28. Afraid to Lose Again

657 102 8
                                    

Melihat Jungkook tertabrak mobil tepat di depannya, seperti melihat kejadian pada masa lalu. Di mana saat itu Jungkook tertembak dan dibawa oleh beberapa orang menggunakan helikopter. Rasanya jelas sama sakitnya untuk Jinri.

Jinri tidak tahu kalau ternyata dia pingsan. Jadi, ketika membuka mata, dia histeris mencari Jungkook. Ibu mertuanya dan kakaknya tidak pernah berhenti menenangkannya. Mereka bilang Jungkook masih berada di ruang operasi. Pria itu mengalami beberapa patah tulang serius.

Yang Jinri lakukan di saat-saat seperti itu adalah terus menangis dan berdoa. Dia tidak ingin hal yang lebih buruk menimpa Jungkook. Sesekali dia bertanya-tanya, mengapa dia dan Jungkook mendapat nasib seburuk ini?

"Kau makanlah dulu." Hyewon membawa suapan bubur dalam sendok ke hadapan Jinri.

Jinri menggeleng lesu. Bagaimana dia bisa bernapsu makan kalau hati dan pikirannya terus terbayang Jungkook?

Hyewon menghela napas. "Jangan seperti ini. Setidaknya pikirkan bayimu, dia butuh nutrisi darimu."

Seketika Jinri tersadar bahwa dia sedang mengandung. Jinri mengusap erutnya. Apa yang dia lakukan? Dia boleh saja sedih, tetapi tidak harus sampai mengabaikan bayinya. Kalau Jungkook tahu hal ini, pria itu mungkin akan marah.

Senyum Hyewon mengembang ketika Jinri mulai membuka mulut dan makan perlahan. Dia sama sekali tidak tega melihat menantunya yang syok dan seperti tidak memiliki semangat.

"Jangan menangis terus. Simpan air matamu untuk hari bahagia kalian saja." Hyewon mengusap air mata Jinri yang lagi-lagi mengalir di pipinya, berusaha membesarkan hati perempuan itu.

"Maaf eomma." Jinri berkata lirih.

"Tidak ada yang perlu minta maaf di sini. Satu-satunya yang harus minta maaf adalah pelaku yang menabrak Jungkook."

Wonwoo yang duduk di sudut sofa mengeraskan rahang. Kondisi Jinri sekarang mungkin membuat wanita itu belum menyadari, tetapi Wonwoo jelas sudah bisa menebak siapa dalang di balik kejadian ini.

***


Perlahan matanya terbuka. Jungkook merasa tubuhnya nyeri di beberapa titik. Jelas saat ini dia kesulitan bergerak. Matanya bergulir ke samping menemukan Jinri yang tertindur dengan menelungkupkan kepalanya di atas tangan Jungkook.

Melihat Jinri, perlahan senyum Jungkook tersungging. Tangannya bergerak ingin mengusap wanita itu, tetapi hal itu rupanya membuat Jinri terjaga.

Jinri melebarkan mata ketika melihat Jungkook sudah membuka mata. "Kau bangun." Nada suara Jinri terdengar antusias dan bahagia. Namun matanya berkaca-kaca.

"Aku membangunkanmu?" Jinri bertanya lemah.

Jinri menggeleng. "Tidak masalah. Kau bagaimana, pasti tubuhmu sakit-sakit, kan? Apa yang harus kulakukan."

Jungkook tidak tahu harus menangis atau tertawa. Rasa khawatir Jinri membuatnya tersentuh, tetapi tidak dapat dipungkiri kalau dia menyukai wajah panik Jinri saat ini. Terlihat menggemaskan.

"Ini baik-baik saja," balas Jungkook sambil tersenyum.

Mata Jinri semakin panas melihat kondisi Jungkook. Dokter bilang selain kaki dan tangan, Jungkook juga mengalami patah tulang rusuk. Perlu waktu cukup lama untuk proses penyembuhannya.

Jinri terisak. Dia tidak lagi bisa menahan air matanya di hadapan Jungkook. "Aku benar-benar takut. Kau ... di hadapanku kau terluka."

Tangisan Jinri adalah salah satu yang membuatnya hancur. Melihat bagaimana tetes demi tetes air matanya turun, Jungkook merasa tidak berdaya. Mendapati dirinya adalah penyebab wanita itu bersedih, Jungkook merasa bersalah. Namun dia bersyukur setidaknya hanya dia yang terluka malam itu.

"Tidak perlu takut lagi. Aku di sini bersamamu." Jungkook berusaha menggerakan tangannya untuk mengusap punggung tangan Jinri.

Jinri menyusut sisa air matanya dengan ujungan lengan bajunya. "Kalau terjadi sesuatu yang lebih buruk dari ini bagaimana, Jungkook. Bayi kita bahkan belum lahir." Jinri menggelengkan kepalanya berkali-kali. "Aku terus memikirkan hal yang aneh."

Sesekali Jinri memikiran bagaimana kalau saja Jungkook benar-benar tidak selamat. Dia tidak bisa membayangkan hari di mana dia harus kehilangan seseorang yang dia sayangi atau bagaimana kondisinya saat melahirkan tanpa ditemani Jungkook. Sakit, jelas rasanya berkali lipat sakit.

Jungkook mengerti apa yang dirasakan Jinri. Wanita itu ketakutan akan semua kemungkinan yang terjadi di masa depan. Hanya saja sekarang yang bisa Jungkook lakukan adalah menangkannya, berkata bahwa semua akan baik-baik saja.

"Semua akan baik-baik saja, Jinri."

Jinri menegakkan tubuh. Dia teringat sesuatu. "Di mana Kak Wonwoo?" Jinri menoleh mencari Wonwoo, tetapi di ruang rawat hanya ada dirinya dan Jungkook.

"Ada apa?" tanya Jungkook.

Jinri menggeleng. "Kau istirahatlah. Aku akan panggilkan eomma untuk menemanimu. Aku akan mencari Kak Wonwoo, ada yang harus kubicarakan dengannya."

***

"Jadi benar itu semua ulah Sena, kan?" Jinri memandang lurus Wonwoo di depannya. "Kali ini bukan kaki tangan Sena yang melakukan, tapi wanita itu sendiri."

Mendengar dugaan Jinri, mau tidak mau Wonwoo menganggukan kepala. Sebelumnya dia sudah melakukan penyelidikan dengan beberapa orang yang dia tunjuk untuk menyelediki kasus ini. Seperti dugaan Jinri, Sena terlibat. Wanita itu bahkan yang mengemudikan mobil dan menabrak Jungkook.

Jinri menarik napas panjang, lalu menghelanya perlahan. Jinri marah, dia sangat marah. Namun dia berusaha mengontrol amarahnya.

"Sebaiknya kita mulai melakukan sesuatu, Jinri. Kalian tidak bisa hidup dengan bayang-bayang Hyun Sena terus menerus. Ini bukan lagi masalah hati, tetapi menyangkut hidup dan mati kalian." Wonwoo menggelengkan kepala. "Hyun Sena benar-benar tidak tertolong."

Wonwoo benar. Jinri tidak akan membiarkan Sena menjadi pedang tajam untuk hidupnya maupun Jungkook. Terlebih dalam beberapa bulan ke depan, dia akan segera memiliki anak. Setidaknya dia harus menciptakan dunia yang aman untuk anaknya.

"Aku sudah menyiapkan semua tentang insiden kapal tiga tahun yang lalu. Untuk kasus ini, bisa aku minta tolong padamu?" Jinri menatap Wonwoo berharap.

"Kau boleh mengandalkanku," balas Wonwoo sambil tersenyum.

"Tolong buat Sena dan keluarganya terjerat hukum yang berat. Pastikan dia tidak akan mendapat ampunan." Sesaat pupil Jinri menggelap. Tingkat kebenciannya pada Sena meningkat tajam.

"Kupastikan dia tidak akan hidup damai setelah ini."

Jinri mengangguk. "Terima kasih."

Sesaat Wonwoo mengamati Jinri. Hidup wanita ini terlalu rumit. Seperti permainan ular tangga, Jinri selalu jatuh bangun. Namun wanita ini begitu kuat dan tegar. Seolah hanya dirinya sendiri yang bisa menghancurkannya.

Dalam hati Wonwoo tersenyum kecut. Wanita seperti Jinri dulu pernah dia sia-siakan. Namun kini tidak ada yang perlu menjadi penyesalan. Semua hanya masa lalu. Kalau dipikir-pikir, Jinri memang paling cocok dengan pria seperti Jungkook.

***

Nulis ach itu butuh effort lebih dari ceritaku yang lain. Karena ini projek lama dan serba baku jadi ya gitu deh.
Mana gak kelar-kelar nih masalah hidup jungri.

Eits tapi bentar lagi ending kok. Mending jangan berekspetasi daripada sakit kayak dulu, wkwk.

Gak deh ya. Ntar malah jadi ada series 3 kan modar aku.

A Cruel Husband ; ExtendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang