Bagian 17

4 3 0
                                    

“Sana keluar dulu, kasihan Hiroshi,” pinta Izumi.

Akhirnya Kitaro menuruti apa yang dikatakan Izumi. Setelah selesai berganti, Hiroshi menemui Kitaro di ruang tamu rumahnya.

“Ada apa?” tanya Hiroshi.

“Cuma mau bilang, kerja kelompok. Bantu aku!”

“Bantu apa?!”

“Gak jadi deh, aku pulang aja!” Kitaro langsung menutup pintu rumah Hiroshi dan kembali pulang.

Tingkah anehnya itu membuat Hiroshi bingung. Bagaimana bisa Kitaro datang ke rumahnya secepat itu. Apa dia tidak mandi? Kenapa dia datang ke rumahnya? Mungkin Kitaro kesurupan. Tidak ada niat apa pun ketika ia berhadapan dengan Hiroshi secara langsung.

***

Keesokan paginya, Hiroshi datang ke rumah Kitaro seperti biasanya. Ia menunggu Kitaro yang tengah mandi. Setelah cukup lama menunggu, akhirnya Kitaro siap berangkat ke sekolah.

Sekitar 30 menit telah berlalu. Hiroshi dan Kitaro sampai di kelasnya. Mereka berdua mulai menaruh tasnya secara bersamaan. Kemudian, Hiroshi duduk dan melirik ke belakang. Ternyata, perempuan itu belum berangkat. Karena ini adalah kesempatan yang bagus, Hiroshi langsung menulis sebuah surat dan meletakkannya di loker mejanya.
Waktu demi waktu telah dilewati hingga akhirnya, ruangan kelas telah terpenuhi oleh semua murid.

Bel berbunyi dan bu Eiko datang dengan puluhan lembar kertas panjang. Ia mulai membuka kelas belajar ini dengan berdoa, dilanjut literasi.

Setelah selesai melaksanakan kegiatan rutinitas, bu Eiko langsung membagikan kertas kosong itu ke murid-muridnya. Kertas A4 putih polos, dibagikan rata kepada murid-muridnya. Tidak ada murid yang tidak menerima kertas tersebut.

“Silakan, gambar cita-cita kalian di selembar kertas tersebut. Setelah itu, kumpulkan di meja guru. Ditunggu siang ini juga!” jelas bu Eiko.

Kemudian ia keluar kelas tanpa memberikan penjelasan lainnya.
Senua murid langsung mengambil pensilnya masing-masing dan mulai mengilustrasikan cita-citanya. Karena cita-cita Hiroshi ingin menjadi astronaut, ia akan menggambar dirinya berada di dalam roket yang sedang meluncur ke luar angkasa.
Rasanya sangat senang, ketika Hiroshi melihat langit hitam berpadu biru tua dengan bintang kecil yang menghiasinya. Apalagi jika terdapat sang pusat tata surya dengan komponen pembangun tata surya itu sendiri.

“Hiroshi, kamu mau jadi astronaut, ‘kan?” tanya Kitaro seraya berjalan mendekati Hiroshi.

“Iya, memangnya kenapa? Bagaimana dengan cita-citamu?”

“Nanti kamu tahu sendiri!”

Kitaro kembali duduk di bangkunya. Ia mulai melanjutkan gambarnya hingga selesai. Ternyata, Kitaro dan Hiroshi sama-sama pandai menggambar. Karena merasa bosan, Kitaro kembali berdiri dan menemui Hiroshi.

“Hiroshi, kamu sudah selesai?” tanya Kitaro sembari meneguk air minum yang ia bawa.

“Belum, ini masih menggambar,”

“Uhuk!”

Kitaro tersedak air yang sedang ia minum. Akhirnya, air keluar dari mulut Kitaro dan membasahi kertas gambar milik Hiroshi. Seperti kebiasaan murid-murid di sini, mereka langsung menatap Kitaro dan Hiroshi secara bersamaan.
Padahal, gambar Hiroshi sebentar lagi mau selesai. Malah Kitaro kacaukan.

“Aduh!”

“Maaf, Hiroshi! Aku sungguh minta maaf!” pinta Kitaro. Kemudian, ia menarik dasi Hiroshi dan mulai mengelap gambar tersebut dengan dasi Hiroshi.

“Awas!” teriak Hiroshi seraya menarik dasinya yang tengah digunakan Kitaro untuk mengelap tumlahan air itu. Sungguh, ia sangat kesal kepada Kitaro.

AGAIN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang