23

582 50 3
                                    

Akhir

Yena hanya diam menatap keluar, gak usah ditanya kenapa, dia baru aja diputusin sama Mark, udah pasti sekarang mereka lagi canggung-canggungnya. Ditambah ada Yohan duduk di depan.

Setelah berdiam beberapa menit, akhirnya Yena sampai di depan rumahnya, ia turun, tak lupa mengucapkan terima kasih, lalu langsung masuk ke dalam rumah.

"Gue putus," Yohan sontak menoleh ke belakang, mengernyit, menelaah apakah ada keseriusan dalam ucapan Mark, dan ternyata ada, dia serius.

"Putus?" Mark mengangguk pelan, "Bukannya gak mau menghargai pengorbanan lo karena mau lepasin Yena buat gue, tapi faktanya memang Yena sukanya sama lo, gak bisa diubah."

Yohan mengalihkan pandangannya ke bawah, "Terus?"

Mark menarik nafas pelan, "Pake nanya lagi, Yena nya nanti beneran pergi baru nyesel lo," Yohan terdiam, gak tau lagi mikir atau ngapain, pokoknya dia lagi diem sekarang.

Yohan langsung menaiki motornya bahkan sebelum semenit setelah ia sampai di rumah, "Kemana?" tanya Mark bingung.

"Yena," motor Yohan langsung pergi secepat kilat, "Ya maksud gue gak sekarang juga sih.." gumam Mark.
~~~
Motor Yohan berhenti tepat di depan rumah Yena, sekarang hari sudah gelap, sekitar pukul setengah tujuh.

Yohan meletakan helm di atas motornya, berjalan pelan memasuki halaman rumah Yena.

Mengetuk pintu sampai akhirnya ada yang membukakan, "Ya?" suara Yena terdengar samar-samar.

Pintu terbuka bertepatan dengan kedua mata mereka yang bertemu, "Hai.." sapa Yohan ragu.
~~~
Yena duduk di sebelah Yohan sembari meletakan segelas teh hangat untuk Yohan. "Kenapa ke sini?"

"Eumm.. mengungkapkan perasaan?" Yena sontak menoleh, "Hah?" wajahnya tampak kaget bercampur bingung.

"Gue udah sama Ma—"

"Udah putus maksudnya?" sela Yohan. Keadaan hening. Bisa dibayangkan seberapa malunya Yena karena mau bohong tapi ternyata Yohan udah tau kebenarannya.

"Perasaan gak bisa dipaksa Yen.." Yohan menoleh pada Yena, "Sakit ya?"

Air mata Yena mulai membuat pandangannya kabur, "Aku ke sini, mau nyembuhin luka kamu, boleh?"

Yena perlahan membalas tatapan Yohan dengan air matanya yang mulai jatuh. "Mau nyembuhin, atau nambahin?" tanyanya.

"Nyembuhin, mana mungkin aku tega nambahin," balas Yohan. Yena membuang pandangannya.

"Nanti diomongin satu sekolah." —Yena

"Siapa yang berani ngomongin?" —Yohan

"Banyak." —Yena

"Yah... capek dong aku nanti harus nonjokin satu-satu." —Yohan

"Heh!" pekik Yena, Yohan malah tertawa tak berdosa. "Kalau aku bilang mau nyembuhin luka kamu, percaya aja sama aku, aku dateng buat bikin kamu bahagia, bukan sengsara."

"Tau dari mana ujungnya bakal bahagia?" —Yena

"Ya gak tau, makannya dicoba dulu, kan sayang kalo ternyata ujungnya bahagia, nanti nyesel loh." —Yohan

[✔️] Limerence || Yohan - YenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang