6. Pulang Bareng

11 5 6
                                    

“Ya sudah, kalian boleh lewat,” ucap bapak-bapak tersebut dengan santai. Akhirnya, Hiroshi dan Kitaro bisa melewati penjaga tersebut. Hiroshi kira, mereka bakal disetrap karena melanggar aturan.

“Kitaro, bagaimana tanggapanmu terhadap classmeet tersebut?” tanya Hiroshi membuka percakapan.

“Ah, itu. Mudah kok! Tenang saja, tidak usah takut. Lagian cuma lomba-lomba saja, tidak ada kegiatan selain itu!” jelas Kitaro sambil menutup matanya dan memamerkan dadanya.

“Oh, begitu. Pasti kamu tau dari kakakmu ya?”

“Iya!”

Keadaan menjadi hening selepas itu dan kini, Kitaro yang membuka percakapan terlebih dahulu.

“Hiroshi....” bisik Kitaro dengan pelan.

“Hm?”

“Rumah kamu di mana? Sampai saat ini, aku belum tau rumahmu di mana,” ucap Kitaro.

“Rumahku di dekat bukit. Tepatnya di depan gerbang menuju bukit tersebut,” urai Hiroshi sembari menundukkan kepala.

Tak terasa, mereka telah berjalan kurang lebih sekitar 200 meter. Udara segar membawa kepenatan terbang ke langit. Padi yang ditanam beberapa bulan lalu, mulai tumbuh secara perlahan. Daun hijau membuat pandangan menjadi segar.

“Hiroshi, apakah kamu mempunyai seorang pacar?” Tiba-tiba saja Kitaro menanyakan hal tersebut. Hiroshi langsung gugup, karena ia tidak tau harus menjawab seperti apa.

“Ah, um... mu-mungkin tidak a-ada!” jawab Hiroshi gugup. Kitaro langsung menatapnya dengan tatapan setajam elang. Ia hanya memastikan, apakah Hiroshi berbohong atau tidak.

“Bagaimana mungkin cowok sepertimu belum mempunyai seorang pacar. Kamu bohong ya?” Kitaro memajukan wajahnya sambil menatap mata Hiroshi yang melirik ke sana dan ke sini.

“Serius, aku tidak mempunyai pa-pacar!” tegas Hiroshi sehingga membuat Kitaro mengundurkan wajahnya.

Mereka berdua terus berjalan sambil mengobrol hingga akhirnya mereka harus berpisah di pertigaan saat memasuki desa tersebut. Kitaro berbelok ke arah kanan sedangkan Hiroshi berbelok ke arah kiri.
Sekitar 1.750 jiwa menduduki desa ini. Bisa dikatakan, desa ini maju dan berkembang. Sungai, bukit, dan daratan hijau, semuanya disajikan dalam satu tempat. Jika kalian mengunjungi desa ini, pasti kalian tidak percaya, betapa indahnya desa ini.

Warga di desa ini juga ramah-ramah. Jarang sekali mereka bertengkar apalagi bermusuhan. Hanya saja, mereka sedikit suka membicarakan masalah orang lain.
Satu-satunya sungai yang mengalir melewati desa ini, menjadi sarana untuk rekreasi dan mengembang biakkan beberapa jenis ikan. Saat menaiki bukit yang Hiroshi ceritakan, kalian akan disambut beberapa hewan liar. Seperti monyet, kucing, dan burung. Sesampainya di atas bukit, dataran hijau langsung menyambar mata kalian.

Pepohonan yang rindang, menghiasi bukit dan padang rumput ini. Biasanya, bukit ini menjadi tempat untuk melihat bulan purnama atau festival kembang api.

“Satoru pulang,” ucap Hiroshi seraya membuka pintu dan melepas sepatu lalu meletakkannya di rak dekat pintu. Sayangnya, tidak ada yang membalas ucapan Hiroshi tersebut. Keadaan hening, seakan tidak ada orang.

“Apa ada orang? Ibu? Kakak?” tanya Hiroshi sambil berjalan melihat-lihat isi ruangan rumah. Memang benar, tidak ada seorang pun di dalam rumah ini. Ini adalah kesempatan terbaik Hiroshi untuk menonton film detektif kesukaannya. Ya! Detektif Conan, itulah film kesukaan Hiroshi.

“Mana perut aku lapar lagi, apa Ibu meninggalkan makanan ya?” Hiroshi langsung berjalan menuju dapur dan mulai mencari makanan yang ada di dapur tersebut.

AGAIN [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang