Help!!

4.9K 402 0
                                    

Lilianne pov

Entah kebetulan atau tidak aku sering merasa seseorang selalu mengawasiku. Terutama saat aku berada di tempat umum di kantor. Gara-gara ucapan Keira sih yang bilang bahwa anak buahnya selalu memperhatikanku saat bertemu membuatku sedikit was-was.

Tapi untuk apa pemuda itu sering menatapku? Kalau naksir rasanya tidak mungkin. Ah sudah lah..

"Bu Lian. Nanti malam datang kan ke party ulang tahun boss di senayan?" Sari melongokan kepalanya ke dalam ruanganku.

"Kenapa Sar?"

"Kalau boleh saya nebeng bu. Hehe"

Aku tersenyum dan mengangguk. Boss kantor kami memang terkenal baik dan ramah pada karyawannya. Kami sering sekali di ajak makan. Malam ini boss kami mengadakan acara ulang tahun sekaligus ulang tahun perkawinannya. Hampir setiap tahun mereka mengadakan acara itu dan mengundang seluruh karyawan. Bagus juga sih.

Aku tau Jarvis anak boss kami. Walau aku tidak pernah bersinggungan dengannya. Tapi temannya itu, Tino, membuatku sedikit jengah dengan caranya menatapku. Apa malam ini aku akan bertemu dia? Entahlah..

📩 Pamela
Lil, tar gw bareng Keira. Dia mau nebengin anak buahnya noh. Lo jadi bawa mobil kan?

✉️ Me
Iya. Gw bareng Sari. Ketemu disana ya...

Aku menuntaskan pekerjaanku hari itu. Untung acaranya weekend jadi besok bisa santai. Aku mengabari mama bahwa akan pulang malam.

Aku merapihkan penampilanku sedikit. Divisi kami sudah membeli karangan bunga sehingga aku tidak perlu mencari hadiah khusus.

Tepat pukul lima sore aku dan beberapa orang berangkat ke hotel di wilayah Senayan. Sejam kemudian kami tiba dan aku menurunkan mereka di lobby dan melajukan kendaraan ke gedung parkir.

Aku memarkirkan mobilku saat melihat satu tempat kosong. Ketika membuka pintu tanpa sengaja pintuku menyenggol pintu mobil sebelah. Aku merasa tidak menyenggol terlalu kencang tapi orang di dalam mobil itu membuka kaca dan marah-marah.

"Maaf.." aku sedikit mengangguk.

"Maaf.. maaf.. lecet nih...!" pria tua itu membuka pintu lalu keluar.

Aku melirik bagian pintu dan tidak melihat goresan apapun. "Tapi ga tergores Pak. Saya ga kenceng kok nyenggolnya."

"Eeh, udah salah bela diri lagi!"

Aku mengerutkan dahiku dan berjalan menjauh. Tapi ternyata dia mencengkram tanganku. "Ganti rugi!!" Sahutnya.

"Apanya yang harus di ganti? Ga lecet ga apa kok!!" Aku sedikit sewot. Ni orang cari-cari masalah apa gimana..

"Enak aja! Kenapa kamu ga bisa ganti hah?"

"Pak, kalau mobil bapak tergores saya pasti ganti. Tapi ga ada lecet apapun." Aku menarik lepas tanganku dan berjalan kembali.

Kali ini dia menarik paksa tanganku ke arah mobilnya. Dia memperhatikan tubuhku dari atas ke bawah lalu menyeringai ngeri membuat kudukku merinding.

"Kalau ga bisa ganti pakai uang ganti pakai yang lain.." wajahnya berubah mesum membuatku takut.

"Eh apa-apaan nih tolong!! Tolong!!" Aku berteriak kemudian dia membekap mulutku.

"Hhmmmppph...."Aku meronta saat ada dua orang lain yang ikut membantu menyeret tubuhku. Mereka berhenti sesaat di depan pintu mobil penumpang, aku melihat salah satu dari mereka mengambil botol berisi air putih. Kemudian mencekokan minuman entah apa ke dalam mulutku. Aku menggelengkan kepala dengan keras agar tidak menelan minuman itu tapi tenaga mereka lebih besar sehingga beberapa teguk cairan itu masuk ke tenggorokanku.

Aku melirik ke sekitar dan herannya tidak ada seorangpun disana. Ya Tuhan apa yang akan terjadi? Apa aku akan di culik. Siapapun, tolong aku!!

Aku sudah menangis saat mereka mengangkat tubuhku ke mobil bapak tua itu tapi tiba-tiba ada suara orang lain menghentikan perbuatan mereka. Aku merasakan nyeri dipergelangan tanganku dan tubuhku gemetar.

Sepanjang sekian tahun tinggal di Jakarta aku belum pernah mengalami hal seperti ini apalagi di tempat prestisius seperti ini.

Aku melihat ke balik jendela mobil orang tadi berkelahi dengan dua pria lainnya. Si bapak tua tadi hendak menjalankan mobilnya tapi aku membuka pintu dan menjatuhkan tubuhku ke lantai basement. Aku tidak peduli dengan rasa sakit saat tubuhku jatuh ke lantai asal dia tidak membawaku pergi. Mereka kabur dan kedua orang yang menolongku itu ternyata Tino dan Jarvis. Aku bernapas lega walau tubuhku masih gemetar.

"Ya Tuhan!!! Bu..." mereka berdua menghampiriku. Aku gemetar tidak sanggup berdiri dan Tino memapahku kedalam mobil.

"Gapapa Bu?" Jarvis menyodorkan air mineral dan aku langsung meneguknya. Aku tersedak hingga terbatuk dan Tino mengambilkan tissue.

Aku terdiam mencoba tenang walau masih ada rasa takut.

"Udah mendingan Bu?"

Aku memandang Jarvis dan mengangguk tapi aku merasa tiba-tiba badanku tidak enak.

"Maaf sepertinya saya mau pulang saja. Bisa tolong sampaikan sama pak Yogie selamat dan maaf saya tidak bisa datang."

Jarvis mengangguk dan mereka berdua menatapku aneh. Aku pun merasa aneh. Tiba-tiba tubuhku merasa panas.

Aku gemetar saat memasukan anak kunci untuk menyalakan mobil dan terkejut saat kaca jendelaku di ketuk Tino.

"Bu maaf. Sepertinya ibu kurang sehat. Saya antar saja ya."

Entah mengapa otakku langsung menurut dan aku langsung bergeser mengijinkan dia mengambil alih kemudi.

Aku mengerjap gugup saat Tino mulai melajukan mobilku meninggalkan gedung hotel.

"Bu Lian gapapa?" Dia menatapku aneh.

"Saya ga tau badan saya... saya ngerasa ga enak... gerah." Aku menambah suhu ac di mobil untuk menghilangkan rasa panas yang semakin menyiksa.

"Maaf bu, itu baju ibu basah." Tino menarik beberapa tissu dan menyerahkan padaku. Aku mengusap bagian depan bajuku yang basah dengan pelan dan anehnya aku malah merasakan gelenyar aneh dengan usapanku sendiri. Tanpa sadar aku mendesah pelan.

Aku yakin bukan hanya aku tapi Tino juga terkejut mendengar suaraku berubah serak. "Mereka cekokin saya minuman apa ga tau jadi begini.."

Wajahnya berubah tampak berpikir. "Bu, maaf tapi sepertinya...?" ucapannya sangat pelan hampir berbisik padahal tidak ada siapa-siapa lagi di dalam mobil.

"Apa No?" Aku menghapus keringatku yang terus keluar. "Sepertinya apa?" Tanyaku tak sabar. Pria itu mengerutkan dahi, wajahnya berubah sedikit cemas.

"Minuman yang ibu minum ada campuran obatnya".

Aku mengibaskan kedua tanganku berusaha menghalau rasa panas yang kian menjadi.

"Tolong saya No.." entah mengapa aku tidak sadar sudah memohon pada pemuda itu.

Dia terdiam sesaat lalu mengarahkan mobil ke apartemen tidak jauh dari senayan. Setelah sampai di basement Tino memapahku keluar.
Seperti kerbau di cucuk hidungnya aku hanya menurut sambil terus bergerak gelisah. Entah dilantai berapa saat beberapa orang masuk dan bingung menatapku yang berkeringat tidak karuan, Tino meraihku dalam dekapannya dan mengelus pelan bahuku. Aku mencengkram kemejanya menahan diri untuk tidak terus menggeliat dan usapannya justru membangkitkan hal lain di tubuhku.

Ada apa dengan tubuhku? Mengapa tangan Tino terasa panas dan menimbulkan gelenyar aneh?

Aku menggigit bibirku sendiri tidak sanggup lagi berjalan saat Tino membopongku seperti koala. Aku malah menelusupkan hidungku ke lehernya. Payudaraku menggesek dadanya terasa nikmat. Kenapa ini?

Tino membuka pintu apartemen entah siapa mungkin miliknya. Menurunkanku ke lantai dan berjalan menjauh. Aku merasa sedikit kecewa saat tubuh kami berpisah.

"S..saya.. kenapa No?" Aku menatapnya dan dia terpejam. Wajahnya terlihat setengah cemas dan takut lalu dia memegang bahuku dengan kedua tangannya.

"Bu, ibu percaya saya kan?"

*_*_*_*_*_*_*_*_*_*TBC*_*_*_*_*_*_*_*_*

Hmmm.. percaya ga ya??

✅ TOUCH ME NOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang