130. Puisi Cinta Termalang

5 1 2
                                    

Aku dulu mencintaimu
Jutaan tahun,
Saat Tuhan menciptakan bumi dan alam semesta ini
Atau saat Adam dijatuhkan ke tanah yang penuh elegi
Andai garis temu tak menakdirkan nama kita di buku kehancuran

Andai seorang Ibu yang mengandung sembilan bulan tak pernah sudi terengah-engah melahirkan anak yang tak lain itu ialah aku.
Mungkin, aku tak akan pernah merasa hancur
Air mataku tak akan pernah melebur
Karena itu, senyum di wajahku kini bebas menganggur dan enggan untuk dihibur
Dan kini harapan-harapan pun sengaja kukubur

Aku dulu mencintaimu dengan kebodohan yang tak pernah kausadarkan
Aku dulu mencintaimu mengalahkan kepercayaanku pada matahari yang Tuhan ciptakan

Kepercayaanku kuseluruhkan untukmu
Bakat-bakat yang tak pernah kucari sudah kuberi padamu

Rindu, pilu, biru, mata yang sayu,
Dengan kaki-tanganku terpasung kecewa
Mata, bibirku kelu sebab terluka
Namun kepalaku terus merdeka menerka kau kan pulang dengan cinta yang sama

Detik, berdetak
Harapan berserak
Dunia terus maju menuju kehancuran
Aku terus hancur menuju lubang penderitaan

Sayang, sebelum kau melaju
Aku sudah lebih dulu sampai
merasa pahit dan panasnya api dari matamu
Pada mata keAgungan cinta yang didamba
Dan pada kearifan dusta yang kuterima
Menggigil aku pada setiap aamiin yang semakin Tua

Jutaan aksara sudah termaktub
Namun rahangmu masih tertutup
Diam-diam aku rajut lagi harapan tapi sengaja di diamkan
Kupanjat lagi doamu yang tinggi
Tapi aku kaubiarkan terhempas ke dasar elegi

Tak lagi aku menapaskan namamu
Tak lagi menjadikanmu jantungku
Tak lagi mendewakan kenanganmu
Dan tak lagi aku menjadikanmu sebagai kekuatanku
Sebab sudah bukan semacam candu

Saat aku menyanggupi semuanya
Saat aku melawan dan menajamkan apa yang tak kupunya demi cinta
Kau sibuk pergi bertamasya mencari cerita yang lainnya yang katamu mereka lebih berguna lalu aku bukanlah tandingannya

Aku masih mampu berjalan walau tanpa alas-alas harapan
Aku mampu berdiri dengan luka
Jika tak bisa, aku masih bisa merangkak dengan lebam di sekujur bilik dada yang pernah kau hunus dalam-dalam di jantung doa.

Aku bukan seperti penantian yang ditunggu
Yang mampu melelapkan mataku dengan keadaan bahagia

Aku bukan seperti senja kau puja
Bukan seorang dewi yang patut kau jaga dari marabahaya

Aku bukan titisan dari para maharani
Namun aku juga bukan pencuri
Yang terus memilih kebahagiaan yang kaucari
Tapi jangan kau tinggalkan nyeri di sini
Aku seperti rahim puisi yang sudah kau gugurkan sebelum ia bisa dibacakan

Aku memang terlanjur menyeduh sedih
Meneguk segelas perih yang tertulis rapi
Dan di atas meja yang kau tinggalkan hanya ada hidangan penutup tanpa pencuci mulut

Lagi,
Aku seperti orang terbuang
Yang di balik angsana sengaja ditinggalkan

Sayang, ini hadiah terakhir
Puisi cinta paling terbuang yang pernah kuukir
Wajah perasaan yang sekian musim mengalir lalu berakhir di ujung takdir
Sebab, percuma bila kau membacanya
;kau tak akan pernah mengerti apa-apa
Tahumu hanya menyukai
Kebaikanku kau tempa menjadi belati
Aku yang tak ingin kau cari
Harapan kau kunci

Aku baru sampai di pelabuhan senyummu dan kau bilang ibu kota tak pernah merindukanku
Maaf, katamu.
Kau usir impianku selayak gelandangan yang terlunta hidup di setiap doa baikmu.
Diam-diam terlanjur kau hanyutkan aku pada khianat
Kuberi cinta kau bilang aku sesat
Kujanjikan kau sebuah tawa
Kaubilang aku pendusta
Aku beri kau jantungku
Kau bilang tak perlu
Kuberi lagi sejuta tawa
Namun kau hadiahi kecewa

Dulu saja, saat kau terluka dan butuh obatnya
Aku datang, pelan-pelan mengobati luka yang tak kasat mata di debar hatimu
Namun sekali lagi kau hadiahi aku kecewa
Dan kini aku-kauvonis tak berguna

Ya, ragaku masih utuh berfungsi
Tapi jiwaku yang setengah engkau, sudah kubaluti dengan kain putih lalu kukubur sendiri
Sisa-sisa rinduku pun sudah kukafani

Duhai permata yang pernah menjadi penerang bumi
Yang kini jadi langit jutaan impi dalam puisi tak bernadi
Untukmu, perasaan yang mati
Dariku, yang telah wafat mewujud dalam puisi

#Sebatanghati, 27 agustus 2020
#Kemarahanhati

Sebatang hatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang