3. Sahabat

32 10 25
                                    

Menit demi menit telah berlalu. Jam istirahat akhirnya berbunyi. Semua siswa berhamburan keluar kelas. Ada yang pergi ke kantor untuk menyerahkan tugas, ada juga yang pergi ke perpustakaan untuk mengembalikan dan meminjam buku.

Hiroshi duduk termenung sembari menatap buku catatannya. Tak lama kemudian, ia membalikkan badan dan mengambil bekal yang ia bawa dari rumah. Di SMA ini, seluruh siswa diwajibkan membawa bekal dari rumah sendiri. Bukan berarti, pihak sekolah tidak mempercayai kantin sekolah. Hanya saja, untuk menghemat uang jajan.

Memang benar apa yang dikatakan oleh kepala sekolah. Siswa menjadi hemat dan bisa membeli kebutuhan sekolah dengan uang jajannya. Karena ini tahun ajaran baru, banyak siswa yang masih sibuk mencari teman kenalan.

Namun, berbeda dengan Hiroshi. Ia hanya sibuk membaca buku dan buku. Sejak kecil, Hiroshi sudah dilatih untuk hidup mandiri dan hemat. Setiap bulannya, Hiroshi pergi ke mal untuk membeli novel atau buku latihan. Tak lupa dengan pensil, penghapus, dan alat tulis lainnya.

“Hey Hiroshi!” teriak seseorang seraya menepuk pundak Hiroshi sehingga membuat Hiroshi terbangun dari lamunannya. Hiroshi hanya bisa mengelus dadanya, karena yang mengejutkan dirinya adalah Kitaro. Sebenarnya, Hiroshi agak ragu berteman dengan Kitaro. Bukan karena sifat atau tampangnya. Sifat kewaspadaan Hiroshi membuat dirinya susah menjalin hubungan pertemanan. Yang ada di pikirannya hanyalah waswas.

“Kenapa kamu melamun? Gak boleh melamun lagi, oke?! Bisa-bisa kamu kerasukan setan, loh!” bisik Kitaro dengan nada tinggi merendah. Seolah-olah ia sedang menakuti Hiroshi. Bukannya malah takut, Hiroshi malah mengabaikan kata-kata yang Kitaro ucapkan.

“Bisakah kamu diam dan tidak membuat masalah lagi? Aku tidak suka dengan keributan, paham?!” jelas Hiroshi dengan penuh kebimbangan. Yang ia pikirkan adalah hukuman dan hukuman. Hiroshi takut jika dirinya terlibat dalam suatu masalah, karena ia pernah mengalami hal yang sama sebelumnya.

“Laki-laki apa yang takut dengan masalah? Kalau ada masalah ya dihadapi, jangan malah takut begitu. Dengan cara begitulah bisa disebut lelaki tangguh,” timpal Kitaro. Sok pintar dan sok cerdas, itulah ciri utama dari Kitaro. Hiroshi muak dengan ucapan yang dimuntahkan oleh Kitaro. Namun, Hiroshi tetap sadar bahwa Kitaro adalah manusia sama seperti dirinya. Ia tak layak mendapatkan bentakan dari dirinya.

“Percuma kalau hanya dihadapi. Suatu masalah tidak hanya dihadapi, tetapi juga diselesaikan. Percuma dirimu kuat, tapi tidak bisa berpikir!” decak Hiroshi. Mendengar ucapan yang Hiroshi katakan, Kitaro diam membisu tidak mengucapkan sekata pun. Rasanya, mulut seperti dikunci rapat.

“Ah... bu-bukan seperti itu! Aku mau jajan ke kantin dulu, bye!” Tepat setelah mengucapkan kata tersebut, Kitaro langsung pergi meninggalkan Hiroshi. Akhirnya Hiroshi menang dalam lomba adu mulut melawan Kitaro. Ia memaklumi Kitaro, karena sifatnya yang belum dewasa. Kalau 1 tahun lagi sikapnya tetap sama, mungkin Hiroshi tidak mau berteman dengan Kitaro lagi. Sifat kurang ajarnya juga membuat Hiroshi enek.

“Hm... lebih baik aku pergi ke perpustakaan,” gumam Hiroshi sambil mengemasi buku pelajaran beserta bekal yang ia bawa. Selepas itu, ia pergi ke perpustakaan untuk meminjam buku.

Di halaman sekolah, banyak siswa yang berlalu-lalang ke sana dan ke mari. Sehingga membuat Hiroshi semakin tidak nyaman. Hiroshi memutuskan untuk pergi ke perpustakaan lewat jalur belakang. Ia tidak terlalu suka dengan keramaian, karena keramaian bisa mengancam keselamatannya. Tergantung sih, kasus kejahatan yang merajalela. Bisa saja, tempat sepi adalah tempat yang dipenuhi dengan kejahatan.

Saat Hiroshi berjalan melewati pelataran kelas, tiba-tiba ia bertabrakan dengan seorang wanita dengan rambut pendek se pundak. Tak disangka, wanita tersebut langsung berteriak dan pergi meninggalkan Hiroshi yang terjatuh. Sama seperti Hiroshi, ia kaget tetapi tidak berteriak. Semua siswa di sekitar kejadian tersebut langsung melirikkan matanya ke Hiroshi. Alhasil, Hiroshi menjadi malu. Selepas itu, ia berdiri seraya membersihkan bajunya yang kotor kemudian melanjutkan perjalanannya ke perpustakaan.

AGAIN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang