8. Disillusionment

1.5K 177 30
                                    

Mengapa harus memberi harapan besar ketika pada akhirnya hanya ada begitu banyak kekecewaan?

***

Sampai kapan?

Hanya itu yang selalu muncul dalam benak Jinri. Sampai kapan ia harus menjalani semua ini atau sampai kapan ia harus bertahan. Ia ingin semua cepat berlalu, keadaan tidak lagi mencekik, dan perasaan tidak lagi menyakitkan, Jinri ingin tahu, kapan ia harus menyerah. Pada hal yang sudah sangat sulit ia pertahankan, hal yang mungkin sebenarnya memang bukan menjadi miliknya. 

Hingga pada detik ini, Jinri menjadi semakin dibuat bingung akan perasaannya juga keinginannya. Ia sama sekali tidak ingin berada di posisi ini, tetapi ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari belenggu ini. Bila ada yang bertanya apakah ia ingin semua keadaan berubah seperti sedia kala, maka jawaban sudah pasti iya, Tentu dengan sangat senang Jinri menginginkan itu jika memang dikembalikan. Namun, daripada hal itu ia jauh lebih menginginkan anaknya. Jika saja anaknya selamat, mungkin saat ini ia merasa jauh lebih baik. Ada kehidupan lain yang akan setia mendampinginya melewati masa sulit ini. Ia tidak akan kesepian seperti malam ini.

Jinri berdiri di balkon kamarnya. Kedua tangannya terlipat dengan bertumpu pada pembatas, sedangkan matanya hanya memandang pemandangan kota pada malam hari yang begitu indah. Dari ketinggian, lampu-lampu yang bersinar terang terlihat seperti kunang-kunang. Gemerlap dengan segala keindahannya yang menyejukkan mata. Angin yang berhembus membuat helaian rambut Jinri yang terurai berterbangan. Suhu cukup dingin, terasa nyaman untuk seseorang yang sedang kesepian seperti dirinya.

"Tidak!"

Di tengah-tengah suasana yang cukup senyap, tiba-tiba suara Jungkook terdengar. Membuat atmosfer lamunan Jinri hancur seketika. Jinri menoleh ke belakang, tepatnya pada tempat tidurnya yang sudah dibaringi oleh Jungkook sejak beberapa jam yang lalu. 

"Jinri-ya!" 

Suara Jungkook yang memanggil namanya terdengar gelisah. Begitupun dengan tubuhnya yang bergerak-gerak tidak nyaman. Jinri segera menghampiri Jungkook. Pria itu semakin bergerak gelisah dengan racauan yang keluar dari mulutnya. Dahinya juga berkerinat. Jinri tidak tahu apa yang terjadi, tetapi yang jelas ia harus segera membangunkannya.

"Jungkook-ah!" Jinri mengguncang kedua bahu Jungkook. ia bisa melihat bagaimana Jungkook memejamkan matanya begitu erat hingga membuat dahinya berkerut dalam.

"Bangun Jungkook!" Jinri mengguncang bahu Jungkook lebih kencang, dan tak lama kemudian pria itu terjaga dengan napas yang tersenggal.

Jinri menatap nanar Jungkook yang berusaha keras mengatur napasnya. Di hadapannya Jungkook sangat kacau. 

"Kau baik-baik saja?"tanya Jinri. Namun Jungkook tidak menjawab. Pria itu masih mengatur napas. Satu tangan Jungkook mencengkram tangan Jinri hingga bisa merasakan bahwa tubuh pria itu tremor. Jungkook sudah jelas tidak baik-baik saja.

"Biar kuambilkan minum." Jinri sudah akan beranjak, tetapi Jungkook menarik tangannya hingga ia jatuh terduduk lagi. 

"Jangan pergi," ujar Jungkook. Pria itu memeluk tubuh Jinri erat. 

Jinri terpaku di tempat. Tubuh keduanya yang tidak berjarak membuat Jinri dapat merasakan debar jantung Jungkook meningkat. Dengan perlahan, tangan Jinri terangkat untuk mengusap punggung pria itu. Perlahan dan lembut agar Jungkook bisa lebih tenang.

"Sepertinya kau baru saja mimpi buruk," tebak Jinri.

"Hm, sangat buruk," balasnya. Matanya masih terpejam dengan kepala yang disandarkan pada bahu Jinri.

A Cruel Husband ; ExtendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang