22. Tidak di harapkan

45 4 0
                                    

Satu minggu sudah para siswa-siswi SMA Bina Nusantara menjalani PAS. Kini, adalah hari di bagikannya nilai rapor para murid. Fela dan Clara memang sudah biasa membawa rapor nya sendiri, karena Rian memang sangat tidak bisa menjadi wali untuk mereka karena sibuk di kantor.

Fela sengaja datang kesekolah terlambat. Alasannya hanya satu, tidak ada kegiatan belajar mengajar kali ini. Sebelum pergi menemui wali kelasnya, Fela menyempatkan diri untuk melihat mading sekolah. Disana banyak murid-murid yang bergerombolan untuk melihat siapa juara kelas mereka kali ini.

Saat Fela kembali melangkahkan kakinya, tibah-tiba ada sebuah tangan yang menutup kedua matanya.

"Jangan macem-macem lo, lepas!" karena tidak bisa melepaskan lengan itu, Fela menendang tulang kering pemilik lengan itu dengan sangat keras. Barulah Fela dapat melihat dengan jelas. Saat berbalik badan, Fela di buat kaget dengan apa yang baru di lakukannya tadi.

"Aduh-aduh, maaf," Fela ikut berjongkok. Saat tangan Fela akan menyentuh tulang kering laki-laki itu, tiba-tiba sebuah suara menghentikan pergerakannya.

"Nyebelin lo, sakit kaki gue," gerutu Azka.

"Ha? Oh elo ternyata. Bagus deh lo emang cocok gue gebukin," setelah mengatakan itu Fela berjalan menuju mading.

Azka menatap kepergian Fela dengan nanar. "Not have akhlak," desis Azka sambil mengelus-elus tulang keringnya yang begitu perih.

Saat Fela sudah sampai tepat didepan mading, Fela mulai meneliti daftar-daftar siswa yang memasuki juara sepuluh besar setiap kelas.

"Selamat!" pekik Nadya langsung memeluk Fela dari arah samping.

"Selamat buat apa?" Fela mengerutkan dahinya bingung.

"Lo. Masuk tiga besar!" Nadya berucap begitu antusias.

Fela tidak percaya, dia mulai kembali meneliti daftar tersebut. Hingga tepat di baris ketiga rentetan nama-nama, terselip nama Fela Fitri Fawnia. Fela melirik Nadya dengan raut wajah yang sulit di artikan.

"Ini gue bener masuk tiga besar Nad?" Fela masih tidak percaya dengan apa yang di lihatnya.

"Iya bego! Lo ini udah juara tiga aja otaknya masih oon," desis Nadya lalu membawa Fela menjauhi kerumunan.

"Lo juara satu Nad?"

"Iyadong jelas," balas Nadya angkuh.

"Males gue punya temen kek elo," gumam Fela melirik Nadya sinis.

"Ambil sono rapor lo, kasih sama bokap lo. Gue do'ain semoga bokap lo bisa baik lagi sama lo," ucap Nadya lalu mendorong bahu Fela pelan.

Fela menatap Nadya sebentar, lalu kembali melanjutkan langkahnya untuk mengambil rapor.

*****

Saat Fela sudah sampai didepan rumah, Fela sudah melihat Rian yang sedang duduk dikursi teras rumah sambil membaca koran di pangkuannya.

Fela menarik napas dalam-dalam, di hembuskannya pelan-pelan. Lalu berjalan menghampiri Rian.

"Pah?" ucap Fela sedikit ragu.

Rian mendongakkan wajahnya lalu kembali membaca koran saat melihat siapa yang menanggilnya.

"Ada apa kamu?" tanya Rian.

"Hasil Rapor Fela." Fela memberikan buku Rapornya yang diterima langsung oleh Rian.

"Juara tiga?" Rian menunjukkan senyuman sinisnya.

"Kamu gak bisa gitu kayak Clara? Lihat, nilainya. Hampir sempurna, juara satu dikelas. Sedangkan kamu? Juara tiga aja punya nilai pas-pasan." Rian berucap tajam yang membuat hati Fela tertohok.

"Padahal Fela udah belajar Pah, tapi mungkin emang otak Fela cuma bisa nampung segitu," ucap Fela menunduk sambil memainkan jari-jarinya.

"Belajarnya tentang pelajaran makannya, bukan belajar rebut pacar kakakmu." Rian melengos dan melemparkan buku Rapor kepada Fela.

Fela memejamkan matanya rapat-rapat. Harus sampai kapan dia seperti ini? Hidup dibanding-bandingkan, tidak ada hak adil untuknya. Tuhan, boleh dia menyerah? Ah, tidak. Fela tidak akan menyerah, masih banyak cita-cita yang harus di gapainya di masa depan nanti.


Terkadang, memang hidup tidak adil. Ambil hikmahnya saja, jangan sampai membuat dirimu terbebani.
-Fela Fitri Fawnia.

THIS IS METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang