26. Dari siapa?

2.8K 649 46
                                    

HP ku terus bergetar daritadi. Pasti Caca sedang spam di grup chat. Grup chat yang isinya kami bertiga (aku, Riri, dan Caca) tentang perkara tadi siang. Sandhi si anak olimpiade yang mendadak mengumumkan di depan kelas kalau dia menerima Secret Things dari seseorang berinisial 'R' di kelas kami dan Riri yang maju ke depan sambil berkata kalau dia ingin Sandhi menyimpan nomornya biar mereka bisa menjadi teman.

Aku sendiri yang duduk di belakang, yang menyaksikan itu semua cuma bisa mangap. Yoga yang duduk di sebelahku juga speechless. Benar-benar diluar dugaan!

Tapi semua itu jadi tidak terlalu penting bagiku karena aku juga sibuk membuka bingkisan Secret Things yang dikirimkan kepadaku. Memang sih jumlahnya tidak terlalu banyak seperti yang didapatkan Caca tapi ada satu bingkisan yang aku cari sejak tadi.

Di kelas mungkin aku terlihat tenang ketika menerima beberapa bingkisan dengan namaku sebagai penerima. Tapi tidak ketika aku sudah sampai rumah.

"Ini dari Yoga, kan?" gumamku sedari tadi sambil menatap cokelat yang diikat cantik dengan pita warna pink dan sepucuk surat.

"Tulisannya mirip sih," kataku lagi. Sebenarnya ini tidak akan menjadi rumit kalau Yoga mau ngaku. Tadi di sekolah dia tidak mau membahas Secret Things lebih detail. Yang aku tahu Yoga malah dapat surat-surat iseng dari beberapa temannya di kelas lain. Tapi yang jelas aku juga tahu kalau ada bingkisan dariku yang kukirimkan secara rahasia untuk dia. Jadi kemarin aku tidak bilang mau kasih sesuatu biar pas dibuka nanti jadi surpries hehehe.

Oiya kembali ke surat yang aku terima. Tulisannya begini :

Untuk Arin, maaf kalau gue pernah buat lo kesal. Suatu hari nanti jika lo merasa kesepian atau takut sendirian, lo bisa lihat ke belakang atau kalau lo masih kesulitan untuk itu, biar gue maju selangkah untuk memberanikan diri berdiri di samping lo.

Nanti. Suatu hari nanti.

"Tapi kalau ini Yoga, kenapa isi suratnya begini?"

Aku rebahan di kasur sambil membuka instagram. Mendadak kedua mataku membulat ketika melihat postingan instastory Arsenno. Postingan dalam bentuk video itu menampilkan seseorang yang aku kenal bernama Hafiz, teman Arsenno.

"Gue lagi nemenin si sad boy nih!"

"Anjing diem lo," Arsen tampak menutupi mukanya dengan tangan dari layar HP yang sepertinya diambil alih oleh Hafiz.

"Buat ciwi-ciwi yang mau deketin beliau, dipersilakan. Tapi rada ambis kayak tai dia hahahahaha."

Aku bangun dari posisi rebahan dan refleks bilang, "Lah udah putus dari Julia?" terus tanganku tergerak untuk mengetik nama akun instagram Julia dan benar saja foto-foto Arsen sudah tidak ada lagi disana, "Ini sih fix putus. Cepet amat."

"Padahal kemarin gue sempet ketemu Arsen beli cokelat di minimarket. Eh, ternyata udah putus aja. Terus cokelatnya buat siapa?" Tiba-tiba pandanganku beralih ke dua bungkus cokelat yang masih tergeletak di atas meja belajarku. Aku merinding.

"Ngaco ah. Mikir apaan aku? Nggak! Nggak!" kataku lalu membenamkan mukaku kembali ke bantal.








•••








"Cie, cie, cie."

Aku baru turun dari kamar. Mau jalan ke dapur terus di dapur ternyata udah rame sama keberadaan mas-masku.

"Ada yang lagi berbunga-bunga nih," kata Mas Devan cengengesan.

Oh ini pasti lagi cepuin Mas Surya.

"Semalem aku cek instagramnya ternyata mbaknya..." Kalimatku terhenti waktu Mas Surya terlihat melotot ke arahku.

"Heh kenapa? Aku belum cek sih. Belum beli kuota," kata Mas Wirya.

Aku Panggil Mereka : Mas! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang