part 19

60 13 0
                                    

Aku tahu bagaimana kehidupan ini penuh dengan kejutan. Terlempar sulur pohon lalu hidup di dunia kerajaan asing ini termasuk suatu kejutan. Bertemu dua orang pangeran kerajaan yang gagah dan tampan juga merupakan kejutan.
Kejutan yang kualami sekarang versinya sangat beda. Gila kali aku tiba-tiba diberi tahu kalau aku adalah putri ketiga. Tolong kalau memberi kejutan perhitungkan sedikit perasaanku. Orang-orang yang disekelilingku nampak kaget atas pernyataan dari pangeran tatapan dingin.

"Apa? Aku...bukan, yang kalian maksud itu bukan aku."

"Kalau bukan, bagaimana kamu memiliki wajah yang mirip dengan adik perempuanku?"

"Tak mungkin."

"Ya, kalian berdua begitu mirip."

Hanya mirip, bukan berarti aku adalah orang yang sama dengan putri ketiga kerajaan itu.

"Kita harus menunjukannya pada ayahanda, kak."

"Jangan adikku. Mereka hanya memiliki wajah yang mirip, menunjukannya pada ayahanda hanya akan memperburuk keadaannya. Dia sangat terpukul ketika kehilangan adik perempuan kita. Aku tak mau membebaninya karena bagaimanapun adik kita sudah meninggal, kita harus terima itu."

"Tapi...setidaknya bisa membuat ayahanda tersenyum karena kehadirannya."

"Tetap tidak bisa, kita harus membiarkan ayahanda mengikhlaskan takdir yang sudah terjadi. Ayo kita pergi, Nyi Wulan, tolong atur agar gadis ini tak tampil di hadapan raja."

"Aku sangat berharap jika pertemuan ini tak pernah terjadi. Dan kamu, entah siapapun kamu harusnya kamu tak berada di sini," lanjutnya lagi lalu bergegas diikuti adiknya, pangeran tatapan dingin.

Keadaan makin rumit, bagaimana ini? Kenapa aku memiliki wajah yang sama dengan putri ketiga itu? Bukan aku yang menginginkannya. Bahkan sama sekali tak kuinginkan karena orang-orang di sekelilingku juga mulai menatapku dengan aneh.

"Astaga, putri Meika...jadi selama ini kamu adalah seorang putri?"

"Kiv, tolong jangan bercanda."

Naga yang aku yakin dia memahami dengan jelas apa yang baru saja terjadi lalu bergegas lari menjauhi area istana.

"Oi!! Naga!!!"

Dia tak mendengarkan hingga aku tak melihat jejaknya lagi. Mungkin dia pulang ke gubuknya karena hari memang sudah gelap begini.

Nyi Wulan juga ikut menatapku dengan intens.

"Jadi selama ini putri ketiga memiliki tampang sepertimu?" Nyi Wulan menyentuh pipiku dengan telunjuknya

"Lumayan halus, tapi tak sehalus tingkah lakunya. Kalian ini sudah berkali-kali kubilang jangan pergi seenaknya. Baru kali ini kudidik penari yang tak beradab, seratus persen roh dewi tak akan mau masuk ke dalam tubuh kalian."

Malam itu kami menghabiskan malam pertama di kerajaan ini dengan agenda ritual menyebalkan sebelum akhirnya tidur di atas kasur kapuk yang telah ditaburi berbagai macam kembang. Beberapa kali aku batuk, bau bunga kertas lebih mendominasi dibanding bau mawar yang aku sukai.

***

Menolak lupa dengan kejadian kemarin, walaupun pagi ini sangat damai, aku masih bisa merasakan kecemasan sekaligus bingung. Di pendopo, beberapa wanita berwajah lancip berbaris rapih sebelum akhirnya pergi ke bangunan istana untuk menampilkan hiburan. Nyi Wulan bilang kalau beberapa hari terakhir ini tarian yang ditampilkan bukan sembarang tarian, tarian untuk melambangkan kematian juga memiliki sebuah formasi. Daripada menari untuk berbela sungkawa, harusnya lebih baik kerajaan menyelidiki lebih lanjut siapa sebenarnya dalang dibalik peracunan putri ketiga. Katanya mereka akan mengetahui setelah penduduk dari kerajaan Nagendra menyerahkan diri, tapi aku ragu dua kerajaan egois ini mau sama-sama mengalah.

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang