.

Rara berpikir lagi. "Gak ada masalah apa-apa Buk. Secepatnya akan dibayar Buk."

Guru yang belum begitu tua itu mengangguk, setelahnya Rara pergi meninggalkan ruang BK itu. Saat tepat di luar ia memandang jengah Chandra yang masih berdiri di sana.

Rara berlalu dan di ikuti oleh Chandra. "Gimana lo di suruh bersihkan WC? Atau nyapu seluruh ruangan?" Pertanyaan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan masalah Rara.

Ternyata semua yang di katakan Chandra tak benar. Bagaimana mungkin manusia sok tau, sok akrab, dan sok berani ini menjadi ketua Osis?

Chandra terus mengikuti langkah Rara sambil mengoceh tak jelas dan tentunya Rara hanya diam saja.

Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang