part 17

80 8 0
                                    

Dari segelintir yang didengar penduduk, memang tak ada yang tahu bagaimana rupa seorang putri ketiga. Putra pertama kelihatan gagah dan tampan, sering mereka lihat sedang memanah di halaman kerajaan. Kadang juga ikut berburu dengan penduduk biasa di hari berburu. Banyak yang menyukainya, dia amat baik di setiap saat, menjelang upacara pewarisan tahta, penduduk pun banyak yang mengelu-elukannya. Tapi sekarang keadaan sedang berkabung, upacara tentu tak akan dilangsungkan dalam waktu dekat.

Putra kedua, penduduk menggambarkannya sebagai pangeran tatapan dingin. Susah sekali melihatnya tersenyum, paling tidak saat hari bahagia di festival panen, para gadis akan berdiri paling depan untuk menontonnya memainkan alat musik seperti suling. Jenius, misterius, seperti itulah Naga menilainya.

"Aku pernah sedikit mengobrol dengan pangeran kedua, dia memergokiku sedang membaca buku di satu ruangan saat melakukan pekerjaan. Karena ruangan itu dekat dengan kamar putri ketiga, dia hanya berpesan supaya jangan membuat kebisingan. Lalu dia mengizinkan aku melanjutkan membaca."

"Pernahkah setidaknya kamu mengintip sedikit saja untuk melihat bagaimana putri ketiga?"

"Aku tak berani. Bahkan hanya beberapa pelayan saja yang ditugaskan merawatnya."

Kami berjalan melewati tempat yang kemungkinan sedikit dilalui orang-orang. Sepi, sunyi, beberapa dari kami membawa kayu bakar dan sayuran sehingga nampak seperti penduduk normal lainnya.

"Setelah ini, aku mau bicara dengan kakek buyut dan menjadikan kalian sebagai pesuruh kerajaan juga."

"Apa kami perempuan juga nanti disuruh memandikan kuda? Meruncingkan ujung tombak?"

"Untuk kakak-kakak perempuan, aku punya pekerjaan lain yang lebih bagus."

"Apa itu?"

"Nanti kuberi tahu, siapkan diri, setelah ini kita menuju ke istana."

Setelah tak diperbolehkan menginjakkan kaki di istana Nagendra, rupanya dunia masih baik membiarkan kami menikmati sensasi berpijak di istana. Menjadi putri kerajaan, itu adalah cita-citaku saat masih taman kanak-kanak. Cita-cita yang sangat wajar di usiaku waktu itu. Sekarang, walaupun hanya berdiri di gerbangnya saja, rasanya cita-citaku telah tercapai.

"Bukan itu jalan untuk kita, para pesuruh kerajaan punya jalan lain untuk bisa sampai di istana," Naga berbelok dari gerbang dan memberi kode untuk mengikutinya

Aturan macam apa ini? Pembedaan kasta di zaman ini sudah lumayan keterlaluan. Bagaimana bisa mereka membuat jalan yang sempit khusus pesuruh kerajaan yang bahkan banyak membantu mereka.

"Menjadi pesuruh kerajaan bukan pekerjaan yang bagus, beberapa dari kami tak punya siapa-siapa lagi. Pihak kerajaan yang akan membantu menunjang hidup kita dengan syarat melakukan pekerjaan."

"Katanya kamu tinggal di gubuk dekat kandang kerbau, apa menurutmu berarti kerajaan membantumu?"

"Kak, aku bahkan tidur di tempat pemotongan daging di pasar yang amat bau sebelum kakek buyut merawatku. Setelah orangtuaku meninggal, tetangga di samping rumah berebut mengambil barang-barang di rumahku sampai ambruk karena pondasi kayu yang memang sudah reot. Mereka bilang orang tuaku harus membayar hutangnya."

Pembicaraan dihentikan sejenak, aku jadi merasa malu seketika. Ada berapa banyak orang baik di dunia ini? Waktu umurku enam tahun aku bahkan tak memikirkan apapun. Boneka mainan datang silih berganti saat aku merengek memintanya. Bukan tentang perbedaan dimensi waktu antara aku dan Naga, Yang masih peduli dengan penderitaan orang lain, sebenarnya ada berapa banyak orang yang masih memiliki itu? Aku sendiri tipe orang yang lumayan cuek dengan segala hal yang ada di sekitar. Satu prinsipku, jika tak bisa membantu orang lain maka jangan menambah kesulitan orang itu. Ah, aku jadi malu pada anak kecil yang bahkan celananya tampak sobek di beberapa bagian.

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang