D U A P U L U H T U J U H

20 6 0
                                    

Selamat Membaca 🍀

Galen menunggu dengan gelisah. Setelah kejadian semalam, Galen tidak bisa untuk tidak memikirkan 'hubungan' abu-abunya dengan Seyna.

Hari ini, Galen ingin memperjelas semuanya.

Minggu sore, tepatnya pukul empat, Galen berada di teras rumah gadis itu. Sepatunya mengetuk pelan pada lantai rumah Seyna.

"Ngapain sih lo ke sini? Ganggu aja!" Suara bernada ketus itu mengalihkan atensi Galen dari langit.

"Sey," Galen berdiri dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Seyna yang berdiri di belakang pintu rumahnya.

"Keluar, jangan gitu ah. Nanti  kepala lo ke jepit," Ngeri sekali membayangkannya.

"Ogah," tolak Seyna langsung. "Buruan. Mau ngapain ke sini?"

Galen yang kepala batu, mendorong pintu rumah Seyna lalu menarik gadis itu cepat agar keluar.

"Kaki gue, setan!" Seyna meringis. Galen ini menyebalkan sekali.

"Eh, kena ya? So-sorry gue engga sengaja," Galen menarik Seyna pelan, ia mendudukkan Seyna di kursi teras. "Masih sakit?"

"Menurut ngana?" Seyna ngegas. Ia mengusap jari-jari kakinya yang sedikit terjepit. "Nyebelin banget sih jadi orang." ucap Seyna terang-terangan.

Galen mengusap lehernya singkat. "Gue beneran engga sengaja. Sorry." Galen berjongkok di depan Seyna kemudian menarik kaki kanannya.

"Eh-eh, mau ngapain?"

"Udah diem aja. Mana yang sakit?" Pertanyaan Galen tidak dijawab oleh Seyna.

Galen menggeleng pelan. Tangannya memijit pelan jari-jari kaki gadis itu. Untungnya, Galen tidak mendapatkan tendangan maut.

"Masih sakit?" ulang Galen setelah beberapa menit.

Seyna menggeleng, ia menarik kakinya menjauh dari Galen. "Cuci dulu tangan lo sana, kaki gue kotor soalnya, malah lo pegang." suruh Seyna.

"Mana?"

"Itu di sana."

"Dimana?"

"Itu di sana,"

"Man--"

PLAK!

Tanpa segan, Seyna memukul lengan Galen. "Lo tau dimana kerannya. Jangan jadi Dora dadakan, Len."

Galen terkekeh mendengar nada sebal dari Seyna. Ia berjalan menuju keran air yang berada di dekat salah satu pot bunga. Setelah itu, Galen berdiri tepat di depan Seyna.

"Ayo jalan."

Seyna menyandarkan dirinya dengan nyaman di kursi. "Engga. Males gue,"

"Gue maksa,"

Seyna melirik sekilas. "Lo pikir gue peduli? Engga."

Galen mendengus. "Yaudah."

Seyna pikir, Galen berjalan meninggalkannya karena ingin pulang. Tapi apa yang dilakukan Galen membuat Seyna berteriak histeris.

"WOY! JANGAN GILA, LEN! RUMAH GUE BASAH NANTI!!"

Bodoh-bodoh-bodoh! Galen tolol! Bisa-bisanya Galen mengambil selang lalu menyemprot dirinya.

"Galen, matiin airnya!" Seyna tidak masalah kalau dirinya yang basah, yang Seyna permasalahkan adalah lantai rumahnya yang bergenangan dengan air. Ugh, Seyna malas sekali kalau disuruh mengepel.

"Gue engga balakalan matiin, sebelum lo setuju gue jalan sama gue."

Seyna mendesah malas. "Duh, Len. Serius, gue lagi males banget keluar rumah,"

Perfect Stranger (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang