part 30

75 11 0
                                    

Betapa penduduk tak banyak mengenal bagaimana sikap sebenar seorang pangeran. Yang membuat aku jengkel adalah bagaimana beberapa penduduk Rajendra berbisik tentang pangeran kedua yang patutnya dituduh atas peracunan putri ketiga.

"Tidakkah kalian merasa tak nyaman bagaimana pangeran itu jarang sekali keluar istana? Dia kelihatan tak peduli pada kerajaan, tatapan jahatnya harusnya menjawab kalau dialah orang di balik semuanya."

Aku benci orang yang menyimpulkan sesuatu hanya dari satu sisi saja. Bisa saja aku menendang mereka yang berbisik dari belakang.

"Hei tenang, Aku tahu kamu ingin membela pangeranmu, tapi jangan membuat kekacauan saat ini."

Lalu tahu apa yang mereka katakan tentang pangeran pertama kemudian?

"Pangeran pertama baik sekali. Dia tak pernah menolak ajakanku berpanah bersama. Setiap bertemu dia juga selalu mengungkapkan kekhawatiran kesehatan adiknya yang makin menurun."

Sebuah tipuan cover yang indah sekali. Pangeran tatapan dingin yang justru setiap hari menghabiskan waktu dengan putri ketiga. Setiap detik dia selalu khawatir tentang adiknya. Satu alasan yang kuat dia jarang keluar istana alasannya adalah sederhana.

Dia sudah berjanji akan menjaganya sampai akhir hayat. Karenanya pangeran kedua tak pernah pergi jauh-jauh dari istana. Tak bisakah dilihat betapa tulusnya dia menyayangi? Sementara sama sepertiku, perempuan adalah orang yang lebih suka laki-laki yang melakukan aksi dibanding hanya bermodalkan mulut saja. Jika seseorang khawatir, tidakkah ia akan sering-sering menemui dan mengabarinya walau sebentar? Yang demikian tak dilakukan oleh pangeran pertama. Katanya putri ketiga sempat meminta untuk menemaninya, pangeran pertama berdalih jika ia sibuk berbaur dengan penduduk.

Pertunjukkan kembali dimulai, apa yang dikatakan pria dengan pengikat kepala merah saga akan menjadi hal paling bersejarah yang  aku alami di sini.

"Cepat katakan!"

"Orang yang telah menyuruhku..."

"Adalah aku, Ayahanda."

Meluncur dengan mulus, pengakuannya membuat gempar seluruh penduduk. Bagus jika dia mengakuinya sendiri.

"Apa maksudmu anakku?"

Bukalah matamu raja Rajendra, dari raut mukanya, raja kelihatan tak percaya dan malah menyuruh kedua putranya masuk ke dalam istana.

"Rajendra, kami sudah lama berdiri di sini. Tidakkah selesaikan saja masalah ini dan biar semua orang tahu kebenarannya."

"Betulll!!" Serentak para penduduk menyetujui

Raja menghela napas.

"Katakan apa yang ingin kau katakan, katakan pada semuanya kalau bukan kamu orangnya," kata raja pada pangeran pertama

Pangeran pertama maju paling depan. Kini wajah pucatnya telah hilang. Kive dan Tania yang berada di sisi kanan kiriku meremas tanganku kuat-kuat. Tak sabar melihat pangeran itu dicaci maki nantinya.

"Aku memang yang menyuruhnya. Tapi tunggu dulu, aku hanya merealisasikan keinginan seseorang. Seseorang bilang jika putri ketiga tak mempunyai harapan hidup yang lebih lama, aku mendengarnya kalau keberadaan putri ketiga hanya menjadi beban. Membiarkannya hidup lebih lama juga tak ada gunanya. Siapa yang berkata begitu? Dialah adik pertamaku."

Apa-apaan? Setelah terpojokkan masih saja dia memfitnah seperti itu. Aku tak dapat mempercayainya. Pantas kemudian pangeran kedua marah dan langsung meninjunya. Adegan ketidakharmonisan itu ditonton di hadapan penduduk.

"Aku tak pernah menganggap adikku sebagai beban. Cepat bilang kalau kamu kamulah yang menganggapnya sebagai beban. Kamu kesal kan? Berkali-kali ayahanda mengundurkan pewarisan tahta padamu karena dia ingin menunggu kemungkinan adik kita akan sembuh."

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang