“Be-benarkah?” Ayame menolehkan wajahnya dan menatap Hiroshi.
“Benar, sekarang, lihat ke arah Timur. Sekitar 1 menit lagi, matahari akan terbit,” perintah Hiroshi.“Woy, jangan mesra-mesraan begitu dong!” teriak Kitaro yang sedang bermain air pantai.
“Sini, duduk. Jangan main mulu sama Mitsuko!” balas Hiroshi. Kitaro dan Mitsuko pun berjalan ke arah Hiroshi.
Untuk Kitaro, ia duduk di sebelah kiri Hiroshi, Ayame duduk di sebelah kanan Hiroshi, dan Mitsuko duduk di deretan paling kanan.
“Kita pulang jam berapa?” tanya Kitaro.
“Jam 3 sore,” jawab Hiroshi sembari menatap arah Timur.
“Lihat! Lihat! Mataharinya muncul!!” seru Mitsuko.
“Eh, iya. Bagus banget!”
“Foto! Buruan foto! Ada yang bawa kamera?” tanya Kitaro panik.
“A-ada, a-aku ambil dulu, ya!”
“Cepat ambil Ayame, habis itu kita foto bersama!”
“Hey, Kitaro! Berani-beraninya, ya, kamu suruh-suruh Ayame!”
“Sudah-sudah, aku aja yang ambil.” Akhirnya, Hiroshi yang mengambil kamera milik Ayame. Ia beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju pos penitipan.
“Ini kameranya,” ucap Hiroshi. Ayame langsung memotret proses terbitnya matahari. Tak lupa, ia memotret ketiga teman-temannya, secara bergantian.
***
Jam demi jam telah berlalu, hari semakin sore dan pantai semakin sepi. Tepat pukul setengah lima sore, mereka akan pergi meninggalkan pantai ini.
“Eh, sekarang jam berapa?” tanya Hiroshi.
“Gila! Jam 4 lebih 20 menit woy!” seru Kitaro panik.
“Gak mungkin!” tangkas Mitsuko tidak percaya. Jarak antara pantai ke Zenibako Station cukup jauh. Mereka membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai di stasiun tersebut.
“Ini semua salahmu! Ngapain naik kapal? Jadinya terlambat, ‘kan!” tuntut Kitaro dengan kesal.
“Mulutmu dijaga, ya! Kamu yang kelamaan main selancar! Ngapain salahi aku?”
“Sudah, jangan bertengkar. Lebih baik cari kereta lainnya,” celetuk Hiroshi.
“Mana bisa seenak itu, kamu kira kereta pulang ke rumah? Lagian ini sudah sore, kebanyakan kereta, bertujuan ke Ishikari,” jelas Mitsuko.
“Terus gimana dong?!!” rengek Kitaro.
“Mending kita pesan tiket buat besok lagi, sekarang kita tidur di hotel, bagaimana?” saran Hiroshi sembari menatap ketiga sahabatnya.“Uangnya?”
“Aku ada sedikit uang, nanti bisa ditambah dengan uang kalian. Kita sewa 1 kamar saja, tapi yang makan malam sama sarapannya gratis,” jelas Hiroshi.
Setelah mengumpulkan uang, akhirnya mereka bisa memesan satu kamar di salah satu hotel terdekat. Sebelum pergi ke hotel, mereka memesan tiket kereta api untuk esok hari, yang tujuannya ke Sapporo.
“Akhirnya, bisa merebahkan diri!” seru Kitaro ketika sampai di kamar hotelnya.
“Hey, bagi kamar dulu! Aku sama Ayame tidur di kasur ini, kamu sama Hiroshi tidur di dekat sofa saja!” tangkas Mitsuko.
“Eh, gak adil!”
“Ikuti aja kemauannya, Kitaro. Mereka perempuan, wajar kalau mereka tidur di kasur. Kita ‘kan laki-laki, kuat tidur di tempat dingin,”
“Iya, rewel banget!”
KAMU SEDANG MEMBACA
AGAIN [COMPLETE]
Teen Fiction# 1 Tenfiction [8 September 2020] # 2 Teman [9 September 2020] # 3 Fiksiremaja [12 September 2020] Hiroshi, seorang lelaki dengan sifat peduli namun pendiam, tiba-tiba ia tertarik untuk berteman dengan seorang perempuan yang bernama Ayame. Dalam men...