[ Credit GIF to Kagerou Daze ]
Apa ada dunia tanpa kemunafikan? Apa itu cuma sekedar haluku saja?
Kebanyakan manusia memasang filter di wajah mereka dan memilih untuk menunjukkan diri mereka dengan topeng panuh dusta.
Kemungkinan besar semua manusia melakukan itu karena keterpaksaan norma sosial yang mengharuskan seseorang berbohong pada orang lain.
Jika tidak melakukan itu, bisa saja manusia tersebut bakal dibuang dari lingkungan masyarakat, di benci maupun dijauhi akibat perbuatan mereka yang mengikuti sifat diri sendiri.
Disaat kita benci, kita benci. Disaat kita suka, Kita suka. Tapi apa yang didapatkan? Tentu saja dicampakkan karena sekedar alasan ngomong kenyataan.
Ada pula perkataan yang kubuat sampai-sampai ku tancapkan dalam diriku sendiri.
"Tak jarang pula kejujuran lebih menusuk daripada kebohongan."
Mereka bilang dunia akan berubah jika kau berubah, tapi itu hanya suatu hal yang tidak masuk akal bagiku.
Banyak orang yang menilai orang lain berdasarkan klise dan kesan. Penyendiri pun akan dinilai penyendiri selamanya.
Jika kau tetap berjuang dan bertahan, itu hanya sebagai bahan hujatan mereka. Itulah aturan dalam kehidupan anak-anak yang kupelajari.
Rasa sakit dikhianati norma sosial bodoh itu tergambar jelas didalam diriku.
Akamine Neko, Gadis SMP kelas 1 yang terkenal pintar namun pendiam dikelas.
Aku sendiri sudah capek dengan sandiwara yang menunjukkan kepura-puraan di depan orang lain.
Ketika seseorang bersikap baik ke manusia lain, bukan berarti orang tersebut peduli pada mereka. Orang itu bersikap baik cuma atas dasar kemanusiaan dan supaya mendapatkan pujian dari orang doang.
Aku merasa jijik banget dengan kemunafikan tersebut. sampai akhirnya diriku menganggap orang yang bertingkah laku baik padaku bukanlah orang yang tulus atau tipikal orang yang berlagak main temen-temenan udah gitu sering banget ngumpul bareng.
Eh, tau-taunya nambah beban. pas dibelakang mereka semua pada ngeghibah satu sama lain sampai-sampai nyebarin aib.
Cuma karena aku dan mereka pernah main bareng dan hangout bareng, mereka belum bisa kuanggap sebagai teman yang bisa menerima diriku apa adanya.
Buktinya? Aku menghitung berapa kali orang-orang berada di sampingku saat sedang mengalami keadaan susah.
Ga pernah.
Giliran ada maunya doang baru nyamperin.
Karena duniaku suram, bahkan aku sampai ngeposisiin diri sendiri dalam sebuah ideologi.
"Aku tidak butuh teman. Aku bisa melakukannya sendirian."
Tapi ironis sekali diriku. Aku malah berbohong pada diri sendiri. Ideologi yang sering ku cantumkan dalam diriku hanya sebatas alasan agar diriku tidak mengalami rasa sakit dari pengkhianatan lagi.
Jauh didalam diriku, aku masih berharap suatu saat nanti muncul ketulusan yang nyata dihidupku.
Demi melakukan itu, aku sering berkorban pada orang lain hingga reputasiku dicap jelek akibat dari omonganku saja.
Berhubung juga lawan bicaraku tidak bisa menerima argumen orang lain, dia malah berlagak menjadi korban dan aku pada posisi penjahatnya.
Padahal kenyataannya, Dari awal saja tidak ada memiliki niat jahat seperti itu. Aku peduli dengan orang lain dan tidak mau melihat mereka menderita. Hanya saja, Penyampaian perasaan diriku tidak banyak dimengerti dan malah menganggap aku meremehkan mereka.
Pada akhirnya, orang tua-ku sadar dengan apa yang ku alami dan langsung menuntunku ke sekolah lain saat diriku menginjak kelas 2 SMP.
Disitulah aku bertemu Hikari, Kamegai dan Kazumi. Entah sebanyak apapun diriku mengabaikan atau mengusir mereka, tetap saja 3 manusia jelmaan ini bagaikan sebuah lem yang menempel pada diriku.
3 makhluk ini tahu soal kejadian-ku semasa kelas 1 SMP.
Mereka bertiga secara kompak bersikap baik padaku. Tentu saja hal itu tidak bisa ku terima secara langsung karena suatu alasan. Aku selalu mengingatkan diriku, "Mereka bersikap baik padamu cuma karena kewajiban norma sosial."
Berhubung orang lain belum pernah ada sampai lengket plus baik padaku, aku sendiri ga tau mau respon bagaimana.
Dua pilihan tercantum dalam pikiranku. Menerima kenyataan kalau 3 makhluk ini memang peduli padaku atau balik lagi ke awal.
Pada akhirnya, aku memutuskan untuk menerima mereka lalu bergaul dengan trio ini.
Tragedinya tidak habis sampai disitu. Saat diriku sudah bisa menerima kedatangan orang lain, ini malah membuatku membenci diriku sendiri karena pada dasarnya aku adalah sosok manusia yang penuh kemunafikan, egois dan tidak mau menjadi diri sendiri.
Aku tidak bisa bicara jujur agar lingkungan di sekitarnya tidak tersakiti dan berbalik kena padaku.
Waktu pun mulai berlalu. Akhirnya aku mengerti bahwa kehidupan itu tidak selalu tentang kebahagiaan, pasti ada saja konsekuensi di setiap perbuatan.
Hidup memang tidak liput dengan yang namanya ketidakadilan. Ketika ingin meraih kebahagian, kita harus bersiap juga untuk menanggung resiko penderitaan yang akan datang.
Memang wajar setelah aku sudah dapat menjalin hubungan pertemanan dekat dengan manusia lain, tentu saja aku tidak ingin merusak hubungan itu.
Tapi diatas semua itu, aku harus bisa mengambil keputusan sendiri, sekalipun keputusan yang ku ambil dapat membuat salah satu pihak sakit hati atau kecewa.
Di posisi lain, pada dasarnya aku harus belajar membahagiakan diriku terlebih dahulu dan mengikuti apa yang hatiku katakan.
Aku sendiri yakin hubungan pertemanan kami berempat tidak akan hancur semudah itu. Dengan kata lain, aku harus kembali ke sifatku yang dulu. Yang jujur dan secara tidak sengaja mencurahkan isi hatiku tanpa takut apapun.
Mustahil untuk tidak menyakiti seseorang. Hanya dengan keberadaan seseorang saja mereka bisa menyakiti orang lain.
Hidup atau mati pun mereka akan terus menyakiti. Berbuat salah tidak apa-apa, menyakiti perasaan seseorang itu tidak apa-apa, karena itu adalah bagian dari kehidupan.
Mengikuti apa kata orang lain tidak akan membuat dirimu bahagia. Hanya dirimu sendiri yang dapat memberi makna apa itu kebahagiaan.
Itu lah yang ku pelajari semasa aku hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝐃𝐢𝐦𝐞𝐧𝐬𝐢𝐨𝐧 ★『 𝐁𝐍𝐇𝐀 』
Humor╰┈➤✮ 𝑩𝒏𝒉𝒂 𝒙 𝒇𝒆𝒎!𝒓𝒆𝒂𝒅𝒆𝒓 (𝒐𝒄) ▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂▂ 𝙈𝙚𝙣𝙮𝙖𝙥𝙖 𝙙𝙖𝙣 𝙝𝙞𝙡𝙖𝙣𝙜 𝙏𝙚𝙧𝙗𝙞𝙩, 𝙩𝙚𝙣𝙜𝙜𝙚𝙡𝙖𝙢 𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞 𝙥𝙚𝙡𝙖𝙣𝙜𝙞 𝙔𝙖𝙣𝙜 𝙞𝙣𝙙𝙖𝙝𝙣𝙮𝙖 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙨𝙚𝙨𝙖𝙖𝙩 '𝙏𝙪𝙠 𝙠𝙪𝙡𝙞𝙝𝙖𝙩 𝙙𝙞𝙖 𝙢𝙚𝙬𝙖𝙧𝙣𝙖𝙞...
