part 15

82 11 0
                                    

Sebelum pulang, alangkah baiknya kami membersihkan diri di sungai. Dengan pakaian cemong begini, seratus persen Lasmi akan mengamuk melihatnya. Di sawah tadi kami bercerita banyak yang mungkin tak dilakukan jika di sekolah. Kadang-kadang sekolah bisa jadi tempat yang mengerikan, berita baik bisa saja menjadi berita buruk, bukan tempat yang aman jika kita mencurahkan isi hati pada setiap teman yang belum tentu dapat dipercaya.

Keakraban makin menjadi di antara kami selama lima hari ini. Termasuk aku dan Tania yang bahkan aku sangat enggan menyapanya saat dia bersama Zein dulu. Aku tak membencinya, lawan bukan berarti musuh. Kalau aku membencinya, sudah dari dulu aku menghancurkan hubungan mereka. Tapi selama setahun ini aku baik-baik saja melihat mereka dengan hati yang tak sehat.

Satu  hal yang kuinginkan adalah, jika aku tak memperbolehkan Zein berpacaran dengan Tania dulu, apa Zein akan mendengarnya? Apa Zein akan terus menganggapku sebagai orang terpentingnya? Aku ingin memutar waktu saat itu, kenyatannya putaran waktu yang kuinginkan sangat jauh melebihi dugaan, berada di kerajaan ini, kenapa sesuatu yang kudoakan sangat jauh dari harapan? Aku cuma ingin Zein tahu kalau aku suka padanya, kenapa sangat sulit?

Sepuluh meter sebelum sampai di rumah Suwiryo, beberapa laki-laki paruh baya aku lihat sedang berkumpul di depan rumah-rumah. Kebanyakan mereka bertelanjang dada yang aku tahu kalau mereka pastilah kumpulan rakyat jelata. Tak ada bangsawan yang bertelanjang dada sejauh yang aku tahu selama di sini. Bahkan di depan rumah Suwiryo, aku jadi takut menghampiri rumah karena beberapa dari orang itu menghisap cerutu, bahkan masih ada yang memain-mainkan parangnya. Rakai dan Zein ada di sana melihat salah seorang paruh baya melakukan atraksi senjata. Aku cepat-cepat masuk ke dalam rumah diikuti Tania sedangkan Kive tampak bergabung melihat atraksi. Aku yakin tak ada yang berjenis kelamin perempuan di kumpulan itu. Kive salah pergaulan.

Aku dan Tania menguping dengan tenang dari balik jendela, lama sekali sampai aku akhirnya mengetahui obrolan mereka yang tampak hangat membicarakan masalah kerajaan. Aku bahkan lebih suka memecahkan soal matematika dasar daripada masalah ini.

Suara orang tua yang berbicara di balik sana sangat menggelegar kalau kalian mau tahu. Tampaknya mereka kesal dan protes pada apa yang telah terjadi.

"Aneh sekali, betulan aneh, putri ketiga mereka yang meninggal kenapa kita yang harus menanggung akibatnya. Kalian terima itu? Apa maksud mereka dengan menculik adikku sebagai sandera? Perang memang harus terjadi, lihat saja kita harus membuktikan kekuatan kita."

"Tak adakah yang berpikir mungkin saja ada pengkhianat di kampung ini?"

"Hah, siapa yang berani melakukan itu? Biar kuhabisi kalau adikku tak kembali dengan selamat."

"Mbah buyutku bahkan meninggal tiba-tiba, aku tahu itu sudah takdirnya. Kenapa raja sialan itu tak bisa menerimanya? Kalau putri mereka meninggal bukankah itu sudah menjadi takdirnya? Racun apanya, mereka hanya mau mencari masalah saja."

"Tapi mereka memang punya tabib yang luar biasa, kudengar dia bisa mendeteksi adanya racun di tubuh seseorang."

Aku semakin antusias mendengarnya. Tragedi yang menimpa putri ketiga memang menjadi inti masalahnya.

"Salahkan saja orang aneh yang dipenjara itu, hei kalian itu sebenarnya orang jahat ya? Berapa banyak lagi yang akan datang ke sini dengan membawa masalah?"

"Bukan, kami bukan orang jahat. Memangnya kalian pikir kami mau datang ke sini? Telusuri dulu lebih jauh sebelum mengecap orang seenaknya," suara Kive menyahut

"Astaga bahkan kalian mempekerjakanku sebagai pesuruh selama di sini," sahutnya lagi

Kive sangat barbar, harusnya jangan memprotes di suasana seperti ini. Walau aku juga geram dengan perkataannya. Aku masih sangat nyaman dengan posisi menguping seperti ini, tak lama Lasmi memanggil dengan suara memekakan menyuruh kami pergi ke dapur. Pengganggu, kalau aku tak tinggal di sini mungkin aku bisa bebas melakukan apa saja. Tapi kalau tak tinggal di sini juga, kami tentu sudah mati karena kelaparan. Entah sampai kapan ini berakhir, satu-satunya jalan yang aku pikirkan adalah menemui Sandy di kerajaan seberang sana. Harus kupikirkan bagaimana caranya kalau tak ingin dicambuk karena ketahuan melanggar peraturan kerajaan.

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang