part 10

112 14 1
                                    

Bocah itu, Ranu bergerak gesit sekali. Kalau saja aku memakai celana, tentu aku akan mudah mengejarnya. Aku berdoa supaya tak menemukan hal yang aneh sepanjang aku membuntutinya. Berada di zaman ini, rupanya aku bukan tandingan anak kecil sekalipun. Niatnya aku membuntuti supaya kalau Ranu terjatuh atau ditimpa kemalangan, aku akan segera membantunya. Pasti Lasmi senang mengetahui anaknya diselamatkan olehku, dia akan berhenti mengomel semoga saja.

Justru aku yang ditimpa kemalangan itu. Sial, belum sepenuhnya kering luka di kakiku, aku malah tersandung tanaman hijau yang merambat. Ranu melihatnya tapi diam saja, dia pikir mungkin aku bisa berdiri dengan mudah tapi nyatanya aku tampak kesusahan melepaskan diri dari jeratan tanaman itu.

"Ranu, bantu aku."

"Tinggal minta maaf saja pada tanaman itu kak."

"Hah?"

Aku sepenuhnya mendengar apa yang dia katakan. Tentu imajinasinya sulit diterima oleh orang sepertiku. Aku harus meminta maaf pada tanaman? Aku salah apa padanya?

"Tanaman rambat, maafkan kakak yang satu ini, tolong lepaskan dia," ujar Ranu entah pada siapa

Ajaib, jeratan tanaman itu kemudian lepas begitu saja. Apa sebenarnya semua  tanaman itu bergerak sesuka hati? Aku jadi teringat akan sulur pohon yang bergerak bagai ular dan melemparkanku ke dunia ini.

"Mungkin mereka marah karena kakak tak memberi sapaan waktu masuk ke sini."

Kalau memang aku sedang bertamu ke rumah orang, tentu aku dengan senang hati akan memberi salam dan menyapa. Tapi ini hutan, tak terpikirkan akan menyapa dahulu. Bayangan babi hutan dan harimau yang justru terus terpikirkan olehku.

"Sejak kapan tanaman bisa bergerak dan mendengarkan permintaan maaf seperti itu, Ranu?"

"Temanku bilang kalau tanaman juga bisa mendengar apa yang manusia bicarakan dan keluhkan di sekitar mereka, kalau pembicaran itu mereka tak suka, bisa saja mereka menghukum manusia."

'tanaman ini...bikin aku susah melangkah saja'

Aku ingat aku pernah bergumam seperti itu saat mengejar Ranu. Jadi mereka bisa mendengar manusia? Dunia ini benar-benar ajaib.

Kalau tak salah aku baru saja mendengar dari mulutnya kalau dia tak punya banyak teman. Mungkin teman yang dia bicarakan adalah teman satu-satunya? Menurutku itu lebih baik daripada banyak teman tapi tak begitu banyak yang peduli. Tapi tetap saja Ranu adalah anak kecil, mempunyai banyak teman di usianya itu perlu.

"Kenapa kakak ngikutin aku?" tanya Ranu

"Kenapa kamu jalan ke hutan sendirian?"

"Aku mau main dengan temanku, tiap hari juga aku kesini."

"Temanmu yang mana? Bukannya yang lain sedang bermain di dekat sungai?"

"Aku punya teman yang lebih asyik dibanding mereka."

Ranu melangkah lagi, aku mencoba mengikutinya. Demi apapun ini sudah lumayan jauh dari mulut hutan, kalau tersesat kan bisa bahaya. Aku bahkan lupa apa saja yang aku lewati, kalau mau kembali ke tempat Kive dan Tania, aku harus menunggu Ranu kembali juga. Ranu adalah penunjuk jalanku untuk saat ini. Aku jadi menyesal telah nekat mengikutinya, tapi rasa penasaranku rupanya lebih mendominasi.
Setelah itu, Ranu berhenti di antara dua pohon besar. Spontan aku juga ikut berhenti.

"Kakak mending pulang, ibu pasti sudah siap mengomeli kalian."

"Biar. Kamu main saja, aku tak mengganggu. Aku cuma penasaran kok."

Anak kecil itu menghela napas layaknya orang dewasa. Dia seperti bukan Ranu yang kukenal di dekat ibunya.

"Naga!!!"

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang