Chapter 04

19K 3.6K 233
                                    

di vote danjangan nyinder! :)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

di vote dan
jangan nyinder! :)


t h a n k s • 04 •

"Tumben sendirian?"

Suara lembut itu spontan membuat atensi Jeno mendongak untuk melihat sang pembicara. Jeno kira hanya dirinya sendiri yang berada di pohon rimba belakang sekolah. Tapi suara gadis itu mematahkan keyakinannya.

Padahal sekolah sudah bubar sepuluh menit yang lalu. Dan keadaan belakang sekolah juga sudah sepi. Lantas, kenapa gadis ini tau kalau dirinya ada di sini?

"Tumben sendirian?" ulang Jeno bertanya dengan sedikit mengerutkan keningnya. Senja yang baru saja menyapa kekasihnya itu menghela nafas dan menurunkan kedua tangan yang sebelumnya ia silangkan di depan dada.

"Iya. Biasanya kan lo selalu duduk berdua dengan Alea disini" kata Senja menjelaskan lalu bersimpuh duduk di samping Jeno. Jeno hanya mengangguk, tidak menyanggah ataupun menyalahkan perkataan Senja.

"Andai Alea gak kembali. Mungkin saat ini kita lagi asik ketawa sambil jalan dengan motor kesayangannya lo" ujar Senja tersenyum sekilas. Kembali mengingat setiap hal yang pernah mereka berdua lakukan sebelum Jeno memutuskan untuk merenggangkan hubungan mereka. Terlihat miris, tapi itulah kenyataan yang harus Senja terima.

"Gua mau tanya satu hal sama lo"

"Tanya aja. Gue siap jawab" balasnya seenteng mungkin. Menikmati saat-saat dimana ia dan Jeno akhirnya bisa kembali bercengkrama walaupun dengan waktu yang lumayan singkat.

"Kenapa semalam lo bilang kayak gitu ke Alea?" tanya Jeno akhirnya. Walaupun tau pertanyaan itu sama sekali tak patut untuk ia tanyakan.

Senja bergedik bahu, "Emang salah ya gue bilang gitu? Padahal jelas-jelas di sini posisinya gue sebagai pacar lo, Jen" ungkapnya. Lolos membuat Jeno sama sekali tak terkejut dengan ungkapan yang Senja ucap.

"Sekarang gue yang balik nanya"

"Apa lo masih suka sama Alea?" tanya Senja, mendadak membuat Jeno yang semula terus melempar kerikil ke danau itu berhenti sejenak.

Jeno bungkam seribu bahasa. Mungkin tidak ingin menjawab atau mungkin tidak tau apa yang harus dijawab.

"Kalau lo gak jawab. Berarti itu bener" lanjut Senja akhirnya. Jujur saja sekarang, apalagi alasan Jeno lebih memprioritaskan gadis lain ketimbang ia yang saat ini berstatus sebagai kekasih dari lelaki itu sendiri?

"Gue bener, kan?" tawa kecilnya terdengar. Dia tau, bertanya seperti itu hanya akan membuatnya serasa tertampar akan kenyataan. Bahwa, Jeno sama sekali tak pernah menyukainya apalagi berniat jatuh cinta.

Senja mengambil nafas panjang lalu dibuang ke udara, "Lo kayak terganggu karena gue disini. Gue duluan kalau gitu" pamit Senja, kemudian memulai langkah pertama untuk meninggalkan Jeno sendirian.

Jeno sendiri mendadak sedikit merasa bersalah kepada Senja. Terdengar egois memang, karena lelaki itu tak berani mengucapkan kata maaf kepada gadis itu.

"Jujur, gue sama sekali gak suka sama apa yang lo ucap semalam dengan Alea"

Langkah gadis itu terhenti. Rautan wajah yang selama itu ia tahan untuk tetap tersenyum kini berubah menjadi masam. Jantungnya mendadak berdetak kencang. Senja baru tau kalau Jeno bisa sangat sebrengsek ini.

"Sebenarnya salah gue yang sebagai pacar lo, atau salah Alea yang gak tau diri sebagai sahabat?" tangannya terkepal. Demi apapun, perkataan yang Jeno layangkan padanya barusan sangatlah menyakiti hatinya. Kini dia tahu, posisi sebagai pacar pun tak mempengaruhi apa-apa. Senja bagai daun yang terpijak, sedangkan Alea diberi peran sebagai bunga yang bermekar indah.

Jeno bungkam, mendadak rasa bersalah menggerogoti tubuhnya dengan cepat. Senyum itu tiba-tiba hilang, berubah menjadi rautan wajah yang belum pernah Senja tunjukkan padanya.

"Kayaknya gue emang salah berharap lebih sama lo, Jeno" Senja kembali berbalik, memberi senyum paling tulus kepada Jeno lalu beranjak pergi.

Tak ingin bertanya dengan siapa Jeno akan pulang. Karena Senja sudah tau alasan mengapa Jeno berada di sini. Dia sedang menunggu si penyemangat hari-harinya yang kini tengah berkelut dengan kegiatan sekolah.

Jeno menunduk, memperhatikan danau yang begitu tenang dengan perasaan amat bersalah karena telah membuat amarah gadis itu memuncak.

"Kalau udah tau lo berharap dengan orang yang salah, kenapa gak mau putus?" gumamnya.

tbc.

publish: 13/09/2020
revisi: 10/05/2021

©imyourprincesssss

THANKS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang