17

300 42 3
                                    

Should I Say 'Goodbye'?

Yena sedang lari keliling lapangan karena hari ini ia telat sampai di sekolah, ya soalnya macet, dan Byungchan gak pinter nyalip, takut nabrak spion mobil.

Yena berhenti sejenak, menyeka bulir keringatnya sambil bertumpu pada lututnya. "Kenapa gue gak dikasih kekuatan teleportasi sih!? Kan biar gak te— HUWWAA!!"

Jeritan Yena yang cukup keras membuat orang yang berada di sebelahnya nyaeis terjekut jika ia tidak bisa mengontrol ekspresi wajahnya.

Yena yang kini terduduk di tanah beralas semen menyipitkan matanya untuk memperjelas siluet orang yang menghitam karena cahaya matahari di belakang orang itu.

Hingga orang itu bergeser, menutup cahaya matahari, dan menyodorkan sebotol air minum pada Yena.

Yena mendelikan matanya, menjulurkan tangannya bermaksud meminta pertolongan untuk berdiri.

"Ngapain?" tanya Yena seraya menerima minuman tersebut, "Ke toilet," jawabnya. "Ini kan bukan toilet," balas Yena.

"Ceritanya toilet," Yena tersenyum sambil menahan tawanya. Yena meneguk minuman itu sekali, menutupnya kembali, lalu memilih untuk berjalan dan duduk di tengah lapangan meski matahari sedang sangat terim saat ini.

Yohan pun berdiri tepat di belakang Yena, ia tidak mau duduk di situ. "Maaf ya.." ujar Yena tiba-tiba tanpa menoleh ke arah Yohan.

"Kenapa?" balas Yohan. Yena pun menoleh dan akhirnya berdiri berhadapan dengan Yohan. "Aku memang gak pernah kasih tau langsung ke kamu, tapi aku yakin kamu ngerti perasaan aku ke kamu kayak gimana, aku juga ngerti perasaan kamu ke aku kayak gimana, kamu gak suka sama aku, kan?"

"Aku gak bisa maksain apa yang udah ada jadi apa yang aku pengen, apalagi ini tentang perasaan, jadi.." Yena menarik tangan Yohan, membiarkan botol minuman itu berpindah tangan.

"Aku janji gak akan ganggu kamu lagi, tapi kalau soal suka.. aku coba dulu, makasih," Yena membalikan badannya, hendak meninggalkan Yohan.

"Maaf," ujar Yohan tiba-tiba. Langkah Yena terhenti, "Mark—" ucapan Yohan terhenti tepat di ujung bibirnya saat Yena menoleh sambil tersenyum.

"Jaemin udah jelasin, udah aku maafin, makannya sekarang aku yang minta maaf," Yohan terdiam, matanya tak lepas dari sosok Yena yang semakin menghilang dari pandangannya.
~~~
Yohan berbalik setelah menerima makanan pesanannya, ia keluar dari barisan dan mengedarkan pandangannya untuk mencari meja kosong.

Yohan pun dapat melihat Yena yang sedang tertawa bersama Jaemin dan yang lainnya, Yohan tebak mungkin karena Seungyoun memasukan sumpit bekas ke dalam telinga Minhee, atau mungkin karena hal lain, entahlah.

Yohan berjalan, membawa nampan dengan makanan dan minuman miliknya, ia mau tak mau harus melewati meja Yena, karena satu-satunya meja yang kosong berada di belakang meja Yena.

Kontak mata yang tak dapat dihindari terjadi antara Yohan dan Yena, Yohan mengernyit setelah melewati meja Yena. Karena jika biasanya Yena akan heboh sana-sini mulai dari menata rambut sampai periksa gigi jika Yohan mau lewat di depannya, kini Yena hanya memberi senyum sekilas pada Yohan dan langsung mengabaikannya lagi.

Yohan mulai menyantap makanannya setelah selesai berdoa, jujur saja, fokusnya terpecah karena suara tawa Yena yang dari tadi tak kunjung berhenti.

Yohan berniat melirik sekilas, namun matanya malah bertemu dengan mata Mark yang duduk mengarah padanya. Yohan sedikit mengangkat kepalanya.

Mark mulai tersenyum, senyuman Mark terlihat layaknya senyuman adik kepada sang kakak, terlihat manis dan tulus.

Yohan menaikan sebelah alisnya, meminta kejelasan kenapa Mark tiba-tiba tersenyum padanya, dan Mark hanya menggeleng lalu langsung mengalihkan pandangannya.
~~~
"Belom dijemput?" Yena hampir saja melempar handphone-nya karena kemunculan Yohan yang sangat tiba-tiba.

"Hah? Belom," jawab Yena. Yena kembali menatap layar handphone-nya, matanya sesekali melirik ke arah Yohan, mengecek apakah manusia ini sudah pergi atau belum.

Bukannya pergi, Yohan malah berdiri tepat di sebelah Yena sambil memandangi langit yang sedang menurunkan hujan deras.

Tak mau salah paham, Yena pun bertanya, "Ngapain?" Yohan menoleh, "Nunggu," Yena mengernyit, bukankah Yohan punya motor sendiri? Buat apa dia nunggu?

"Nungguin siapa? Kan punya motor sendiri, ngapa—"

"Lo," potong Yohan. Yena terdiam, perlahan memberanikan diri mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Yohan. "Hah?"

"Nunggu lo," jelas Yohan. "Ngapain?" bukannya menjawab, Yohan malah kembali melihat sekitar.

Yena menghela nafas pelan, tak lama notifikasi dari Byungchan masuk, dia bilang dia menjemput Yena bersama sang papa, jadi mereka menggunakan mobil.

Yena pun tersenyum, ia menekan simbol telfon agar bisa menelfon Byungchan.

"Halo??" —Yena

"Hm?" —Byungchan

"Beneran jemput pake mobil!?" —Yena

"Iyaa.. ini udah di gerbang, udeh matiin orang mau ketemu juga," —Byungchan

"Oke! Dadahh!!" —Yena

Yena mengantongi handphone-nya di saku roknya, matanya tertuju pada satu mobil yang sudah mulai memasuki halaman sekolah.

Kini mobil itu berhenti tepat di depan gedung utama, Yena pun menuruni tangga satu-persatu, menyadari Yena yang hendak pergi, Yohan langsung mengikuti Yena.

"Licin," ujar Yohan sambil menutupi kepala Yena menggunakan tasnya, Yena tak merespon, ia hanya terus berjalan, seakan tidak ada Yohan di sana.

Yena membuka pintu mobil, masuk ke dalam tanpa mengucapkan satu kata pun pada Yohan. Yohan perlahan menurunkan tasnya, memandangi Yena yang ada di dalam mobil walaupun tak terlihat dengan jelas.

Kaca depan turun, membuat Yohan menoleh, "Temennya Yena?" Yohan mengangguk sambil tersenyum tipis.

"Makasih ya udah nemenin Yena, sampe basah gini," ujar Siwon, "Gak pa-pa om.." balas Yohan. "Pa.." suara Yena terdengar.

"Iyaa iyaa, kan cuman mau bilang makasih ke temen kamu, masa gak boleh?" kata Siwon. "Ya udah, om jalan dulu ya, Yena nya kecapean kayaknya."

"Oh, iya om," mobil Yena pun mulai meninggalkan halaman sekolah. Menyisakan Yohan seorang diri di tengah hujan, Yohan sudah sering kehujanan, tapi terakhir kali ia kehujanan, ia terkena demam.

Ya, itu terjadi karena waktu itu Yohan pergi mengikuti Mark dan Yena di tengah hujan, pulang pun Yohan menerjang hujan.

Perlahan Yohan menaiki anak tangga untuk pergi ke ruang osis, seperti biasa. Kini ia mengerti seberapa sakitnya menjadi Yena, diabaikan, dianggap tidak ada, dia sendiri merasa itu sesuatu yang jahat, tapi dia melakukannya pada Yena.

Yohan tidak pernah membenci Yena, mungkin hanya karena rasa kecewanya belum reda, dan tiba-tiba Yena datang, membuat rasa kecewa itu tumbuh semakin lebat.

Sikapnya selama ini hanya untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya, semacam... rindu? Mungkin bisa dibilang begitu.

Intinya, Yohan tidak membenci Yena.

Yohan sayang Yena.

[✔️] Limerence || Yohan - YenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang