Jisoo bercanda gurau bersama teman-temannya.
“Gimana hubungan kamu sama Sehun oppa, Jis?” tanya Bona.
“Ahhhh, baik,” jawab Jisoo.
“Apakah istrinya sudah mulai curiga?” tanya Jennie.
“Kurasa belum, sampai saat ini tak ada yang mencurigakan.”
“Tapi kudengar dari Seulgi eonnie kalau saat ini Irene eonnie sedang mengandung. Apakah kau tahu itu? Apakah Sehun oppa menelantarkanmu dan Jihoon?” tanya Bona bertubi-tubi.
“Sebenarnya, beberapa hari ini Sehun oppa tak datang ke rumah, Jihoon sering mencarinya tapi aku selalu bilang Sehun oppa pulang malam ketika dia sudah tidur,” jelas Jisoo.
“Bagaimana bisa si albino itu menelantarkan eonnie ku ini?! Aku akan memberi satu tinjuan keras di pipinya. Jangan lupa bahwa aku seorang petinju,” ucap Jennie.
“Sabarlah, Jen,” suruh Bona.
“Bagaimana aku bisa sabar?!”
“Sudahlah ini memang sudah takdir yang tuhan gariskan untukku,” balas Jisoo.
“Eohhhh, kalau begitu aku harus pamit, sebentar lagi Jihoon pulang,” ucap Jisoo pamit.
———
“Bagaimana tadi di sekolah?” tanya Jisoo.
“Tidak seru, mereka mengejekku lagi,” jawab Jihoon.
“Jangan dengarkan mereka,” suruh Jisoo.
“Tidak bisa, Ma. Mereka mulai keterlaluan. Dan di mana papa sekarang? Kenapa dia enggak pulang?” tanya Jihoon.
“Dia hanya sibuk pada istrinya saja, sedangkan kita ditelantarkan di rumah ini,” murka Jihoon.
“Biarkanlah dia bersama istrinya, selagi Mama masih bisa menghidupimu itu saja sudah cukup,” ucap Jisoo.
“Lihat saja apa yang akan kuperbuat besok,” ujar Jihoon.
“Jangan melakukan hal yang buruk hanya untuk mementingkan dirimu sendiri,” perintah Jisoo.
“Aku tidak akan membiarkan Mama terluka lebih dalam lagi,” ucap Jihoon, lalu ia masuk ke kamarnya dan menutup pintu itu dengan cara membantingnya.
Jisoo hanya bisa menggelengkan kepala dan menghela nafas berat.
———
Ceklek
“Untuk apa kau kemari?!” tanya Jisoo ketus.
“Aku ingin bertemu Jihoon,” jawab Sehun.
“Jihoon sudah tidur, jangan mengganggunya,” perintah Jisoo.
“Aku hanya ingin bertemu dengannya sebentar saja,” pinta Sehun.
“Kau tak perlu menemuinya dan jangan datang ke rumah ini lagi. Anggap saja kita tak memiliki hubungan apa pun lagi,” jelas Jisoo.
“Aku ingin memberinya uang saku.”
“Tak perlu, aku masih bisa memberikannya uang saku.”
“Kim Jisoo!”
“Wae?!”
“Aku datang kesini dengan niat baik. Aku datang kesini untuk menemui kalian.”
“Urusi saja istrimu yang tengah mengandung itu! Tak perlu datangi kami lagi!”
“Dari mana kau tahu itu?”
“Kau mau menutupinya dariku, ‘kan?”
“Tidak, Jisoo!”
“Lalu?!”
“Aku hanya menunggu waktu yang tepat.”
“Sudah? Sekarang pergilah!”
“Tidak akan.”
Jisoo mendorong tubuh Sehun sampai ke depan pintu dan mendorongnya keluar area dalam rumah. “Jangan pernah datang lagi kemari!”
Jisoo menutup pintu itu dengan cara membantingnya. Jisoo terduduk di depan pintu. Ia menangis–mengeluarkan segala kesedihannya–
“Mianhae, Jisoo-ya,” lirih Sehun.
—tbc—