I Don't Understand What Happened Now

2.6K 256 5
                                    

Valentino POV

Bersalah.

Itu yang ada dipikiranku saat ini. Bersalah pada dua wanita, satu dari masa laluku, dan satu lagi dari saat ini, tunanganku yang aku cintai.

Aku memang kecewa pada Maria, banyak yang dia sembunyikan saat dia dulu pergi. Entah apa yang ada dipikiran Mom saat mengusirnya dari sisiku? Memberi wanita itu sejumlah uang dengan gantinya tidak akan kembali lagi padaku. Maria bilang bahwa apa yang Mom lakukan wajar, Mom ingin melindungi aku. Jujur aku belum berani bertanya pada Mom, aku takut kecewa dan pada akhirnya membenci wanita yang telah melahirkanku itu.

Orangtuaku terutama Papa menganggap kalau Maria adalah penghambat karirku setelah lulus kuliah. Maria membuat aku menyadari kalau tidak harus meneruskan keinginan orangtua, aku memiliki kebebasan untuk menentukan apa yang aku inginkan untuk masa depanku. Itu yang membuat aku akhirnya keluar rumah dan nekat tinggal bersama Maria. Tapi hubungan kami terputus begitu saja dengan berbagai rahasia yang Maria sembunyikan.

Lalu Lilianne...

Aku menghela napas. Bukan maksudku untuk menyembunyikan tentang Maria, hanya saja aku belum menemukan waktu yang tepat. Ditambah lagi Lilianne tengah bimbang dengan kehadiran Papa kandung Olivia. Aku percaya keputusan apapun yang dia buat, pasti sudah dipikirkan matang-matang. Dan aku tidak ingin membebani pikirannya dengan urusan Maria.

Wanita itu menawarkan persahabatan, yang aku terima begitu saja, aku tahu salah karena belum tentu Lilianne menerima kehadiran Maria semudah itu, tapi aku yakin jika aku menjelaskannya nanti, tunanganku pasti akan mengerti.

Aku hanya ingin menebus kesalahanku pada Maria, karena akulah hidupnya berantakan. Dia tinggal di Rusun kumuh, kehidupan yang jauh dari layak. Tempat tinggalnya hanya kontrakan tiga petak, hanya ada kasur lipat dan kompor, itupun ditaruh di lantai. Lemari pakaiannya hanya berupa keranjang baju kering, tidak ada kulkas. Banyak mie instan tertumpuk didekat kompor, aku yakin dia banyak mengkonsumsi makanan itu setiap hari. Makanya aku berpikir untuk membantunya, belanja kebutuhan makanan dan pakaian untuk sehari-hari, memberinya sedikit uang untuk modal agar dia bisa usaha atau untuk transport jika dia ingin kemana-mana. Terpikir untuk menyewakan apartemen Jarvis agar dia tidak tinggal di kawasan rawan, tapi aku belum tahu apakah itu keputusan baik atau tidak. Aku akan bertanya pada Jarvis nanti.

Aku tidak mengerti, kenapa dia jadi seburuk itu? Dulu Maria wanita yang serba bisa, otak bisnisnya selalu memanfaatkan segala peluang. Tapi sekarang? Dia seolah tidak berdaya, tidak mampu melakukan apapun, melamar kerja di minimarket saja tidak diterima katanya.

Perasaanku padanya? Entahlah, aku tidak yakin apakah masih ada sisa rasa untuknya. Semua tersita untuk Lilianne.

Tapi kenapa wanita itu juga menyembunyikan pesan yang Maria kirim padaku? Aku mengerti jika dia cemburu, tapi dia tidak mengatakan apapun, juga tentang pertemuannya dengan Mom. Apakah dia mendukung Mom?

Aku menyugar rambutku. Sekarang aku harus menemui Lilianne dan saling bicara apa adanya. Kehadiran Thomas tidak mengusikku, aku tahu hati Lilianne sudah tertutup untuk pria itu, aku tidak khawatir Lilianne akan kembali pada pria itu. Tapi apapun bisa terjadi dan aku tidak boleh membiarkan Lilianne berpikir macam-macam setelah kejadian di supermarket kemarin itu.

Aku melajukan kendaraan kerumah wanita itu, berharap kepalanya sudah mendingin dan aku bisa membawanya pergi.

Pintu rumahnya terbuka, aku turun dari mobil dan langsung berjalan masuk, mendengar gelak tawa khas Liv, dan suara berat pria yang ku duga adalah Thomas. Apakah Lilianne juga sedang tertawa bersama mereka?

Hatiku mencelos membayangkan mereka sedang bersenda gurau, potret keluarga bahagia.

Aku mengetuk pintu, membuat suara tawa itu terhenti. Thomas dan Liv menolah padaku. Gadis kecil itu berlari.

"Papa Tino!" Dia langsung memeluk pinggangku, dan aku membalas mengecup puncak kepalanya.

"Hai sayang." Aku mengelus pundak Liv lalu menatap Thomas. Pria itu mengulurkan tangannya dan aku balas menjabatnya.

"Halo, maaf saya tidak tau jika anda akan kemari." Sahutnya. Entah kenapa aku menangkap nada bangga, seolah dia sudah diterima dirumah Lilianne.

"Ah ya, saya memang dadakan datang, dan tidak mengabari." Sahutku. "Mana Mama?" Aku menunduk bertanya pada Liv.

"Mama keluar, mmm.. Omaaa!!" Liv menoleh ke arah pintu dapur.

"Ya?" Suara Mama Marlia terdengar. "Tino." Wanita paruh baya itu terkejut melihatku. Aku mendekat dan mencium pipinya.

"Ma, maaf aku datang tiba-tiba. Aku mau ketemu Lil." Aku bicara dengan suara pelan, entah mengapa aku merasa jika Thomas sedang menguping, dia tidak bicara apapun lagi sedari tadi.

"Lil pergi kerumah Mama kamu. Katanya kalian mau makan siang bareng." Mama Marlia menatapku bingung.

Aku berdehem menetralkan keterkejutanku. "Mm, iya. Aku bermaksud menjemput Lil. Tapi tadi..mmm..macet jadi Lil sudah ga sabar mungkin."

Aku tidak ingin membuat calon mertuaku bingung. Urusanku dengan Lilianne tidak perlu melibatkan Mamanya. "Kalau begitu aku langsung jalan, Ma." Aku mengusap bahu Mama Marlia lalu berpamitan pada Lin dan Thomas.

Untuk apa Lilianne datang lagi kerumah Mom? Otakku berpikir macam-macam, apakah mereka merencanakan sesuatu?

Getar ponsel menyentakku sesaat setelah aku masuk ke dalam mobil. "Halo"

"No, dimana lo?" Suara Jarvis terdengar.

"Dirumah Lilianne. Gw lagi cari dia, ga tau dia kemana.." sahutku.

"Dia disini No, sama nyokap lo n Maria."

*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*

Tanpa sadar aku menggenggam setir erat-erat hingga jariku memutih, rasanya ingin memaki dengan jalanan Jakarta yang selalu macet. Sudah hampir satu jam aku berusaha mempercepat laju kendaraanku, tapi masih saja belum mencapai tempat tujuanku. Dalam satu jam banyak hal yang bisa terjadi.

Untuk apa Mom menemui Maria dengan Lilianne? Apa yang mereka berdua ingin lakukan pada Maria?

Aku mengerang frustasi!!

Akhirnya aku sampai sepuluh menit kemudian. Melihat dari kaca caffe kalau Maria sedang duduk sambil menunduk. Tidak melihat batang hidung Mom ataupun Lilianne. Kemana mereka?

Suara lonceng saat pintu dibuka membuat Jarvis menoleh tapi tidak beranjak. Satu tangan pria seolah tengah memegang wajah Maria. Aku mendekat dan terkejut saat tangan Jarvis bergerak, membawa sebuah handuk kecil berisi es batu nampaknya.

"No." Saudaraku itu menghela napas.

Maria membuang muka enggan menatapku. "Ada apa?" Aku bergeser menghadap Maria. Bahunya terlihat samar naik turun.

"Nyokap lo sama Lilianne udah pergi. Tadi..mm.."

"Ja...jarvis!!" Tegur Maria sambil menggeleng membuat aku menduga-duga.

Aku sibak rambut panjang wanita itu, semburat merah terlihat di pipi kirinya. Astaga!

"Mom tampar kamu?"

Jarvis menggeleng. "Bukan No. Lilianne yang tampar dia.."

Mataku membulat tidak percaya. "Tapi kenap..."

Maria terisak, dan aku menariknya masuk ke pelukanku sambil menatap Jarvis penuh tanya. Pria itu hanya menghela napas terlihat antara prihatin tapi juga bingung.

Aku semakin bingung, apa yang sebenarnya terjadi?

*_*_*_*_*_*_*_*_*_*TBC*_*_*_*_*_*_*_*_*

Mas Tino sebel ah sama kamu!! 😤😤

Aku mau kebut selesaiin cerita ini dulu, rasanya pikiran terbagi itu galau. Lebay.com 😁😁

Comment supaya aku semangat yaa.. 💪

✅ TOUCH ME NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang