37. Dia Menghilang

804 87 28
                                    

Angga bungkam, benar-benar bungkam. Waktu seakan berhenti berputar, dunianya runtuh. Ia menatap miris tetesan darah yang diterangi lampu jalan. Ini tempat ia meninggalkan Rara.


"Aku nyesal nurutin mau kamu Ra," gumam Angga lirih.

"Kak sebenarnya ini kenapa?" Airin yang masih memakai seragam Cafe menatap Angga--bingung. Tangan Angga terkepal kuat.

"Vina psikopat...." Angga diam beberapa detik, tak sanggup melanjutkan semuanya.

Airin membungkam mulutnya tak percaya. Rasanya sungguh tidak mungkin, Vina itu menurutnya orang baik yang selalu perhatian kepada orang di sekitarnya.

"Rara dalam bahaya, pasti sekarang Vina yang bawa dia."

Airin tercengang, tubuh Angga bergetar hebat. Air matanya mengalir dari pipi lalu kedagu, beberapa butiran bening itu menetes.

Airin memegang tangan Angga dari belakang. "Kak Rara belum tentu di bawa sama Kak Vina. Kita cari Kak Rara sama-sama."

Angga berbalik memeluk tubuh Airin begitu erat, menumpahkan segala kesedihannya. Airin merasa tubuhnya seakan membeku. Kesunyian menjadi-jadi di sana, hanya ada hembusan angin malam.

Ia dengan ragu-ragu mengusap punggung kokoh Angga. Jantungnya semakin berdegup kencang, tanda apa ini? Angga melepaskan pelukannya.

"Kita cari Rara malam ini," pinta Angga.

"Ini udah malam banget Kak."

Alis Angga menukik tajam. "Enggak usah nawarin diri mau ngebantu, kalo lo gak tulus." Angga hendak pergi menuju Restoran tadi, hendak mengambil mobilnya yang terparkir di sana.

"Aku ikut."

••••

Kini Angga dan Airin sedang berada di depan sebuah rumah, hanya penerangan dari ponsel Angga yang mampu memperjelas penglihatan mereka. Jika dilihat rumah itu seperti sudah lama tak dihuni.

"Gimana kak kayaknya udah lama gak di tempati."

Angga menghela nafasnya. "Iya seingat gue Vina pindah, setelah gue pindah."

"Terus? Ini udah mau hujan."

"Lo emang gak tau rumah Vina yang baru?"

"Aku tau Kak," jawab Airin.

Angga memutar bola matanya malas, "kenapa gak dari tadi sih."

Airin diam, ia pun memilih mengikuti Angga yang memasuki mobil sport warna putih. Hari semakin malam, satu yang ada di benak Airin, Niko--adiknya pasti sedang mengkhawatirkan dia.

Hampir tengah malam, petir terus bergemuruh menandakan akan turunnya hujan. Seakan tak mempedulikan itu semua, Angga tetap menginjak pedal gas mobil itu, begitu cepat. Airin sedari tadi menunjukkan ke mana arah rumah Vina.

Brak

Saat telah sampai Angga menutup pintu mobil begitu kencang, bahkan sampai membuat Airin bergidik terkejut. Airin melihat begitu jelas bagaimana kepanikan Angga, ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"VINA KELUAR LO!" Angga menggoyang-goyangkan pagar besi itu.

"VINA! BUKAN GINI CARA LO KALO SUKA SAMA GUE!" teriak Angga. Ditengah kesunyian malam, hanya suara Angga yang terdengar nyaring.

Bug

Tangannya tak tinggal diam, Angga memukul pagar besi itu. Tak peduli tangannya akan terluka, Angga terus memukul-mukul pagar itu, emosinya meluap. "BANGSAT! VINA KELUAR LO!!!" Bahkan kini, kakinya ikut menerjang pagar itu ia seperti kesetanan.

Anggara (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang