9. A Million Of Longing

1.1K 149 21
                                    

"Di dunia ini kau hanya ada satu, dan itu milikku" -- Jeon Jungkook.

***

Tidak ada waktu untuk Jinri memikirkan betapa kacau hidupnya. Tidak untuk meratapi kisah cintanya yang terombang-ambing seperti kapal tanpa nahkoda. Hidup harus terus berlanjut dan tidak ada yang berubah hanya dengan memikirkan.

Selama seminggu ini, Jinri memilih menyibukkan diri dengan urusan pekerjaan. Terkadang memilih melewatkan jam makan hanya untuk memusatkan pikirannya secara penuh pada pekerjaan. Hal yang lebih penting. Setidaknya untuk saat ini.

Jinri ingin bernapas. Walaupun hanya sebentar. Dan selama itu ia sedikit merasa lega. Namun tidak untuk saat ini, ketika matanya kembali bersitatap dengan pemilik mata abu yang mendadak dibencinya. Di depan pintu apartemen, di hadapannya, Jeon Jungkook tersenyum. Entah untuk siapa dan apa maksud dari senyum itu.

Seminggu ini, Jinri menghindar dari pria ini. Menolak bertemu dengannya dengan berbagai alasan sekalipun urusan pekerjaan. Ia menyerahkan semuanya pada Mingyu. Jinri kesal dengan Jeon Jungkook yang tiba-tiba membuatnya kembali merasa tercekik. Sebab keberadaanya mengingatkannya akan hari di mana ia ditinggalkan.

Jinri bersiap untuk menutup pintunya lagi, tetapi lebih dulu di tahan olehnya.

"Sebentar. Aku ingin bicara," kata Jungkook.

"Maaf, aku hanya membicarakan urusan pekerjaan di jam kerja. Kalau kau bersikeras, kau bisa menghubungi sekretarisku Kim Mingyu." Sedatar mungkin, Jinri bicara.

"Kau mabuk?" tanya Jungkook tiba-tiba. Lalu wajahnya mendekat dan mengendus pelan. "Benar."

Jinri mengigit bibir bawah. Bau mulutnya yang menguarkan bau alkohol pasti sudah tercium indera pembau pria itu. "Bukan urusanmu," ketusnya.

"Berapa banyak?" tanya Jungkook. Dan Jinri merasa seperti anak remaja yang kedapatan mencicipi alkohol untuk pertama kalinya.

"Kukatakan sekali lagi itu bukan urusanmu, Jungkook-ssi."

Tiba-tiba saja tangan Jungkook terulur. Meraih sebelah pipi Jinri, dan mengusapnya dengan ibu jari. "Pipimu sudah merah, artinya sudah lebih dari satu botol yang kau minum. Benar?"

Meski enggan mengakui, sekejap Jinri sempat terpana dengan perlakuan Jungkook. Terlebih ketika kulit mereka bersinggungan. Menimbulkan sensasi baru untuknya. Terlebuh saat matanya bertemu dengan mata Jungkook. Dan sialnya, ia kembali bernostalgia.

"Jauhkan tanganmu!" Jinri menepis tangan Jungkook. "Katakan apa tujuanmu menemuiku?"

Jungkook sempat terdiam sebelum menjawab. Tatapan sulit dimengerti. "Hanya ingin minta maaf, dan memastikan Shin Rachel baik-baik saja setelah seminggu tidak bertemu denganku."

"Hanya." Jinri tertawa miris dalam hati. "Kau tidak perlu minta maaf. Aku baik-baik saja saat kau meninggalkanku tanpa pamit dengan benar." Jinri benar-benar menelan ludah setelah mengatakan ini.

"Aku sungguh minta maaf. Kau harusnya marah padaku, Rachel."

Jinri mengangguk-anggukan kepala pelan. "Ya, saat itu aku marah karena kau membuatku harus berjalan kaki cukup jauh untuk mendapatkan taksi dalam kondisi perut mual. Tidak ada yang lebih brengsek dari itu, kan?"

Jinri tertawa hambar ketika mengingat momen itu. Konyol sekali. Munkin keterangan seperti; wanita kesepian yang berjalan sendiri sangat cocok untuk itu.

"Sesuatu yang buruk terjadi. Jadi, aku tidak sempat untuk menemui atau mengantarkanmu pulang. Sena-"

Jinri hampir menutup rapat telinganya, tetapi pada akhirnya memilih mengangkat tangan ke udara. "Untuk alasan yang tidak jelas, aku membenci nama itu. Maaf harus mengatakan itu."

A Cruel Husband ; ExtendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang