Gelap malam seringkali justru menyingkap rindu yang telah coba dikubur dalam. Saat gemerlap bintang menjadi satu-satunya teman dalam sepi yang mencekam. Nyatanya sinar rembulan tak dapat meredam derai air mata yang menggambarkan luka hati mendalam.
Jungkook membaringkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur. Melirik jam di dinding kamar, nyaris tengah malam dan ia baru saja selesai dari rutinitas hariannya yang membosankan. Hari ini sepulang sekolah ia mengikuti kursus piano dan bahasa Jerman, setelahnya harus kembali duduk di ruang belajar untuk mengikuti les pelajaran tambahan dari guru Han.
Jungkook menatap langit-langit kamarnya, pandangannya menerawang jauh akan keadaan hidupnya. Bohong jika ia bilang ia tidak lelah dan bosan atas rutinitas monoton yang telah kedua orang tua nya jadwalkan.
Terlahir dari keluarga yang orang sebut sempurna tentu membuatnya dituntut harus menjadi anak luar biasa dalam segala hal.
Ia menggulingkan tubuhnya menyamping melihat sekeliling kamar luasnya yang didominasi warna putih dan abu-abu,tidak ada banyak barang dikamarnya. Jangan pernah berharap menemukan game konsol atau hal menyenangkan lainnya disini, hanya ada rak yang di dalamnya berjajar rapi buku-buku pelajaran dan ensiklopedi, lemari kaca besar dengan deretan piala dan medali penghargaan, meja belajar dengan satu set komputer dan satu yang mungkin kontras dari semuanya adalah satu rak kecil berisi beberapa action figure ironman yang di tata oleh Namjoon, action figure tersebut juga hadiah dari Namjoon di setiap hari ulang tahun dan kenaikan kelasnya dimana ia selalu mendapat peringkat pertama.
Jungkook meraih ponsel dan coba melihat aplikasi pesan yang nampak kosong, belum ada kabar dari orang tua dan juga kakaknya. Pesan terakhir yang Jungkook kirim untuk mereka kemarin bahkan belum sempat mereka baca atau memang sengaja tidak mereka baca. Menghela nafas berat, dia merasa begitu miris dan tanpa sadar air mata kembali mengalir dari sudut matanya dan membasahi bantal.
Jungkook meringkuk memeluk diri, menangis terisak dengan suara yang coba ia redam dengan menenggelamkan wajah pada bantal. Jungkook merasa begitu kesepian, meski sejak kecil ia telah dibiarkan berteman sepi namun nyatanya tak pernah membuat Jungkook merasa terbiasa.
Jungkook begitu merindukan kedua orang tuanya, merindukan dekap hangat dan kasih mereka yang bahkan hanya menjadi angannya selama ini. Jungkook merindukan kakak nya, merindukan waktu yang pernah mereka lalui bersama.
Meski sejak dulu ia memang begitu jarang menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya, namun ia tidak pernah merasa sesepi ini, dulu ia pernah sempat merasa sedikit hangat saat kakak satu-satunya yang ia miliki mendiami tempat ini, saat kakak nya berada dekat dengannya dan menjadikan Jungkook pusat dunianya. Kini kakaknya telah pergi yang katanya tengah mengejar mimpi dan kembali meninggalkan Jungkook sendiri.
Jungkook rindu, rindu rasa bahagia dan tawa yang telah lama hilang dari hidupnya.
Tangis itu semakin lirih yang entah pada pukul berapa saat mata Jungkook samakin berat dan terpejam terjatuh dalam lelap.
Paginya Namjoon mendapati Jungkook yang tengah tertidur dalam posisi meringkuk, memperhatikan wajah anak itu, pucuk hidungnya memerah dengan bekas air mata di pipinya.
Namjoon memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya, pukul lima pagi, ia akan memberi waktu untuk Jungkook tidur lebih lama.
Meninggalkan tempat tidur Jungkook dan beralih pada meja belajar anak itu untuk memeriksa beberapa tugas sekolah dan bukunya.
Mengambil sebuah buku dengan sampul hitam yang selalu menarik perhatiannya. Ia tau bahwa ia begitu lancang, namun rasa peduli yang begitu besar membuat Namjoon membuka lembar demi lembar catatan harian Jungkook yang lebih mirip sebuah keliping seorang fans untuk idolanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Come Back Home
FanficJungkook hanya ingin tempat yang ia sebut rumah juga menjadi tujuan untuk keluarganya kembali pulang. Cover by @dwiinfantriani