15.30 pm - Paris Charles de Gaulle Airport (CDG)
El berjalan keluar sambil menyeret kopernya yang berwarna hitam. Ia berjalan dengan gagah, tampak langit mulai berubah warna menjadi jingga.
El melihat mobil berwarna hitam yang menghampirinya. Sepertinya itu adalah orang suruhan Papanya.
Mereka keluar dan langsung mengambil alih koper yang dipegang oleh El. El menatap mereka tanpa ekspresi. Fakta yang harus kalian ketahui adalah, El hanya bersikap ramah dan humble dengan orang yang sering ditemuinya. Dan akan bersikap sedingin es jika bertemu dengan orang asing.
Seperti sekarang, meskipun ia tau itu adalah orang suruhan Papanya. Ia tetap dingin dan stay cool hingga akhirnya ia bertemu dengan Cery.
"Selamat sore tuan muda." Ucapnya. El menoleh, dan langsung tersenyum saat melihat Cery yang menyambut kedatangannya.
"Wowwww!! Udah style banget nih buah Cery. Eh gue gimana? Ganteng kan? Iya dong, semenjak kapan sih seorang El bulukan? Impossible." Ujarnya percaya diri.
Cery hanya tertawa, ia sudah kenal dengan El cukup lama mana dari itu El tidak dingin padanya.
"Oh iya, ini sudah masuk semester baru. Nanti saya akan memberikan materi untuk anda agar anda tidak kebingungan." Ucap Cery, El menggeleng.
"Engga usah, gue bisa sendiri. Gue udah gede Cery, jangan perlakukan gue sebagai adik kecil lo yang unyu unyu lagi. Dan jangan kaku sama gue, gue gak suka! " Ujarnya sambil membawa wajah kesal.
Cery terkekeh. "Iya, saya tau kamu sudah besar El. Yasudah, ayo kita ke rumah nenekmu." Ucap Cery namun El menggeleng menolak.
"Gak, gue tinggal di hotel aja. Oh iya, di hotel ada nama mahasiswi Lea gak? Gue mau kamar gue deketan sama dia. Kalau bisa sebrangan."
Cery tampak mengernyit heran, namun ia mengangguk paham.
"Baiklah, kami akan memberikan kamu kamar berhadapan dengan Lea." Ucap Cery.
Lalu El masuk ke dalam mobil dan mereka pun pergi menuju hotel, meninggalkan bandara dengan cepat. Mengantarkan tuan muda mereka dengan selamat, pewaris tahta Pradipta.
Muhammad Felian Pradipta, dia tidak terkenal di negaranya tetapi terkenal di negara orang. Felian, terlahir di keluarga kaya dan jenius membuatnya sudah menjadi sorotan sejak bayi namun selalu dilindungi oleh kedua orangtuanya dari awak media.
"Oh iya, lo tau kan Lea yang gue maksud?" Tanya El memastikan. Cery mengangguk.
"Aeleasha Zainisa. Iya kan?"
"Yaps! Thats great!"
"Dia pacarmu?" Tanya Cery pada El. El menggeleng.
"Dia target yang gue sukai." Jawabnya.
"Maks-!"
"Lo gak perlu tau. Lo cukup nyimak dan boom! Gue kawin." Ucapnya sambil terkekeh.
"Nikah dulu tuan muda. Baru kawin." Sahut sang supir. El langsung menepuk jidatnya pelan.
"Iya lupa, nikah dulu baru kawin."
~~~
El telah sampai di dalam kamarnya. Kamarnya cukup luas dengan nomor 307. Ya, kalian tau disebelah kamar Lea.
El berbaring sebentar, melemaskan seluruh otot tubuhnya. Capek sekali pikirnya. Karena terlalu capek, ia terlelap dalam tidurnya.
In a dream
El berjalan sendiri mengitari Paris di musim dingin. Sambil membawa cincin emas berwarna putih dengan kitak berwarna merah.
Di malam ini, ia akan melamar sang pujaan hatinya di depan menara Eiffel. El duduk di kursi yang tersedia di pinggiran. Salju mulai turun malam ini, ramai pasangan muda-mudi yang mengabadikan momen bersama pasangannya dengan cara mengambil gambar.
El duduk memperhatikan mereka. Menunggu Lea datang dengan harapan gadis itu akan senang dan menangis haru saat melihat apa yang ia bawa untuknya.
Tak lama kemudian, sosok gadis dengan kerudung berwarna peach muncul dari kejauhan. El tersenyum melihat gadis itu. Dengan mantel tebal berwarna senada, ia berjalan sangat anggun mendekati El.
"Maaf lama. Tadi mantel ku gatau tiba-tiba aja hilang. Ini baru ketemu." Ujarnya. El mengangguk dan tersenyum.
El menepuk-nepuk kursi di sebelahnya, menyuruh Lea duduk di sampingnya. Lea pun menurut dan duduk di samping pria itu.
"Dingin banget ya, udah mulai turun salju juga." Ucap Lea mencoba memulai pembicaraan.
Namun El tak menghiraukan, El menatap Lea dalam. Seolah menyalurkan seluruh perasaannya pada gadis itu.
"Lea, aku serius sama kamu. Aku gak main-main Lea. Aku mau kamu jadi milikku seutuhnya." Ucap El tiba-tiba.
Jantung Lea mulai berdetak cepat. Ia grogi, gugup, dan malu. Antara senang dan nervous.
"Eh.. Kok tiba-tiba kamu ngomong gini ya?" Tanya Lea heran.
El langsung saja mengeluarkan kotak berwarna merah tersebut, Lea memperhatikan gerak-gerik El. Hingga sampai pada El memberikan cincin tersebut pada Lea.
Lea tersenyum haru, ia tak bisa membohongi hatinya bahwa ia senang. Ia sangat senang bahkan. Namun entah kenapa, perasaannya mengatakan ia harus menolak hal itu meski otaknya bersikeras ingin menerima.
Lea memandang El dengan tatapan sendu.
"Maaf El. Aku ga bisa." Ucap Lea tiba-tiba. El kaget dan memandang Lea dengan wajah tak percaya.
"Aku salah denger atau gimana ya Lea? Kok aku denger kamu nolak aku?" Tanya El memastikan.
Lea menundukkan kepalanya. Ia bingung, otaknya bersikeras menerima sedangkan perasaannya mengatakan ia harus menolak El. Dan, Lea memilih mendengarkan perasaannya. Meski ia tak tau mengapa ia ragu akan hal itu.
"Coba pikirkan baik-baik Lea." Ucap El memohon, Lea menggeleng dan segera berdiri. Ia menghela nafasnya berat dan pergi berjalan menjauh dari El.
"AELEASHA!" Pekik El mencoba menghentikan Lea. Namun Lea tak mendengar seolah tuli dan malah berlari semakin jauh dari El.
El yang melihat hal itu langsung saja berlari menyusul Lea, dengan cepat hingga akhirnya mereka sampai di perempatan yang sepi.
Lea langsung saja berlari tanpa melihat-lihat. Tanpa tau dari arah samping ada sebuah mobil dengan lajunya mengarah padanya.
Supir tersebut tidak dapat melihat Lea dengan jelas karena salju yang turun kala itu lumayan lebat. Dan saat Lea menoleh ke arah samping, mobil itu sudah dekat tanpa Lea bisa menyelamatkan dirinya.
El segera berlari secepat mungkin saat melihat Lea dalam bahaya. Namun ia kurang cepat.
"AKHHHHHHHHHH!!!!"
"LEAAAAA!!!"
El memekik kuat lalu tersadar dari mimpinya. Nafasnya memburu, keringat dingin menetes membanjiri tubuhnya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Mimpi tersebut terasa sangat nyata. El melihat jam yang ada ditangannya. Sudah menunjukkan pukul 20.30 pm. Sudah hampir sholat maghrib.
El langsung saja bergegas mandi dan berkemas bersiap untuk sholat. Sambil berdoa dan berharap bahwa yang dilihatnya tadi hanyalah mimpi semata. Hanya bunga tidur. Bukan pertanda apapun. Ya benar, hanya mimpi semata yang tak mungkin jadi nyata. Hanya itu harapan El.
Semoga saja itu hanya bunga tidur.
To be continued.....
Semoga suka🥰🙏🏻
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamu'alaikum Paris 2 [ End ]
Teen FictionBudayakan follow sebelum baca 😁 Sequel Assalamu'alaikum Paris Bagaimana jika dengan sebuah novel bisa mengubah takdir seseorang? Shoikhu sepertinya menaruh dendam dengan tantangan bundanya tentang membawa seorang gadis atau calon istri dalam kuru...