7. Pseudo Desire

1.6K 208 70
                                    

Siapa yang kangen nih?

.
.
.

Mengapa kita menginginkan hal yang seharusnya tidak diinginkan ketika semua telah berubah?

.
.
.

Tidak ada yang lebih menyedihkan dari diri sendiri yang diperlakukan seperti sampah. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari dibuang setelah tidak berguna lagi. Terlebih orang yang melakukannya adalah orang yang kau anggap orang paling baik di dunia. Memang benar, orang baik akan ada saatnya menjadi orang paling jahat untukmu.

Terlupakan adalah sanksi paling nyata.

Jinri tidak marah kepada siapapun, apalagi menyalahkan Jungkook. Ia hanya merasa kecewanya yang sudah semakin dalam. Maka yang ia lakukan saat ini hanya membiasakan diri. Berharap jika pria itu mengecewakannya lagi, tidak ada rasa sakit yang menghujamnya habis-habisan. Jinri tidak membiarkan itu terjadi.

Hubungannya dengan Jungkook tidak lagi ia pikirkan. Jinri hanya ingin menata hatinya. Ia akan terus mengikuti ke mana pria itu akan membawa alur hubungan mereka. Sampai ia lelah dan ketika Jungkook menyerah atas dirinya, maka Jinri sudah tidak apa-apa. Bila pertemuan mereka adalah kesalahan, maka perpisahan adalah kebenarannya.

Jinri tidak lagi menaruh harapan terlalu tinggi, terlebih kepada pria yang sebentar lagi akan menduakannya.

Seperti hari ini, tanpa mempermasalahkan apa yang sudah terjadi di antara mereka kemarin, Jinri berdiri di dalam gedung perusahaan milik Jungkook. Bersama Mingyu yang akan selalu mendampinginya. Keduanya sedang berada di dalam lift yang akan membawa keduanya ke lantai di mana ruangan Jungkook berada.

Awalnya tidak ada yang berbicara di antara keduanya, sampai akhirnya Jinri memilih memecah hening. Ia berdeham sebelum memanggil nama pria itu. "Kim Mingyu."

Mingyu yang berada di sebelah Jinri lantas menoleh. "Ya, ada apa?"

Jinri mengubah posisi tubuhnya menjadi menghadap Mingyu lantas mendongak untuk menatap wajahnya. "Yang kemarin, tolong jangan salah paham."

Sejenak Mingyu tidak mengerti apa yang sedang Jinri bicarakan. Sampai pada akhirnya ia tahu, jika Jinri sedang membicarakan perihal kejadian kemarin. Saat wanita itu menyebut dirinya adalah kekasih wanita itu di hadapan Jeon Jungkook. Satu sudut bibirnya terangkat, membuatnya tersenyum kecil. "Tidak masalah, aku mengerti apa maksudmu."

Jinri tersenyum mendengarnya. Mingyu memang sebaik ini. Dia orang yang sabar dan tidak mudah menyimpulkan sesuatu.

"Boleh aku minta bantuanmu ... lagi?" tanya Jinri hati-hati.

Mingyu mengangkat sebelah alis sembari menatap Jinri. "Apa itu?"

Kedua tangan Jinri menyatu di depan wajah. "Kumohon jangan marah dan izinkan aku menganggapmu sebagai kekasih di hadapan pria itu," kata Jinri dengan tatapan memohon.

Tidak langsung menjawab, Mingyu memilih terdiam selama beberapa saat. Ada perasaan enggan ketika Jinri menggunakannya hanya untuk menghadapi Jungkook, tetapi ketika melihat tatapan memohon wanita itu ia tidak tega. "Baiklah, aku bisa mengerti kondisimu."

Jinri tersenyum lebar. "Maaf atas keinginanku ini, tapi terima kasih. Kau sangat baik."

Mingyu hanya tersenyum simpul hingga suara denting lift menarik perhatian keduanya untuk segera keluar. Mereka berjalan beriringan tanpa suara menuju ruangan Jungkook.

Beberapa meter dari ruangan pria itu, langkah Jinri terhenti saat melihat Sena keluar dari dalam ruangan itu. Tatapannya terpaku pada wanita itu, sampai kakinya merasa enggan untuk melangkah.

A Cruel Husband ; ExtendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang