Gemercik air mulai turun membasahi sepanjang koridor-koridor kelas yang tampak masih sepi. Bercak air yang membasahi lantai tampak berwarna coklat karena sudah terinjak oleh beberapa murid yang berlalu lalang. Cuaca pagi kini memang kurang mendukung.
Suasana di kelas 11 Ipa 2 sangat sepi, hanya ada dua orang insan yang baru saja memasuki kelas. Tanpa sapaan, tanpa obrolan, mereka mulai membawa tongkat pel masing-masing dan melaksanakan tugas piketnya hari ini.
Keadaan lantai kelas yang jauh dari kata bersih membuat Fela mendengus sebal. Sudah basah, banyak tanah pula. Jika di sapu, nanti akan susah karena lantainya yang basah. Fela melirik Aril yang masih memegang alat pelnya tanpa ada niatan untuk melakukan apa-apa. Dasar! Memegang alat kebersihan hanya untuk formalitas saja supaya di sangka piket. Ck, Aril ... Aril ...
"Ril, lo gak ada niatan buat nge-pel gitu?" tanya Fela membuka percakapan.
Aril yang tadinya melamun melihat lantai langsung terkesiap dan mengarahkan pandangnnya kepada Fela, "kalo gue pel, percuma Fel. Nanti ni lantai pasti bakal kotor lagi," balas Aril.
"Terus, lo datang-datang bawa pel mau ngapain?" tanya Fela.
"Ya bawa aja lah, buat apa aja oke. Daripada diem-diem bae," balas Aril terkekeh lalu duduk di bangkunya.
"Piket dulu Ril, biar gak di marahin Bu Laila," tegur Fela menghampiri tempat duduk Aril.
"Maleslah ,nanti juga tuh lantai di injek-injek lagi sama anak-anak yang lain." Aril menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan. Hujan-hujan gini memang pasnya buat rebahan di rumah. Beuh.
Fela melangkahkan kakinya keluar dari kelas. Dia bisa melihat anak-anak yang baru memasuki area sekolahan, ada yang menggunakan kendaraan masing-masing, ada juga yang di antarkan oleh Ibu nya. Ah, mengingat seorang Ibu Fela jadi ingin bertemu dengan almarhum ibunya. Sudah lama dia tidak mengunjungi makam Ibunya.
Fela sedih. Kenapa dia sama sekali tidak bisa melihat Ibunya. Tidak seperti Clara yang sudah kenyang dengan kasih sayang Ibu walau hanya satu tahun. Dalam keadaan hujan, Fela menangis. Dia langsung berlali menuju kelas, agar menjauh dari tatapan aneh para warga sekolah.
Aril yang tadinya mengantuk langsung menegapkan duduknya untuk melihat gerak-gerik Fela yang buru-buru.
"Fel? Lo kenapa?" tanya Aril panik. Dengan segera, dia menghampiri Fela dan menenangkannya.
"Gue gak papa Ril," balas Fela dengan suara yang bergetar.
"Gak papa apanya sih Fel, lo nangis kayak gini dan lo masih bilang lo gak papa?" Aril berucap kesal dan itu membuat Fela semakin menangis.
"Maaf ... Gue bingung harus gimana Fel," ucap Aril merasa bersalah.
"Gue gak papa Ril, gue ... Cuma rindu Ibu," balas Fela dengan memelankan suaranya saat mengatakan 'Ibu'.
"Lah? Bukannya sebelum lo berangkat sekolah juga lo ketemu Ibu lo kan?" tanya Aril polos. Ah, Fela lupa Aril memang belum mengetahui tentang Fela dengan banyak.
Fela menggeleng lemah lalu menjawab, "gue gak pernah ketemu sama Ibu gue Ril, bahkan pertama gue lahirpun gue udah gak bisa lihat Ibu gue. Ibu gue meninggal di saat gue udah di lahirin Ril," jelas Fela dengan air matanya yang terus berderai.
"Maaf, gue gak tahu." Aril membawa Fela kedalam dekapannya dia berusaha untuk menenangkan Fela. Di tinggal Ibu, memang satu hal yang tidak ingin terjadi di dalam hidup. Namun, apa daya? Takdir sudah di gariskan oleh tuhan.
Hari ini Aril paham, bahwa tidak semua anak seberuntung dirinya yang masih memiliki kedua orang tua yang utuh dengan keadaan sehat. Contohnya Fela, bahkan dia sama sekalipun belum melihat orang tuanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
THIS IS ME
Teen FictionFela fitri fawnia.Gadis cantik memiliki ribuan luka yang di tutupi dengan senyuman manis nya. Perlakuan keluarga yang tidak adil terhadap diri nya. Bahkan dia tidak pernah di perlakukan manis seperti sang kakak. Terimakasih yang sudah mau membaca ka...