Kaomi masih terbaring lemah di kasur kamar lamanya. Saat pemakaman ibunya, Kaomi sempat pingsan dan hingga saat ini belum juga sadar.
Luqman yang sedari tadi setia menunggu Kaomi tak berhenti menatap Kaomi. Sedangkan umminya masih menemani teman pengajian yang belum pulang dan masih meramaikan rumah.
Sambil menatap Kaomi, Luqman membungkus tangan Kaomi.
"Kamu tahu Kaomi? Selama saya menjadi suami kamu, saya hampir tidak bisa menahan godaan ini. Kamu lebih dari yang diceritakan ummi, kamu cantik, putih, hidung kamu mancung, aku tidak bisa berbohong kalau kamu memang benar-benar cantik. Dan saya tidak tahu, mengapa saya harus membenci, tetapi yang paling saya benci kenapa bukan kamu yang sepenuhnya saya cintai. Saya ingin bercinta tetapi saya takut kamu akan menyesal ketika cinta saya belum sepenuhnya untuk kamu,"
Luqman memasukkan jari-jarinya ke sela-sela jari Kaomi dan sesekali ia mencium tangan itu dengan penuh tekanan.
Tak lama kemudian, Kaomi terlihat menggerakkan kedua matanya. Kepalanya masih pusing dan badannya terasa sangat panas. Kaomi perlahan-lahan membuka matanya.
"Kaomi ini saya, kamu tidak apa-apa?"
Wajah Kaomi kembali menangis. Kulitnya yang putih membuat wajahnya terlihat merah.
"Ibu, Kak"
Luqman kembali menciumi tangan Kaomi yang masih digenggamnya.
"Yang tabah, yang kuat ya,"
Kaomi belum bisa berhenti menangis. Rasanya sulit sekali membuat hatinya terasa ringan.
"Minum dulu ya,"
Luqman mengambil segelas air putih yang tersimpan di atas meja, di samping kasur Kaomi.
Luqman meyakinkan Kaomi untuk minum dengan anggukkan, karena sebelumnya Kaomi memberi isyarat menolak.
"Saya bisa ikut merasakan bagaimana kondisi kamu saat ini. Kalau ingin menangis, mungkin saya tidak harus melarang. Tetapi jangan menangis sendiri, menangislah ketika bersama saya. Dada saya, pundak saya, kamu bisa menjadikan itu sandaran,"
Kaomi malah menunduk. Benarkah suaminya itu tidak akan tiba-tiba marah ketika pundaknya, dadanya, ia jadikan sebagai sandarannya.
Luqman menarik kepala Kaomi dan menjatuhkannya tepat di dadanya.
"Janganlah menjadi ragu kepada sikap saya. Ini perintah saya, jadi lakukan saja,"
Kaomi membuka kedua lengannya sampai terpeluklah seluruh tubuh Luqman.
Dan ummi Ruyya bisa melihat pemandangan itu di depan pintu kamar. Perhatiannya diiringi dengan senyuman bahagia.
***
Sudah satu minggu Kaomi ditinggalkan oleh ibunya. Dan walaupun suasana hatinya masih sedih, setidaknya sekarang Kaomi memiliki Luqman yang nampaknya sudah mulai mencintainya.
Posisi tidur mereka masih sama dengan sebelumnya. Tetapi Kaomi bisa memaklumi itu, tidak apa suaminya tidak langsung berubah seratus persen, bahkan lebih baik sedikit-sedikit karena sama seperti berhijrah, jika dilakukan secara sekaligus, akan sulit untuk beristiqomahnya, dan Kaomi pernah mengalami masa itu ketika pertama berhijrah.
Di atas kasur, Kaomi masih tidur di sisi kiri. Begitupun dengan Luqman, ia masih tidur di lantai di sisi kanan.
Untuk menghilangkan kesedihannya. Kaomi kembali mengingat peristiwa pertama kalinya Luqman mencium bibirnya. Tiba-tiba saja kondisi hatinya itu berubah menjadi bahagia.
Mendengar Kaomi yang merubah posisi tidurnya. Luqman menebak bahwa Kaomi juga belum bisa tidur.
"Sudah tidur?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepadamu Penggenap Imanku [2016]
DuchoweDiunggah pertama kali pada tahun 2016 Mencapai satu juta viewers pada masanya Luqman Nurhandiman, seorang pria shalih yang diuji dengan permintaan Ibunya. Menikah dengan Kaomi, wanita hijrahan yang sama sekali bukan tipenya. Terlebih lagi kepulangan...