Aku mengulas lipstik tipis berwarna matte peach ke bibirku dan menambahkan sedikit lip gloss. Aku menatap ke cermin memastikan make-upku rapih kemudian menyisir asal rambut sebahuku.
Aku berjalan membuka lemari mengambil rok selutut berwarna krem dan mengambil blouse coklat tua dan mengenakannya. Aku menyemprotkan parfum ke sekitar tengkuk dan bahuku tidak lupa sedikit di pergelangan tangan.
Aku menyiapkan tas kerjaku dan keluar kamar. Senyumku terurai melihat seorang gadis kecil sedang sibuk memakan rotinya sambil sesekali menyesap susu.
Aku menghampiri wanita paruh baya yang sedang menyiapkan sarapanku.
"Pagi mam.." aku mengecup pelan pipi ibuku, Marlia.
"Pagi sayang..."
Aku menghampiri anak gadisku, Olivia yang biasa kupanggil Liv dan mengecup puncak kepalanya.
"Pagi mommy.."
"Pagi sayang. Kenapa ga makan nasi goreng buatan oma Lia?"
"Aku mau nasi gorengnya buat bekel aja. Jadi aku makan roti." Jawabnya.
Aku mengangguk kecil lalu menyantap sarapanku. Seperti inilah ruinitasku dipagi hari. Aku hanya tinggal dengan ibu dan anakku satu-satunya.
Aku berasal dari Surabaya, umurku 35 tahun. Aku anak tunggal. Ayahku meninggal saat aku berusia 22tahun tepat setelah aku lulus kuliah. Setelah aku mendapatkan pekerjaan aku mengajak ibuku pindah ke Semarang. Aku mendapat pekerjaan di pabrik dan disana aku bertemu Thomas, ayah Liv yang saat itu bekerja sebagai atasanku. Kami menjalin hubungan selama 3 tahun dan aku hamil lalu kami menikah. Tapi ternyata keluarga Thomas tidak menyetujui hubungan kami dan mengancam akan mencoret namanya dari warisan keluarganya jika tidak berpisah denganku.
Akhirnya kami bercerai saat usia Liv 2 tahun karena Thomas tidak sanggup menghadapi tekanan keluarganya. Dan aku menyerah terus berharap bahwa pria itu akan memperjuangkan aku dan Liv. Dia lebih memilih warisan keluarganya daripada kami.
Setahun setelah berpisah aku dengar Thomas kembali menikah dan dia sama sekali tidak peduli padaku dan anaknya. Aku tidak mau ambil pusing dan ibuku meminta agar kami pindah dari kota itu.
Akhirnya aku memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Aku bekerja di perusahaan minuman kemasan di bagian HRD selama 8 tahun belakangan ini.
Saat pindah kami mengontrak rumah kecil di pinggiran Jakarta. Setelah gajiku lumayan aku membeli apartemen dengan tabunganku dan sisa peninggalan warisan Ayah.
Liv sudah berusia 10 tahun dan sekolah kelas 3 SD. Sekolahnya tidak jauh dari apartemen kami sehingga ibuku tidak repot saat harus menjemputnya.
Aku menyicil mobil kecil untuk transportasi setelah 5 tahun aku menggunakan bus dan ojol. Lagipula memudahkanku saat weekend pergi mengajak Liv dan mama ke mall dan belanja mingguan yang selalu rutin kami lakukan.
Setelah selesai sarapan aku dan Liv berangkat. Arah sekolahnya memutar sedikit dari arah kantorku tapi untung tidak macet. Aku melajukan mobilku setelah menurunkan putri kecilku disekolahnya.
Liv tidak pernah bertanya tentang papanya dan aku juga tidak ingin bercerita tentang Thomas sedikitpun. Cukup baginya aku dan mama yang menyayanginya.
Aku tidak terpikir untuk menikah lagi karena itu bukan fokusku. Walau kedua sahabat karibku di kantor, Pamela 42 tahun, seorang ibu dengan 2 anak dan Keira 34 tahun, wanita tangguh petualang cinta yang belum terpikir untuk menikah, sering menyarankan untuk membuka kesempatan bagi pria-pria yang mendekatiku seperti Ryan, manager Finance, duda anak 3 atau pak Paul, sang perjaka tua usia 52 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
✅ TOUCH ME NOW
Random(Complete) Lima tahun menjanda, Lilianne hanya fokus pada pekerjaan dan anak semata wayangnya, Olivia. Baginya kehidupan yang dia jalani sudah sempurna, Lilianne tidak membutuhkan sosok pria baik untuknya atau untuk anaknya. Hingga suatu ketidaksen...