Chapter 08

18.5K 3.1K 121
                                    

di vote danjangan nyinder!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

di vote dan
jangan nyinder!

t h a n k s • 08 •

Pagi itu Senja terbangun dengan keadaan sekitar yang sudah terang benderang. Sudah tak kaget lagi sebenarnya mengingat Senja memang selalu bangun terlambat namun anehnya tak pernah telat datang sekolah. Selain tak ingin membuat buruk nama OSIS, Senja juga punya SMK (Sistem Mandi Kebut).

Beberapa menit ia cuma termangu di tempat sembari mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Barulah, setelah di rasa cukup bertenaga, Senja beralih memasuki kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Selesai mandi dan sudah wangi seharum anak bayi, Senja turun ke lantai bawah untuk segera mengisi perut. Cacing diperutnya sudah lebih dulu protes bahkan sebelum Senja beranjak untuk mandi.

tok! tok!

Suara ketukan pintu mengkomando atensi Senja. Setahunya, sangat jarang ada tamu yang datang ke rumahnya, berhubung karena Oma nya juga sedang tak berada di rumah. Entahlah siapa yang datang saat hari masih pagi.

"Siapa?" Senja memutar kenop pintu. Lalu terlihat sosok Jeno yang sudah rapi dari atas hingga bawah, serta wangi parfum yang begitu menyengat hidung. Sedang berdiri sambil menunjukkan senyumnya kepada Senja.

"Pagi Senja" sapa Jeno.

Alis Senja sedikit terangkat. Untuk apa seorang Jeno Arkasana pagi-pagi sudah ada di depan rumahnya?

"Kenapa kesini?" bingung Senja.

"Apanya yang kenapa? Kan gue udah bilang mau jemput lo hari ini" jawabnya. Cukup membuat otak Senja kembali memproses, disaat kapasitas otaknya cuma kilobyte. Senja sendiri bahkan lupa kalau Jeno bilang ingin menjemputnya pagi ini.

"Gue gak boleh masuk nih?" imbuhnya lagi. Setelah tersadar akan lamunan, Senja membuka pintu selebar mungkin, mempersilahkan lelaki itu untuk masuk ke dalam rumah.

Senja juga tak tau harus bersikap seperti apa. Mereka sudah lama tak selengket lem disaat Jeno lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Alea. Hingga atmosfer yang terbangun di sekitaran ruangan pun canggung bukan main.

"Lo udah sarapan? Kalau belum, gue ada roti panggang" seru Senja, tangannya sibuk memindahkan roti itu ke atas piring yang lain. Menyiapkan satu piring lagi untuk Jeno karena tadi ia pun mengangguk.

"Lo kenapa tiba-tiba jadi pengen jemput gue? Emang Alea kemana?" Gue duduk, di kursi yang berhadapan sama Jeno.

"Kenapa? Jemput pacar sendiri emang gak boleh?"

"Ya bukan gak boleh. Aneh aja, Jen. Bukannya sikap lo akhir-akhir ini berbeda sama gue?" Kita menikmati roti panggang, tapi hawa dalam percakapan ini serasa terbakar. Seperti ada satu percikan api yang tersulut. Entah itu karena perubahan Jeno, atau karena emang gue yang gak suka.

"Jangan bilang lo begini karena mau baikan sama gue?" tebak gue.

"Kalo pertanyaan yang lo kasih bener, lo mau gimana?"

"Gue juga gak tau, itu pilihan lo karena kita masih terjalin dalam hubungan. Tapi Jen, itu bukan berarti gue membenarkan semua sikap atas kebrengsekan lo yang kemarin" tekan Senja. Tak masalah sebenarnya bahwa Jeno ingin berubah. Namun, tak ada manusia yang bisa berubah baik dalam sekejap. Mau sesuka apapun, Senja tak lagi ingin menjadi bodoh dalam hubungan ini.

"Ya, gue tau dan gue minta maaf. Kasih gue satu kesempatan, Ja"

Semua menjadi hening. Untuk menjawab satu pernyataan terakhir yang Jeno ungkap pun rasanya belum ingin. Ia memilih untuk segera beranjak dari kursi, mengusaikan percakapan itu secara sepihak.

"Kita berangkat aja dulu, udah hampir telat" kata Senja.

Dan Jeno paham, bahwa Senja bersikap seolah perkataannya barusan adalah angin lalu. Seharusnya Jeno pun tak mengambil keputusan dengan cepat. Jeno tau betul bahwa Senja masih harus menerima dirinya,

baik secara perlahan atau tidak sama sekali.

tbc.

publish: 19/09/2020
revisi: 11/05/2021

©imyourprincesssss

THANKS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang