part 32

66 11 0
                                    

Apapun yang terjadi, pesta panen tetaplah harus dilaksanakan setahun sekali. Jangan sampai tidak, karena dewi kemakmuran akan marah jika terlambat beberapa waktu saja. Kalau itu terjadi, bisa-bisa sawah di tanah mereka tak menghasilkan padi yang bagus. Atau paling buruk, di satu waktu hujan badai akan menyerang menghancurkan sawah-sawah yang masih hijau. Tak akan mereka biarkan hal itu terjadi lagi.

Maka raja meminta kami untuk membiarkan kami tinggal. Katanya kami harus merasakan bagaimana wujudnya pesta panen itu.

"Karena harusnya kita sudah berdamai, aku berencana mengundang seluruh warga Nagendra untuk merayakannya juga. Juga sebaliknya, ketika mereka mengadakan pesta panen, kami akan merayakannya bersama. Pesta panen terasa seperti dua kali dalam setahun, bukankah itu akan menyenangkan?"

"Aku akan mengajak keluarga Suwiryo," kata Rakai

"Siapa itu?" tanya raja

"Mereka yang telah membantu kami ketika tinggal di rumah mereka. Rasanya kami harus membalas kebaikannya," jawab Zein

"Iya, walau kadang menyebalkan sih."

"Siapapun boleh datang merayakan, sekaligus merayakan pernyataan perdamaian ini."

Perdamaian sudah di depan mata, apa yang putri ketiga minta dalam mimpinya sudah terlaksana. Kedua kerajaan hanya tinggal mengubah beberapa peraturan lama. Dua pohon besar yang berfungsi sebagai pembatas kerajaan sekarang menjadi lambang perdamaian. Tak ada ancaman akan dicambuk bagi orang yang melewatinya. Doaku terkabul, punggungku akan baik-baik saja sekarang.

Penari-penari senior kelihatan makin rajin berlatih. Formasi mereka sangat pas, tanpa keberadaan kami. Kalau kami ada di antara mereka, formasinya akan hancur tak berestetika. Aku tetap tak pandai menari sedikitpun ketika diajarkan sedikit oleh Nyi Wulan.

"Wajah-wajah lancip itu, pasti mereka akan rindu setelah kita pergi. Lihat saja," ujar Kive

Kakek Buyut dan Nyi Wulan terlihat semakin dekat saja, ketika bertemu mereka, wajahnya kelihatan teduh. Mereka orang yang telah mendukungku. Begitu juga Naga, kini aku melihat tubuhnya yang lumayan beirisi, lebih baik dari sebelum-sebelumnya. Katanya dia sangat senang karena akan lebih sering dan mudah bertemu dengan Ranu, teman di perbatasannya. Kisah mereka sangat unik dan menginspirasi. Si jenius yang suka membaca buku saat menyelinap ke dalam istana itu anak yang telah mengajarkan banyak hal. Kerasnya kehidupan sudah ia rasakan di usia belianya. Kesenangannya sederhana, setiap aku membicarakan bagaimanakah masa depan itu, matanya langsung berbinar. Bagaimana manusia bisa sampai ke bulan, aku hanya melanjutkan apa yang diceritakan Bang Sandy padanya bahwa manusia butuh roket untuk bisa sampai ke sana.

Masa depan tak sehebat itu kok. Justru semakin bertambah masa, makin rumit masalah demi masalah yang terjadi. Sebagai contoh, lihat bagaimana dunia kebingungan menghadapi masalah polusi yang makin menjadi. Lapisan ozon semakin tipis, bencana terjadi di mana-mana. Melihat bagaimana rupa masa lalu juga merupakan hal yang hebat. Aku suka bagaimana kadang-kadang logika tidak sejalan dengan kenyataan yang ada.

Kakek Buyut dan Nyi Wulan menyengir.

"Keadaan seperti ini memang benar-benar terjadi rupanya," ujar Nyi Wulan

"Betul, karenanya aku sedikit tak merasa khawatir ketika kalian, orang aneh, datang ke dunia kami."

Apa maksudnya? Aku sudah curiga betul pada kakek nenek itu. Ketika pertama kali bertemu, mereka memang berbeda dari warga lainnya. Mereka orang pertama setelah Naga yang memihak kami di wilayah Rajendra.

"Buku kuno, halaman sembilan puluh tiga."

Ada apa persisnya dalam buku kuno halaman sembilan puluh tiga tersebut, membuat kami penasaran.

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang