3. Happiness and Destruction

1.8K 199 34
                                    

Kau adalah sumber kebahagianku, tapi tanpa kusadari kau juga sumber kehancuranku -- Jeon Jungkook.

***

Tidak pernah ada sebuah kehilangan itu menyenangkan. Semua bentuk kehilangan pasti rasanya menyakitkan. Entah bagaimana kehilangan itu bisa terjadi, rasa sakitnya begitu kejam. Seperti tidak hanya berhasil menggores, tetapi menusuk hati hingga yang paling dalam.

Mungkin bisa saja kehilangan itu tak berarti apa-apa bagi orang yang mati rasa emosional. Mereka tidak peka dan nyaris kehilangan perasaannya sendiri. Maka, katakanlah rasa sakit itu datang karena orang yang tidak bisa menerima konsekuensi atas sebuah kehilangan.

Kehilangan itu bukan hukuman, bukan juga hadiah. Kehilangan adalah takdir yang harus dijalani karena manusia memang tempatnya datang dan pergi.

Jungkook tidak pernah menyangka, Tuhan begitu senang membuat hatinya lagi-lagi harus merasakan sakit. Bahkan Jungkook tidak pernah tahu lagi bagaimana kondisi hatinya yang berkali-kali babak belur. Setelah merasakan sakitnya kehilangan Jinri, kini Jungkook harus dihadapkan dengan sakitnya kehilangan calon anaknya.

Jungkook tidak pernah tahu jika kehilangan calon darah dagingnya sendiri akan sangat menyakitkan. Hidupnya terasa semakin menyedihkan. Sampai ia sendiri tidak tahu harus bagaimana.

Alat tes kehamilan yang dulu pernah Jungkook temukan di laci nakas sudah membuktikan bahwa ucapan Jinri benar. Selama ini kecurigaannya yang terus ada pada tahap dugaan, pada akhirnya memang kenyataan. Jinri hamil kala itu. Namun, mengapa ia harus mengetahui setelah semuanya telah sirna?

Calon anaknya sudah tiada dan kini Jungkook juga tidak tahu lagi keberadaan Jinri. Setelah bertemu dan melepas rindu dengannya hari itu, esok paginya Jinri sudah tidak ada di rumah sakit itu. Wanita itu menghilang, begitu pula dengan Jihye yang tidak dapat ia hubungi. Semuanya seperti menghindarinya.

Hari itu Jungkook sangat senang karena bisa melepas rindu bersama Jinri. Berpelukan dan juga menangis bersama. Namun, hari ini rasanya ia seperti ditampar dengan keras agar bisa sadar diri. Kini tidak ada lagi Jinri yang bisa ia peluk, dia menghilang. Membuat isi kepalanya hanya ada wanita bernama Jinri hingga terasa membuatnya sakit kepala.

"Pak Jeon?"

"Pak? Anda baik-baik saja?"

Jungkook mengerjapkan mata, mencoba mengembalikan fokusnya pada orang-orang yang kini menatapnya aneh. Entah berapa lama ia sudah melamun padahal sedang rapat. Ia berdeham kecil lantas mengangguk.

Mata bulatnya melirik Wonwoo yang duduk di dekatnya. Pria itu terlihat sedang membisikkan sesuatu kepada sekretarisnya sebelum akhirnya menatapnya curiga.

"Pak, sebaiknya kita sudahi rapatnya. Sepertinya Pak Jeon sedang tidak fokus," ucap sekretaris Jungkook yang bernama Yejung.

Sejak awal Jungkook memang tidak fokus. Pikirannya terbagi pada Jinri. Karena hal itu lantas membuat Jungkook mengangguk kecil. Ia memang perlu sedikit beristirahat.

Yejung ikut mengangguk, lalu mengulas senyum kepada semua orang yang hadir di ruang rapat. Wanita itu memberi tahu bahwa rapat disudahi dengan alasan Jungkook yang sedang tidak enak badan sehingga tidak bisa berkonsentrasi. Setelah semua orang pergi, Jungkook baru kembali ke ruangannya, diikuti Wonwoo yang kini duduk di salah satu sofa panjang.

Selama rapat berlangsung Wonwoo terus memperhatikan Jungkook yang melamun dengan pandangan kosong. Sekarang ia lagi-lagi melihat Jungkook seperti itu. Pria itu sejak duduk hanya diam saja. Punggungnya bersender, sedangkan tangannya ia gunakan untuk menyangga kepalanya. Bila Wonwoo perhatikan lebih, wajah Jungkook lusuh dan pucat.

A Cruel Husband ; ExtendedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang