part 6

157 18 3
                                    

Di balik punggungku dapat kurasakan betapa kerasnya tanah. Dengan pakaianku yang seperti ini mengharuskanku tidur dengan anggun. Apalagi Kive yang menurutku bertambah tingkat kemachoannya, dia mendengkur. Harusnya dia belajar pada Zein yang bahkan tidur dengan wajah tenangnya nan tampannya.

"Bangun, anak muda...tak dengar ayam berkokok ya? Jangan sampai menjadi tuli sungguhan."

Harusnya belum pagi, aku masih belum menikmati sensasi tidur yang nyaman.

"Ayo gadis...ikut aku mengambil air di sungai."

Aku menatap sekitar, Kive pergi menyusul Suwiryo diikuti Rakai dan Zein. Oh tidak, jangan meninggalkanku berdua hanya dengan Tania. Nanti dia berceloteh terus tentang hubungannya dengan Zein.

Aku mengambil ikat rambut dan menguncirnya. Anak kecil yang kuketahui anak dari Suwiryo itu menatap kami intens. Dia bertelanjang dada, aku yakin dia mengagumi betapa kerennya aku. Aku memperlihatkan ikat rambut yang berwarna-warni juga jam tangan yang kuambil di dalam carrier bag. Hanya untuk menunjukkan betapa kerennya orang dari masa depan.

"Haha...orang aneh," komentarnya

Anak kecil sialan. Apalagi yang harus kutunjukkan? Smartphone, ya aku harus menunjukannya.

"Ayo cepat gadis manis..."

Perintah dari paruh baya itu mengharuskanku cepat-cepat mengikutinya. Suasana pagi di kampung seperti ini mengesankan, tapi tidak dengan penduduknya yang setiap kali beradu pandang, selalu saja menunjukkan ekspresi yang tak biasa.

"Mak Lasmi...mereka orang aneh yang ditemukan kemarin ya?"

Sepertinya asap mulai mengepul dari kepalaku. Jangan seenaknya menyebut orang seperti itu. Omong-omong rupanya banyak juga wanita yang berjalan ke sungai pagi-pagi begini. Mengambil air di sungai, aku bersyukur di masa depan hanya perlu memutar keran maka air bisa didapat dengan mudahnya.

Hampir sampai, bisa kulihat sungai yang lumayan luas dengan banyak bebatuan. Ada yang sedang mencuci kain, mengambil air, dan mandi. Astaga, bahkan mereka tak malu mandi beramai-ramai di tempat seperti ini.

"Lasmi...cepat mandi dan ambil airnya, aku dengar Kasman sedang berjalan kesini," kata seorang wanita yang sudah membasahi rambutnya

"Betulkah? Aku akan mandi dengan cepat kalau begitu."

Aku memeluk tubuhku sendiri, cuaca begitu dingin. Tania juga tampak sama, sedari tadi kami belum berbicara apapun.

"Kalian berdua juga ayo mandi, cepat sebelum si Kasman datang."

Siapa Kasman saja aku tak tahu, cobaan apalagi ini yang mengharuskanku mandi di sungai secara terbuka. Tolonglah, mandi bukanlah konferensi pers yang disaksikan banyak orang.

"Anu...Kasman itu siapa?"

"Orang gila yang suka mengintip perempuan mandi."

Deg, mimpi buruk yang pernah ada. Aku mana rela diperlakukan seperti itu. Lebih baik aku tak mandi, sudah kuputuskan itu. Tania juga pasti tak mau melihat wajahnya yang tampak tak tenang.

"Mei, aku gak mau mandi di sini."

"Kamu pikir aku mau?"

Tak ada wanita yang mau diintip saat mandi kurasa. Penduduk-penduduk itu tampak menikmati kegiatannya sambil mengobrol. Di tengah-tengah sungai, anak Suwiryo bermain dengan beberapa sebayanya berlomba menahan napas dalam air. Momen yang sangat langka dapat melihat suasana ini, tapi sekali lagi kenapa aku berada di sini?

"Kalian kalau tak ingin mandi, cepatlah ambil air. Tak lihat ya yang lain rajin bekerja kalian malah duduk seenaknya."

Aku dengan sigap mengambil ember kayu yang dibawa Lasmi dan membawanya ke pinggir sungai. Sejuk, itu yang kurasakan ketika kakiku menyentuh airnya. Melihat jernihnya air rasanya aku ingin mandi. Tapi tentu tidak, kalau Kasman itu datang, bagaimana?

Destiny : The Third Daughter (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang