Critical Thinking

2.6K 253 0
                                    

Valentino POV

"Kenapa kamu lakuin itu?"

Lilianne bersikap defensif, melipat tangan didada, dia masih bungkam sedari tadi. Kami janjian bertemu di apartemen saat wanita itu menolak tawaranku untuk menjemputnya dirumah. Dia juga bilang kebetulan ingin bertemu denganku. Nampaknya wanita itu sedang emosi saat terdengar di telepon. Aku sendiri masih merasa kacau, Maria yang menangis karena Lilianne tidak terduga menamparnya.

"Aku hanya mengatakan kalau aku hanya ingin meminta maaf, aku menyesal dulu meninggalkanmu begitu saja. Aku ga maksud mau rebut kamu dari dia. Tapi dia tiba-tiba menamparku dan bilang untuk jauhin kamu".

Sebenarnya sedikit aneh, aku merasa Lilianne tidak akan berbuat sejauh itu jika tidak benar-benar ada yang memicunya. Aku kenal Lilianne, wanita itu tidak mudah tersulut emosi. Dia wanita yang sanggup menguasai diri dalam keadaan terpojok sekalipun. Sayangnya Jarvis pun tidak tahu kejadian yang sesungguhnya, sepupuku itu muncul tepat saat Maria sudah duduk dan tersedu. Apa yang sebenarnya terjadi tadi?

Wanita itu terlihat enggan bicara.

"Lil, aku ga mau suasana di antara kita berubah tidak nyaman seperti ini." Aku mengambil satu tangannya dan mengajaknya duduk di sofa, Lilianne mengendurkan ketegangan yang sedari tadi bertengger dibahunya.

"Aku juga ga suka sikon begini No.. Aku merasa...kacau!" Wanita itu menggigit bibirnya. Jempolku reflek mengusap bibir bawahnya yang memerah. Hubungan kami akhir-akhir sedikit renggang dan aku merindukan wanitaku ini. Aku mendekat hendak menciumnya tapi kemudian dia menahan dadaku. "

Aku rasa ga tepat kalau kita..." Dia menggeleng cepat sambil memejamkan mata.

Aku menatap wajahnya yang berubah sedih, membuat aku menyesal, aku pasti sudah menyakitinya begitu dalam.

"Aku butuh penjelasan No." Sahutnya sambil menatapku dalam. Aku menghela napas. Kemudian mundur, tangannya tetap ku genggam walau dia terlihat enggan. Aku paham, Lilianne pasti merasa kesal dengan Maria dan aku merasa sudah kewajibanku untuk bersikap terbuka padanya.

"Oke. Kamu mau tau dari mana?"

Dia menelan salivanya. "Jujur, kenapa kami kembali dekat sama Maria?"

Aku menghembuskan napas. "Okey. Aku akan jelaskan satu persatu. Seperti yang kamu tahu, dulu dia pergi tanpa penjelasan apapun. Dan sekarang dia datang untuk menebus semua kesalahan katanya. Dia hidup dalam bayang-bayang kelam, kehidupannya sekarang...buruk. sangat buruk dan aku merasa bertanggung jawab saat tau kalau ada andil Mom dengan kepergiannya waktu itu. Dan kamu, kenapa kamu ga bilang soal dia kirim pesan buat aku?"

Lilianne mengerjap kaget, dia pikir aku tidak akan pernah tahu dengan apa yang dia lakukan. "Kamu tau soal itu? Sejak kapan?"

Aku mengatupkan mulutku, tapi kalau tidak sekarang, mau sampai kapan kesalahpahaman ini terus terjadi? "Tempo lalu kamu ketemu Mom dirumah, aku mendengar percakapan kalian."

Mata Lilianne terbelalak. "Ka..kamu dengar semua? Lalu kenapa kamu masih menerima wanita itu?" Dia mengerutkan dahinya.

"Lil, sebenarnya apa yang Mom sembunyikan dariku tentang Maria?" Aku jadi penasaran.

"Kamu bilang kamu denger semua! Tapi kenapa masih tanya?!" Lilianne berdecak heran.

Aku mengerang frustasi. "Lil, ayo bilang!"

"Astaga Tino! Apa yang buat kamu percaya banget sama wanita itu?!" Lilianne terlihat kecewa, lalu dia berdiri. "Aku ga mau ikut campur urusan kamu sama Mama kamu dan wanita itu. Selama urusan kalian belum jelas, aku rasa lebih baik kita tunda rencana pernikahan kita." Lilianne beranjak tapi aku menahan tangannya.

✅ TOUCH ME NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang