Meet Her

4.8K 415 1
                                    

Valentino pov

"God! Mate, gw ketemu dia tadi di lift.." aku tidak sabar mengatakan itu pada Jarvis saat aku masuk keruangannya.

"Siapa?" Dia menatap tanganku heran. "Kok cuma satu kopinya, gw mana?"

"Nih buat lo.. punya gw udah kasih ke dia.." aku tersenyum senang.

"Hah?"

Aku menghempaskan tubuhku di kursi depan meja Jarvis.

"Siapa sih? Dari kemaren dia-dia mulu..."

"Lilianne." Aku meletakan kedua telunjuk di depan hidung dan kedua jempol menopang daguku saat aku mencondongkan tubuh.

"Hah? Oh my God. Seriously Mate?! Bu Lian?"

"Bu Lian?" Dahiku menyernyit.

"Well, semua orang di kantor ini manggil dia begitu. Bro, she's older." Jarvis terhenyak menatapku.

Aku tertegun sejenak lalu mengangkat bahu. "Age was just number, bro.."

Dia menggeleng tidak percaya. "Dia udah lama kerja disini, gw jarang ketemu dia tapi emang dia menarik sih..."

Aku menatap tajam sepupuku itu. "She's mine, bro!" 

Jarvis tertawa. "Gw gak tertarik sama yang lebih tua lagian.."

"Hmm... ya udah gw balik dulu ke ruangan gw. Balik gawe gw nebeng lagi ya.." aku berjalan keluar ruangan setelah Jarvin mengangguk lalu menggeleng melihat tingkahku. Aku melangkah ke arah lift tapi mataku mencari siapa tau bisa bertemu lagi dengan Lilianne. Dimana ruangannya?

Sayangnya aku tidak bertemu lagi dengannya dan aku kembali ke mejaku. Aku membaca job desk perusahaan bulan ini dan mempelajari apa yang harus aku kerjakan.

"Hai Mas Tino, tadi aku keluar beli permen nih. Biar ga ngantuk." Staff lama bernama Ayu menyodorkan permen mint untukku. Aku tersenyum simpul dan mengambilnya satu.

"Thanks." Aku tak acuh kembali melakukan tugasku.

Baru hari pertama dan semua perempuan diruangan ini berusaha menarik perhatianku. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya tertarik Lilianne, dark brown cantikku.

^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*^*

Tidak terasa sudah satu bulan aku bekerja di perusahaan ini. Dan tidak ada kemajuan sedikitpun tentang Lilianne. Entah mengapa aku merasa tidak bisa melupakannya. Kupikir ketertarikanku hanya sekedar karena dia cantik. Tapi ternyata wajah wanita itu terus menghiasi mimpiku sampai akhirnya semalam aku bermimpi basah sedang bercumbu dengannya.

Ini gila!!

Aku tidak bisa terus-terusan begini. Aku harus mencari tau lebih banyak tentang wanita itu. Jam makan siang aku bergegas turun ke basement. Hari ini Jarvis mengajakku makan diluar. Aku jarang bertemu Lilianne. Hampir tidak pernah malah. Hanya kadang sesekali berpapasan di lift dan lidahku seperti kelu untuk berkata-kata di depannya.

Jarvis mengajakku makan siang di kantin kantor. Aku sedikit kurang selera, akhir-akhir ini maagku kumat karena sering telat makan.

"Napa lo, No?"

"Biasa maag.."

"Ck.. ck.. lo tuh ya udah tau ada maag. Makan jangan telat." Dia menggeleng menatapku.

"Eh Jar, bantu gw dong"

"Apaan?"

"Gw mau liat profilenya Lilianne." Aku menatap penuh harap.

"Ya ampun No. masih Lilianne juga..." dia mendecak tidak percaya.

"Gw ga bisa lepasin bayangan dia Jar."

Jarvis nampak berpikir. "Lo tuh naksir apa gimana? Dia lebih tua loh, No."

"Seberapa tua? Please gw pengen copyan dia Jar. Lo kan punya kendali buat liat data karyawan."

"Ugh, fine! Asal lo janji jangan telat makan lagi. Gw ga mau lo muntah-muntah lagi kalo malem."

Senyumku terbit. Apapun akan aku lakukan asal aku tau lebih banyak tentang dia. Anggaplah aku terobsesi tapi apa daya, wanita itu sudah masuk ke dalam hatiku.

Sore harinya saat pulang kerja itu seperti yang sudah dijanjikan Jarvis memberikan copyan data Lilianne dan aku menatapnya penuh semangat. Saat tiba di mall dimana kami sedang makan malam chinese food aku membuka lembaran itu dengan tidak sabar.

Lilianne Quinn, 35 tahun. Belum terlalu tua. Hanya beda beberapa tahun denganku. Alamat rumahnya lengkap. Riwayat pendidikannya. Hmmm, tidak ada keterangan sudah menikah apa belum. Good sign..

Aku tersenyum puas dan memasukan kertas itu ke dalam tasku. Rasa penasaranku sedikit terobati. Tinggal bagaimana caranya mendekati wanita itu.

Selesai makan malam kami menuruni eskalator datar khusus troli bersama Jarvis sambil ngobrol. Kebetulan restoran tempat kami makan selantai dengan supermarket.

Seorang ibu dibelakang kami mendadak panik saat troli belanja yang dibawanya tidak nanjak setelah sampai di ujung. Dia berteriak panik karena pengguna lain sudah mendekat. Aku reflek membantu mengangkat bagian depan troli itu dan berhasil membuat trolinya keluar eskalator yang terus berjalan.

"Makasih nak.. makasih ya.." dia mengusap dadanya.

"Iya sama-sama tante gapapa." Aku mengangguk lalu berjalan dan kemudian aku melihat dia kesulitan mendorong troli itu karena rodanya sudah agak rusak.

"Saya bantu tante. Kemana mobilnya?" Ibu itu terlihat lega.

"Ooh, maaf merepotkan. Makasih Nak. Sampai di pintu saja Nak. Tante masih nunggu anak tante."

Aku memberi kode pada Jarvis untuk menunggu.

"Gapapa Nak. Biar aja nanti lama kalau ditungguin."

"Gapapa kami santai kok, Tan."

Kami berbincang sesaat lalu sebuah mobil yang aku kenal berhenti tepat di depan kami. Aku merasa itu hari kebetuntunganku.

"Ya Tuhan, Mam maaf tadi macet pas jemput Liv les. Eh.. mas Jarvis? Tino?" Wajah Lilianne kaget melihat kami berdua.

Aku senang dia masih mengingat namaku.

"Halo bu Lian. Ini Mama bu Lian?" Tanya Jarvis.

Dia mengangguk sambil membuka bagasi dan aku langsung membantu memasukan barang-barang belanjaan.

"Sorry saya ngerepotin ya. Terima kasih."

"Gapapa kok. Lucky me..." aku kembali terhanyut saat hidungku menghirup wangi tubuh wanita itu.

"Hah?" Dia melongo menatapku.

Jarvis berdehem membuatku mengerjap cepat. Aku tidak sadar sedari tadi memandang wajahnya. Kami baru pertama kali berhadapan sedekat ini dan aku semakin terpana dengan kecantikannya.

"Mommy c'mon. Aku lapar..."

Suara gadis kecil membuyarkan keterpakuanku. Mommy?

Lilianne menutup bagasi dan membukakan pintu untuk ibunya.

"Terima kasih untuk bantuan kalian." Lilianne mengangguk pada kami dan aku terdiam menatap kepergiannya.

"Bro.." Jarvis menepuk bahuku.

"Lo denger anak cewek tadi manggil Lilianne mommy? Berarti..." bahuku merosot.

Jarvis menarikku kedalam mobil dan aku hanya terdiam sepanjang jalan sampai ke apartemen.

Sebelumnya aku sedikit merasa ragu, wanita secantik Lilianne di usianya yang sudah kepala tiga belum menikah. Dan keraguanku terjawab sudah.

Nampaknya aku harus menyerah. Rasanya aku patah hati sebelum berperang.

Hhhhhh....

*_*_*_*_*_*_*_*_*_*TBC*_*_*_*_*_*_*_*_*

✅ TOUCH ME NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang