- Kita bukan lagi berada di usia yang harus menyelesaikan segalanya dengan berisik. Kita sudah berada di sebuah usia yang mengharuskan kita tidak lagi menyelesaikan masalah, tetapi menerima serta memahami kemudian menyelesaikan dengan tenang. Tapi, tidak ada yang lebih unggul dari keduanya. Kita bebas memilihnya.-
- Sekarang aku tahu makna lain jika setiap orang tua berkata ' selesaikan satu persatu dulu tugasmu, baru setelah itu bermain-
Setelah perbincangan singkat mereka di danau tersembunyi itu, mereka memutuskan untuk segera meninggalkan Rumah Singgah. Mereka sama sekali belum ada yang mengeluarkan suara, baik Jisoo maupun Seokjin.
" Aku benar-benar heran, kita sudah tahu sesuatu yang bisa dibilang paling kita sembunyikan. Tapi kenapa kita terlihat begitu santai?" tanya Jisoo tanpa berusaha menoleh kepada Seokjin, yang saat ini dipastikan sedang fokus menyetir.
" Lalu, kau ingin kita bagaimana hmm? Apa perlu kita mengumumkan semuanya ke media hmm? Kau mau membuat mereka cepat kaya karena cerita kita? Ahh..tapi boleh juga siapa tahu bisa dijadikan inspirasi drama, kita akan sedikit kena untung." ujar Seokjin asal-asalan.
Jawaban itu membuat Jisoo melayangkan protes kepada Seokjin " Kau ya!! Aku serius Seokjin~sii!!. Ini terlalu biasa untuk kita berdua."
Setelah Jisoo berucap demikian, keduanya masih sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, sebelum deringan handphone Seokjin membuyarkan keheningan diantara mereka.
" Ambilkan..handphone ku ada di saku celanaku sebelah kiri." pinta Seokjin singkat pada Jisoo yang saat ini menatap wajah Seokjin dengan tatapan tidak percaya. Bisa-bisanya Seokjin mengalihkan pembicaraan dengan alasan sebuah ponsel yang berdering.
Seokjin mendengus sebal melihat bagaimana wajah Jisoo saat ini, " Kau ingin aku yang mengangkatnya sendiri? Dan berakhir kita berdua akan mengisi ranjang rumah sakit? Masalah diantara kita belum selesai." untaian kalimat yang keluar dari mulut Seokjin membuat Jisoo mencebikkan bibirnya ke bawah.
Seokjin acuh dengan pertanyaan Jisoo, karena sebenarnya dia juga tidak tahu, kenapa dia justru sedikit lebih santai saat ini. Dia belum menemukan jawaban atas pertanyaan Jisoo. Mungkin nanti, setelah pikirannya tenang dia akan segera mencari jawaban dari pertanyaan ringan itu. Saat ini yang dibutuhkan Seokjin, hanyalah segera sampai apartemen dan beristirahat.
Jisoo yang sudah mendapatkan ponsel Seokjin dan segera menggoyangkannya di depan mata Seokjin tanpa beban, yang membuat Seokjin mengerem mendadak mobil yang sedang dia kendarai. Untung saja jalanan tidak begitu padat dan di belakang mobil mereka tidak ada kendaraan lain, tapi hal kecil itu bisa membuat suasana di dalam mobil menjadi tidak baik.
Seokjin memang tidak berkata apa-apa, tapi tidak dengan aura serta tatapan yang seakan akan berkata 'kau ingin kita mati ha?!'. Seokjin tidak ada niatan sama sekali untuk sekedar melunakkan sorot matanya, mata itu semakin menyipit saat melihat badan jisoo bergetar kecil.
'aku tidak suka adegan yang banyak kekerasan seksual maupun fisik. Kekerasan dalam bentuk apa pun.' Tiba-tiba Seokjin mengingat perkataan gadis itu saat awal-awal pertemuan mereka. Seokjin benar-benar tidak habis pikir, kemana sifat bar-bar Jisoo yang selama ini dia dengar dari Jennie. Bukankah dia paling hobi sekali membantah dan melawan?!. Tapi, apa yang dia lihat saat ini? Jisoo sedang mencoba menjadi gadis pemberani?.
" Kau sendiri yang menyuruhku untuk mengambil ponselmu kan?!" bentak Jisoo pada Seokjin, yang masih saja tetap mempertahankan wajah datarnya itu. Jisoo melihat tangan Seokjin terangkat dan dengan reflek dia menutup matanya seraya berkata ' Aku yang salah, aku minta maaf' gumam Jisoo sambil meremat ponsel Seokjin begitu erat, seolah jika dia mengendurkan sedikit saja pegangannya, maka tidak hanya ponsel itu yang jatuh tapi juga dirinya. Emosi dia belum begitu stabil.

KAMU SEDANG MEMBACA
Truth and Choice (END)
FanfictionHidup kita berjalan terkadang hanya karena kebenaran yang ingin kita dengar dan memilih sebuah pilihan yang wajib kita pilih sampai mengabaikan apa yang sesungguhnya ingin kita raih