Kakak Dokter
Jisoo ft. ChenleHappy Reading
“Nak Dokter sudah datang rupanya, ingin memeriksa den Chenle ya?” tanya bibi Ani.
Jisoo menganggukkan kepalanya. “Iya, Bi. Chenle-nya dimana ya?” tanya Jisoo.
“Den Chenle ada di kamarnya, lagi main game,” sahut bibi Ani.
“Anak itu main game? Padahal sudah ku larang bermain game dan harus istirahat penuh, tapi mengeyel sekali,” omel Jisoo.
Bibi Ani terkekeh mendengar omelan Jisoo. “Namanya juga masih remaja, Nak,” kilah bibi Ani.
“Kak Jisoo sudah datang? Kenapa tidak langsung ke kamar?” tanya Chenle yang baru saja turun dari lantai atas rumahnya.
Jisoo langsung menghampiri Chenle dan menjitak kepala pasiennya itu. “Kamu ini mengeyel sekali ya?!” omel Jisoo.
Chenle meringis kesakitan ketika kaka dokternya itu menjitak kepalanya. “A-aduh, Kak. Ampun!” mohon Chenle.
“Apa kamu bilang? Ampun? Gak akan!” seru Jisoo.
“Loh, Jisoo sudah datang rupanya,” ucap seorang wanita paruh baya yang menghentikan pertengkaran Chenle dan Jisoo.
Jisoo langsung menjauhkan dirinya dari Chenle. “Iya, Bu. Hari ini jadwal saya mengantar obat untuk menunjang program kemoterapi Chenle,” jelas Jisoo.
Wanita itu mengangguk. “Tolong nasehati anak itu, Jisoo. Dia susah sekali disuruh untuk minum obat dan kerjaannya hanya main game saja di kamarnya,” pinta wanita itu.
Jisoo menghela nafas menghadapi tingkah pasiennya yang semakin hari semakin bebal. “Kamu tuh kan udah Kakak bilang harus banyak istirahat biar cepat sembuh,” jelasnya.
“Percuma, Kak, kesempatan aku sembuh tuh cuma satu persen,” sahut Chenle yang langsung pergi ke kamarnya.
Jisoo menghela nafasnya. Mungkin Chenle sudah mulai lelah mengkonsumsi obat-obatan yang terbilang tidak sedikit.
Jisoo menghampiri Chenle yang berada di kamarnya. “Ayo buat suatu permainan, yang menang boleh meminta apapun,” ajak Jisoo pada Chenle.
“Itu permainan yang kekanak-kanakan, Kak,” sahut Chenle.
“Jadi kamu ingin dibilang pengecut karena menolak permainan ini?” tanya Jisoo.
“Baiklah-baiklah, aku akan ikut,” jawab Chenle.
“Bagaimana jika kita main XOX?” tanya Jisoo.
Chenle terdiam sejenak, lalu ia menganggukkan kepalanya menyetujui.
Jisoo membuka tasnya dan mengeluarkan selembar kertas kosong dan meletakkannya di meja. Ia membuat tabel terlebih dahulu.
“Ayo suit terlebih dahulu untuk menentukan pemain pertama,” ucap Jisoo.
“Yeay!” pekik Chenle ketika ia memenangkan suit.
“Aku X ya?” tanya Chenle.
Pemuda itu mencoretkan tinta pena ke atas kertas itu. Ia lalu menyerahkan pena kepada Jisoo.
Jisoo mengambil pena itu dan mencoretkan huruf O tepat di bawah milik Chenle.
Beberapa menit kemudian pemenang akhirnya keluar. Chenle keluar sebagai pemenang. Pemuda itu bersorak heboh ketika tahu ia yang memenangkan permainan ini.
“Ini mudah sekali tahu, Kak. Ini permainan waktu aku masih Sekolah Dasar,” celoteh Chenle.
Jisoo terkekeh. “Baiklah, jadi apa yang pasien ku inginkan, hm?”
“Aku ingin Kakak mengusap kepala ku sampai aku tidur, bolehkah?” pinta Chenle.
Jisoo mengangguk. “Tentu,” jawabnya.
Chenle mulai berbaring di kasurnya. Jisoo mengusap kepala pasiennya itu.
“Kak, apakah aku bisa sembuh?” tanya Chenle.
“Tentu, jika kamu meminum obat mu dan banyak beristirahat, pasti kamu akan sembuh,” jawab Jisoo.
“Kemarin aku mimpi ada di sebuah padang hijau, Kak. Disana sangat indah,” ucap Chenle.
“Aku ingin kesana lagi, aku juga bertemu dengan Jisung disana. Kakak tahu Jisung, kan?” tanya Chenle.
Jisoo menghentikan usapannya. Jisung adalah pasiennya yang dua bulan yang lalu pergi untuk selamanya. Jisung dan Chenle sering bertemu ketika berkonsultasi dengannya ketika di rumah sakit.
“Huum, Kakak mengingatnya,” jawab Jisoo.
“Aku senang bisa bertemu dengannya, Kak,” ucap Chenle.
“Aku akan tidur dan bertemu dengan Jisung. Kakak tidak ada yang mau disampaikan kepadanya?” Chenle mengerutkan keningnya dan menatap Jisoo.
“Eum, tolong bilang kepadanya untuk menjaga mu dengan baik disana, ya?” Jisoo tersenyum kepada Chenle.
“Tentu!” seru Chenle sebelum akhirnya ia menutup matanya.
“Tidurlah yang nyenyak dan semoga kamu bahagia disana,” ucap Jisoo.
Jisoo menundukkan kepalanya dan menangis. Ini kedua kalinya ia kehilangan adik kesayangannya. Jisung dan Chenle sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.
Tubuh Chenle perlahan kehilangan kehangatannya.
END
Aku paling enggak bisa buat cerita angst, ini modal nekat.