part 4

261 33 0
                                    

Gunung mengerikan. Memang sempat kudengar kalau banyak kasus pendaki hilang dan berhari-hari kemudian tubuhnya ditemukan tak bernyawa. Kemana para pendaki itu sebelum ditemukan meninggal? Mungkin di sini.

Aku terlentang di atas carrier bag yang melindungi tulang punggungku. Beberapa saat lalu aku tak menyadari apa yang terjadi. Pejaman mata sangat membantu, rasanya aku seperti sedang tidur di rumah dan bermimpi. Hebat sekali aku terhempas ke dalam jurang tanpa rasa sakit sama sekali, kecuali bagian pergelangan kaki yang tampaknya berdarah. Celanaku robek dan kotor. Aneh, padahal aku tak merasakan apapun sejak tadi. Rasa sakitnya baru terasa saat aku memutuskan untuk berdiri.

Pasti teman-temanku sedang meratapi nasibku yang tak elite sama sekali. Di tempat ini, semuanya tampak berbeda. Seperti yang dikatakan Rakai kalau memang ada dunia lain selain yang aku tinggali. Tampak seperti hutan belantara, tetapi dari sini dapat kudengar ramainya suara berbagai macam binatang seperti burung.

Malangnya aku, terdampar di dunia peri sendirian tanpa ada kejelasan aku masih bernyawa atau tidak. Bagaimana kalau nanti setelah berhari-hari aku ditemukan tak bernyawa? Tapi rasa sakit pada kakiku sangat menjelaskan kalau aku masih hidup. Begitu juga orang yang terbaring di pinggir pohon sana, pakaiannya tampak seperti pendaki dan menggendong carrier bag berwarna hijau yang aku kenal.

"Kive!!!"

Aku berlari terseok-seok menuju arahnya. Dia memang Kiara Veronica. Aku menggoyang-goyangkan tubuhnya. Karena aku masih hidup harusnya dia juga masih hidup. Wajahnya terlalu macho jika dia ditemukan dalam keadaan mati muda.

"Kiv, bangun. Aku tahu kamu belum mati."

Pasti dia pingsan. Aku berharap besar, karena Kive juga terdampar di sini kalau begitu yang lain juga pasti mengalami perlakuan yang sama.

Kive tak terbangun lama sekali. Sempat kulihat sekeliling tapi tak ada tanda-tanda yang lain juga ada di sini.

"Kiara, bangun Kiara."

"Sudah dibilang jangan panggil aku Kiara."

Penemuan yang bagus, jika ingin membangunkan orang pingsan maka sebut saja hal yang tidak ia suka maka dia akan langsung menyanggahnya. Matanya membuka, wajahnya terlihat keren karena tak menunjukkan gelagat ketakutan sepertiku.

"Jadi benar ya, dunia peri itu memang ada," ujarnya setelah matanya mengamati sekitar

"Jangan berpikiran ke arah situ dulu, teman-teman kita bagaimana? Apa cuma kita berdua yang terdampar di sini?"

Kive menggeleng pelan.

"Aku juga melihat satu-persatu mereka dihempaskan sulur sialan itu. Aku yang menjadi korban terakhirnya."

"Kalau begitu mereka juga pasti ada di sekitar sini."

Kive bangun seperti tak terjadi apa-apa, tubuhnya tetap tegap jika dibandingkan tubuhku yang loyo begini.

"Kakimu terluka?"

"Ya, sedikit."

Kive mengambil sesuatu dari carrier bag-nya. Dengan telaten dia mengobati lukaku dan membalutnya dengan perban. Sebagai seorang pendaki yang sudah berpengalaman, ia sudah siap dengan segala kemungkinan melalui peralatan yang dibawanya. Diperlakukan seperti itu, andai Kive bukan perempuan mungkin aku sudah jatuh cinta padanya.

Kami berjalan menyusuri pepohonan dan tanaman yang tumbuh liar. Mungkin saja di antara rerimbunan tanaman itu terbaring temaku yang lain. Lumayan jauh dari tempat ditemukannya Kive, akhirnya seseorang dengan mantel hitam terlihat terlentang tepat di samping pohon. Bukan hanya seorang, ada dua orang di sana.

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang