T U J U H

28 15 0
                                    

Selamat Membaca 🍀

Hembusan angin sore yang sejuk menerpa kedua remaja yang tengah duduk bersebelahan. Menatap hamparan danau buatan serta menikmati langit senja yang sangat indah.

"Sey,"

"Apa?" Seyna menjawab tanpa menoleh.

Sedangkan pemuda itu menatap Seyna dari samping. Menatap wajah cantik gadis itu yang terlihat orange akibat sinar dari matahari yang akan terbenam. Hembusan angin membuat rambutnya berterbangan.

"Lo cantik,"

"Gue tau. Lo udah pernah bilang gitu kali," balas Seyna sembari melirik sekilas pada pemuda itu.

Galen terkekeh. Namun hal selanjutnya yang ia lakukan membuat Seyna memekik tertahan.

"Galen! Lo nga--"

"Ssstt, udah lo diem aja. Bentar doang kok," Galen menyamankan posisi kepalanya di atas pundak Seyna.

Seyna tidak berani menoleh. Dalam hati ia merutuki perbuatan pemuda itu.

Seyna mengerang saat lima belas menit terlewati tanpa adanya perbincangan. Pundaknya terasa pegal.

"Em, Len. Lo bisa minggir gak? Gue pegel," jujur Seyna.

Dengan segera Galen mengkat kepalanya, ia menatap Seyna dengan pandangan menyesal. "Lo kenapa engga bilang dari tadi? Kalau gue tau, kan lo engga perlu kesakitan gitu,"

Seyna tidak membalas, ia menggerakkan tangan kanannya.

Galen menghela nafas. Tangannya bergerak menyentuh pundak gadis itu.

"Eh, lo mau ngapain?" tanya Seyna sambil menatap Galen. Ia juga berusaha untuk menyingkirkan tangan itu.

"Gue mau mijit lah. Menurut lo aja gue mau ngapain," Galen menepis tangan Seyna. Kemudian bergerak untuk memijitnya lembut.

Seyna mencebikkan bibirnya. "Engga perlu kali. Gue cuman pegel, bukan terkilir,"

"Udah biarin aja,"

"Yaudah," Lama-kelamaan Seyna menikmati pijitan Galen.

Seyna terkekeh dalam hati. Kapan lagi gue bisa dipijit.

"Udah!" seru Galen.

Seyna mengangguk. "Makasih,"

"Sama-sama. Lagian salah gue juga," Galen kembali pada posisinya seperti tadi.

"Len! Len! Ayo bikin perahu kertas!" seru Seyna heboh. Ia bahkan sudah berdiri.

"Malas ah, lo aja sana," Galen menolak.

"Ish, lo mah! Ayo buruan!" Seyna menarik lengan Galen agar pemuda itu segera bangkit.

Galen akhirnya menyerah. Ia membersihkan celananya lalu bertanya. "Lo punya kertas emang?"

Gadis itu mengangguk cepat. Ia membuka tas selempang yang ia gunakan, mengeluarkan buku kecil.

"Ke kecilan itu mah," komentar Galen.

"Biarin aja, dari pada gak ada kan," Seyna merobek bukunya, mengambil dua lembar.

Saat Galen akan melipat kertas yang telah diberikan, Seyna malah berseru. "Jangan dilipet dulu! Tulis harapan!"

Galen menggelengkan kepalanya. "Lo ada pulpen emangnya?" Galen tersenyum gemas saat Seyna memperlihatkan pulpen kecil.

Galen mengambilnya. "Jari gue lebih panjang dari pada pulpennya,"

"Komen mulu lo kayak netizen. Udah itu buruan nulis, gue juga pengen," cibir Seyna.

Galen terkekeh, ia memutar tubuh gadis itu agar membelakanginya. "Lo mah ah!" gerutu Seyna.

Perfect Stranger (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang