Bagian 28

2 3 0
                                    

***

Dua hari telah berlalu, kini Hiroshi bisa dijenguk oleh siapa saja. Selama dua hari ini, Ayame membolos sekolah dengan alasan sakit. Padahal, ia menunggu Hiroshi sadar dari balik pintu ruangannya.

“Saya bisa masuk ‘kan, Dok?” tanya Ayame.

“Silakan, masuk saja,” jawab si dokter dengan senang. Lalu, Ayame dan Mitsuko pun memasuki ruangan yang ditinggali oleh Hiroshi.

“Eh, Ayame, Mitsuko,” sapa Hiroshi dengan suara yang begitu lirih.

“Pembohong! Kamu lelaki terjahat yang pernah aku temui!” seru Ayame disertai tangisan yang kini telah membajiri wajahnya.

“Pem-pembohong? Sejak kapan aku berbohong padamu?”

“Dulu kamu pernah bilang, ka-kalau kamu gak bakal pergi! Untung saja tuhan masih baik kepadaku! Aku takut!”

“Takut kenapa?”

“Kalau ka-kamu mati,”

“Kamu sama saja bodohnya dengan Kitaro. Eh, Kitaro di mana? Dia gak keliatan dari kemarin,”

“Dia sekokah,”

“Oh, ya, lupa. Kalian enggak sekolah?!”

Ayame dan Mitsuko menggeleng-gelengkan kepalanya. Hingga membuat Hiroshi terkejut.

“Kenapa? Kenapa enggak sekolah? Sekolah itu ‘kan penting,”

“Enggak. Lebih penting kamu daripada sekolah. Coba bayangkan, satu raga yang hancur dengan satu sekolah yang hancur. Pasti lebih mahal raga yang hancur, ‘kan? Kalau sekolah bisa dibangun lagi, kalau Hiroshi yang hancur, mana bisa dibangun lagi!” jelas Ayame.

“A-Ayame? Bagaimana bisa kamu bicara lancar?” tanya Hiroshi bingung. Biasanya saja, Ayame menjadi orang yang cuek dan pelit berkata-kata.

“Eh, a-anu. Enggak,”

“Anu apa? Enggak apa?”

“Dia menyukaimu Hiroshi, gitu aja gak peka!” jelas Mitsuko.

“Eh, apa? Aku gak denger,” balas Hiroshi dengan polosnya. Saat Mitsuko mengucapkan kata-kata itu, memang kebisingan menghampiri ruangan ini. Jadinya, kemungkinan besar Hiroshi tidak mendengarnya.

“Dia me—“ Ayame langsung menutup mulut Mitsuko rapat-rapat dengan kedua tangannya.

“Me?”

“Enggak, bukan apa-apa,” lanjut Mitsuko. Ayame pun tertawa kecil di saat itu juga.

“Kalian gak bawa oleh-oleh buat aku?”

Baru kali ini Hiroshi ngarep kepada orang lain. Sepertinya, otak Hiroshi semakin geser karena kecelakaan waktu itu.

“A-ada ini,” balas Ayame sembari menyerahkan sebuah bingkisan buah.

“Eh, padahal aku bercanda, loh! Malah dikasih beneran. Ya sudah kalau begitu, terima kasih banyak. Terima kasih juga, sudah menemaniku hingga saat ini. Rasanya sangat senang, mempunyai sahabat seperti kalian. Kalian itu baik banget, perhatian, mau menerima aku apa adanya. Tidak seperti teman lainnya, yang hanya menganggapku seperti angin lalu,”

“Iya sama-sama. Kayaknya, Kitaro ke sini sepulang sekolah, deh! Nanti aku kabari lagi kalau Kitaro mau ke sini. Aku sana Ayame pulang duluan, ya. Karena tidak sekolah, pekerjaan rumah kami menjadi tambah banyak,” ucap Mitsuko

“Iya, silakan,”

“Eh, tapi—“

“Udah Ayame, pulang! Biarin Hiroshi beristirahat. Kalau diganggu terus, nanti gak sembuh-sembuh!” bisik Mitsuko sembari mendorong Ayame keluar ruangan.

AGAIN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang