~ 6 ~

420 79 2
                                    

Detik demi detik. Menit demi menit. Jam demi jam. Semua berlalu begitu cepat. Lea sekarang sedang berada di dalam kamarnya, mempersiapkan semua barang-barang yang akan dibawanya saat disana.

Baju,rok, celana, pashmina, kerudung dan berbagai barang lainnya ia susun dalam koper berwarna pink soft miliknya dengan tulisan nama berwarna hitam kecil dibagian bawah koper.

Aeleasha Zainisa.

Terlalu asik berkemas sampai tidak sadar bahwa jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul 16.00 sore.

Terdengar suara ketokan pintu kamarnya. Diikuti dengan suara lembut sang Mama.

"Nak, Mama masuk ya." Ucap Zulfa.

"Iya Ma, masuk aja pintunya engga dikunci kok." Jawab Lea.

Pintu terbuka menampilkan sosok bidadari tak bersayap yang selama ini menjaga Lea dengan penuh kasih sayang. Zulfa tersenyum, ia senang dengan pencapaian sang anak yang selalu membanggakan mereka.

"Masih kemasin barang-barang ya? Masih belum selesai?" Tanya Zulfa, Lea menggeleng pelan.

"Udah kok, tinggal masukin beberapa lagi." Ucap Lea.

Zulfa menatap sang putri lama. Terbesit di ingatannya, saat Lea kecil yang dulunya baru belajar berjalan, baru bisa memanggilnya Mama, baru bisa merangkak, baru bisa berbicara sekarang sudah tumbuh menjadi sosok gadis yang  cantik dan cerdas.

"Lea, jaga diri ya disana. Mama disini selalu mendoakan yang terbaik untuk anak Mama satu-satunya ini yang paling Mama sayang dari apapun. Pola makannya dijaga ya nak disana, carilah teman yang selalu mendekatkan diri kita kepada sang pencipta."

Lea memandang wajah Mamanya sendu. Ia senang bisa kuliah di salah satu Universitas dengan hasil usahanya sendiri. Tetapi ia juga sedih karena harus berpisah dengan sang Mama.

Lea duduk mendekat dengan Zulfa. Lalu ia memeluk Zulfa erat. Zulfa membalas pelukan putrinya tak kalah erat.

"Maaf Lea, Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu." Ujar Zulfa dengan suara mulai parau.

Lea menggeleng kuat, lalu dilihatnya wajah sang Mama.

"Mama adalah ibu yang terbaik yang pernah Lea milikin. Lea beruntung bisa menjadi anak Mama dan Papa. Lea janji akan berjuang dan membuat Mama dan Papa bangga sama Lea." Ucapnya dengan senyuman hangat.

Zulfa tersenyum haru.

"Jaga diri disana ya, jangan nakal sayang. Pola makannya di jaga, sering-sering telpon Mama ya, nanti Mama kangen."

Lea mengangguk lagi lalu ia kembali memeluk sang Mama erat. Zulfa membalas pelukan anaknya tak kalah erat.

"Malam ini Mama mau habisin waktu sama kamu, Mama mau tidur di kamar kamu aja." Ucap Zulfa.

"Iya, Mama tidur sama Lea. Lea bakalan kangen omelan Mama setiap hari." Ucap Lea sambil terkekeh. Zulfa juga terkekeh. Namun air matanya tidak dapat terbendung lagi.

Ia menangis, ia sedih harus berpisah dengan anaknya. Jika hanya beberapa bulan mungkin ia tidak akan selebay ini, namun mereka akan berpisah kurang lebih 4 tahun dan Lea hanya bisa pulang saat liburan hari Raya Idul Fitri dan juga saat liburan akhir tahun.

"Mama jangan nangis. Kalau Mama nangis Lea jadi ragu mau ninggalin Mama." Ucap Lea sambil memandang wajah Mamanya sendu.

Zulfa menggeleng, ia mengacak puncak kepala anaknya yang tertutpi kerudung pelan penuh sayang.

"Jangan nak, kejar impianmu. Kejar cita-citamu. Mama cuma sedih sebentar kok, jangan ragu nak. Kalau kamu sedang di posisi down, inget pesan Mama ya nak. Bahagia kamu adalah bahagia kami, sedihmu juga sedih kami. Kalau lelah dengan perjuangan, cukup istirahat dan jangan berhenti di tengah jalan. Karna kita tidak tau dimasa depan kejutan apa yang menanti kita."

Assalamu'alaikum Paris 2 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang