~ 28 ~

362 67 0
                                    

El tak bisa tidur sejak semalam. Ia terus memperhatikan Lea dari luar yang terbaring tak sadarkan diri dengan bantuan alat untuk bernafas.

Keluarga El serta kedua orang tua Lea langsung berangkat menuju Paris malam itu. Dan kemungkinan untuk sampai sekitar sore hari karena mereka berangkat sekitar pukul 10 malam.

Sekarang sudah pukul 3 sore. Key lelah membujuk El untuk makan karena sedari semalam El tidak memakan apapun. Ia hanya termenung, dan sesekali melihat kondisi Lea di balik kaca.

"Abang makan dong. Jangan gini. Gimana kalau Kak Lea tau Abang kek gini. Kak Lea pasti sedih." Ucapnya lirih.

Tak lama dokter yang semalam memeriksa Lea kembali datang dan masuk ke dalam ruangan. Memeriksa Lea, awalnya ekspresi nya tenang, namun seketika berubah panik.

Dokter tersebut langsung menekan tombol darurat. Lalu tak lama suster datang dengan keadaan berlari. Dan brankar Lea di bawa ke ruang UGD yang sebelumnya ada di ruang ICU.

El menghentikan dokter tersebut untuk bertanya mengapa mereka harus melarikan Lea ke ruang UGD sedangkan semalam mereka bilang Lea sudah tidak apa-apa dan hari ini akan segera sadar.

"Dok, Lea kenapa? Mau dipindahin kemana?" Tanya El panik.

"Ternyata Lea mengalami pendarahan di dalam. Kemarin hasil CT Scan ternyata ada yang salah. Jadi kita harus segera melakukan penindakan." Ucap dokter tersebut.

El kaget mendengarnya.

"Lakukan yang terbaik dokter. Lakukan yang terbaik, tolong. Saya mohon." Ucap El. Dokter tersebut mengangguk dan ia langsung segera menyusul  Lea yang telah di pindahkan ke ruangan UGD.

El dan Key langsung mengikuti dokter ke depan ruang UGD. El diam, ia kembali termenung hingga tak lama Shoikhu, Eby serta kedua orang tua Lea datang.

"Gimana keadaan Lea?" Tanya Shoikhu pada Key. Key menggeleng lemah.

"Ternyata ada pendarahan di dalam Pa. Baru ketahuan tadi." Ucap Key lemah.

Zulfa yang mendengar kondisi anaknya langsung saja lemas. Untung saja sang suami siaga menangkap tubuhnya.

"Lea . Lea anakku. Papa Lea kita kenapa Pa. Lea kita kenapa." Ucap Zulfa lirih.

Zamir tak bisa berkata apapun. Ia hanya mendekap erat sang istri. Zulfa menangis keras di dalam pelukan sang suami.

"Papa Lea kita Papa. Lea kita di dalam bertaruh nyawa. Mama harus apa biar Lea selamat. Mama harus apa Papa." Ucapnya lagi.

Eby berjalan mendekati El yang duduk termenung. Memeluk putra sulungnya dari samping.

"Sayang. Are you oke?" Ucap Eby lembut.

El memandang Eby lirih. Dan langsung memeluknya erat. El kembali menumpahkan rasa khawatir, sedih, gelisah, amarah, serta kecewa pada dirinya sendiri.

Eby mengelus punggung El pelan.

"Ini cobaan dari Allah sayang. Kamu jangan lemah, siapa yang akan bikin Lea semangat kalau bukan kamu?" Ucap Eby lembut sambil menenangkan anaknya.

"Ini semua salah El Ma. Seandainya El bisa menjaga Lea, pasti Lea gak akan seperti ini." Ucapnya lirih. Mata El sudah membengkak. Eby melihat kondisi putranya sangat sedih. El yang periang dan ceria menjadi seperti ini.

"Bukan salah Abang kok. Ini semua udah jadi kehendak Allah. Gak ada yang salah. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri. Abang harus kuat. Biar Lea juga kuat." Ucap Shoikhu sambil mengelus pelan puncak kepala anaknya.

"Benar El. Jangan terlalu menyalahkan diri sendiri. Percaya, bahwa dibalik semua ini pasti ada hikmahnya." Ucap Zamir mencoba tegar sambil menenangkan Zulfa.

"Kami lebih sedih dari kamu El. Kami orang tuanya. Tapi kami percaya sama Allah. Jangan ragukan keesaan Tuhan kita. Allah tau yang terbaik untuk Lea." Ujarnya lagi.

El terdiam. Ia tak bisa terus terusan seperti ini. El pamit untuk pergi ke mushola. Dari pada ia menangis tanpa henti. Lebih baik ia berdoa kepada Allah. Agar sang pencipta mengembalikan Lea seperti dulu.

~~~

Mereka menunggu dengan khawatir. Mereka semua berdoa kepada Allah SWT. Agar Lea selamat. Terutama El. Sekarang, lagi dan lagi ia sudah berada di mushola. Dengan tubuh yang basah akibat wudhu. Melaksanakan sholat. Bersujud kepada sang pencipta alam semesta agar memberikan kesembuhan untuk sang pujaan hati.

Ya Allah ya Rabb. Hamba memohon dengan sangat. Selamatkan Lea, buatlah ia sehat kembali. Sungguh hamba memohon kepadamu. Kau adalah obat yang paling ampuh. Tolong selamatkan Lea ya Allah.

Sudah hampir 30 menit El berdiam diri di mushola seraya berdoa tanpa henti. Dan ia memutuskan untuk kembali ke rumah sakit.

El berjalan dengan lemas. Ia belum mengisi perutnya dari semalam. Perutnya kosong. Tapi ia tidak nafsu makan sama sekali. El berjalan lemas. Ia harus kuat pikirnya.

El membeli makan di depan rumah sakit sebelum masuk. Duduk sebentar dan mengisi perutnya. Benar kata Papanya. Siapa lagi yang akan menyemangat Lea jika ia saja seperti ini.

Seusai makan. Tenaganya terasa pulih. Ia dengan cepat langsung masuk ke dalam rumah sakit.

Dan tepat saat ia hampir tiba. Dokter keluar dari ruangan Lea, El langsung berlari. Ia ingin tau bagaimana keadaan Lea.

"Dokter bagaimana kondisi anak saya?" Tanya Zamir ketika dokter tersebut keluar.

"Lea kehabisan banyak darah. Namun sayang stok darah dengan golongan AB–. Apakah dari kalian ada darahnya yang cocok?" Tanya dokter tersebut.

Keduanya menggeleng membuat El sekeluarga kaget.

"Kami hanyalah orang tua angkat. Kami mengangkat Lea dari panti asuhan. Golongan darah kami berbeda." Ucap Zamir.

El menegang. Jadi selama ini Lea hanyalah anak angkat?

"Zulfa?" Ujar Eby tak percaya. Zulfa kembali menangis saat mengingat ia tidak bisa hamil karena kecerobohannya di masa lalu.

"Aku gak bisa hamil Eby. Aku ceroboh! Aku aku gak bisa hamil tapi Lea anakku. Aku menjaganya dari kecil. Memberinya kasih sayang. Aku orang tuanya Eby meski dia gak lahir dari rahimku." Ujar Zulfa terisak.

Eby hanya diam. Ia tak menyangka. Nasib sahabatnya ini, sangat mengenaskan.

"Kami butuh cepat donor darah. Apakah dari kalian tidak ada yang bergolongan darah AB–?" Tanya dokter tersebut.

Semua menggeleng sampai akhirnya seorang gadis datang.

"Saya AB–. Ambil darah saya saja dokter." Ucapnya.

Semua menoleh. El kaget.

"Salsa?" Ucapnya tak percaya.

"Kamu yakin?" Tanya El lirih.

Salsa mengangguk tersenyum.

"Lea, mengajarkan aku banyak hal. Lea yang membantuku hingga aku menjadi seperti ini El. Aku memang tidak sebaik Lea. Tapi prinsipku, jika orang baik maka aku akan lebih baik. Begitu pula sebaliknya. Dan Lea telah membuka pikiranku, bahwa dunia ini hanyalah fana. Aku ingin membantu teman, sahabat, serta orang yang paling berperan penting hingga aku bisa menjadi seperti ini El." Jelas Salsa.

Dan gadis itu langsung mengikuti dokter untuk mengecek kondisinya apakah boleh ia mendonorkan darahnya.

El tertegun. Salsa yang dulunya tidak menyukai Lea. Kini menjadi penolong hidupnya.

Ya Allah, kau memang hebat dalam membolak-balikan hati hambamu. Salsa, Terima kasih banyak.

To be continued...

Assalamu'alaikum Paris 2 [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang