58. The Worst Is Yet To Come

317 20 34
                                    

Alex menggeliat meraih ponselnya di lantai, mematikan alarmnya dan kembali bergelung di pelukanku. Kami nyaris terlelap kembali sampai Alex seketika terlonjak, melepaskan lingkaran tanganku ditubuhnya. Ia melompat dari sofa menghambur ke toilet memuntahkan isi perutnya.

Kepalaku pusing sekali serasa ruangan berputar-putar kencang saat mencoba duduk. Kujenggut-jenggut rambutku, lumayan biar peningnya hilang. Di toilet Alex masih muntah-muntah, membuatku agak cemas jadinya. Aku menyusulnya ke toilet, kulihat Alex membungkuk di wastafel baru selesai berkumur-kumur.

"Kau tidak apa-apa?" Tanyaku sembari buang air kecil.

"Biasa, beginilah aku kalau terlalu teler" jawabnya terhuyung-huyung berlalu keluar toilet.

Aku baru tersadar satu hal. Sebulan tidak bertemu, kuperhatikan Alex agak berisi, dia sekarang memiliki lipatan kecil di antara pinggang dan perutnya. Mungkin saking sibuknya jadi jarang ngegym. Aku pun tidak akan protes jika otot perut kencangnya hilang, itu tidak mengurangi keseksiannya. Alex kalau montok lebih wah, mendebarkanku saat melihatnya.

Oh... lihat lemak kecil itu, menggemaskan sekali. Aku mau mencubitnya.

Aku memeluk gemas tubuh telanjangnya dari belakang saat ia sedang memungut baju-bajunya. Kulingkarkan tanganku seputar perutnya sembari beruselan di lehernya.

"Bajuku kotor terkena spermamu" keluhnya sambil menunjukkan noda putih berkerak di rok dan bralette hitamnya. Cukup banyak, ini hanya akan hilang jika di cuci.

Aku berspekulasi jangan-jangan bajuku juga terkena noda hina milikku? Kupungut kaos milikku di dekat pintu. Ternyata kaosku lebih parah, secara tidak sadar aku pasti menggunakannya sebagai lap. Sablonannya saling melekat dengan cairan lengket dan baunya apek sekali.

Alex menghampiri lemari di sudut dinding memiliah-milah baju untuk kami. Entahlah itu baju milik siapa, kelihatannya pesangan nomaden pernah tinggal di sini.

"Tidak apa-apa kan kalau pakai baju ini?" Alex mengendus-endus kaos dan celana panjang di kedua tangannya "Ini wangi kok seperti Downy"

Alex menyerahkan setelan pakaian pria padaku. Sedangkan dia mengenakan sweater rajut dan rok katun pendek. Ya lumayan lah daripada tidak pakai baju.

Seusai berpakaian kami membereskan kamar untuk menghilangkan jejak birahi kami. Spermaku berceceran di lantai bahkan di karpet dan sofa. Kuelap bekas-bekasnya menggunakan kaosku yang di basahi dengan air, agar permukaanya tidak lengket dan bau. Nasib kaos ini pastinya akan kubuang setelah ini.

Lelah bersih-bersih kami ngaso sebentar. Bersandar di sofa sambil menyesap rokok terakhir milikku, kami menghisapnya bergiliran.

"Lihatlah perbuatan kita, kita harus minta maaf sekaligus berterima kasih kepada siapapun yang memiliki kamar ini. Saksi bisu pengalaman liar kita" tuturnya mengerling nakal padaku.

Kurangkul dia, mengecup dan menghirup tengkuknya "Semalam benar-benar pengalaman yang luar biasa"

"Yeah, Aku tidak menyangka kau sampai tergoda mencicipinya"

"Uhum," gumamku di lekuk leher jenjangnya "kau lihat sendiri kan aku rela melakukan apapun itu untukmu"

Ia menjauhkan dirinya dariku, menoleh menatapku dengan alis bertautan "Jadi kau berharap aku balas budi karena tindakan nekatmu?"

Kutangkup wajahnya, membawanya lebih dekat agar aku bisa menjilat mulut bawelnya, "Memangnya selama ini aku meminta banyak darimu? Tidak ada yang sulit kan? Tidak pernah melibatkan nyawa atau hal berbahaya"

Ia balas menjilat dan menggigit gemas bibir tebalku, "Jadi apa yang kau inginkan dari balasan yang sepadan atas kenekatanmu?"

Kuusap-usap lembut bibirnya dengan ujung ibu jariku, menimbang-nimbang melumat rakus bibirnya, "Kau ingat aku pernah bilang ingin punya anak?"

(M) Love Letter To Rock n' Roll (BOOK 1 COMPLETED) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang